Biografi Lengkap Gus Dur, dari Santri Menjadi Presiden (Bagian 5)

Biografi Lengkap Gus Dur, dari Santri Menjadi Presiden

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Biografi Lengkap Gus Dur, dari Santri Menjadi Presiden - Bagian 4). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.

Menteri Kehutanan, Nurmahmudi Ismail, juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur.

Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam), Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak, dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya, beserta empat menteri lain dalam reshuffle kabinet pada 1 Juli 2001.

Akhirnya, pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta, dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara, sebagai bentuk unjuk kekuatan.

Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.

Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan, dan pada 23 Juli MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden, dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.

Aktivitas setelah kepresidenan

Sebelum Sidang Khusus MPR, anggota PKB setuju untuk tidak hadir sebagai lambang solidaritas. Namun, Matori Abdul Djalil, ketua PKB, bersikeras hadir karena ia adalah Wakil Ketua MPR.

Dengan posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro, Gus Dur menjatuhkan posisi Matori sebagai Ketua PKB pada 15 Agustus 2001, dan melarangnya ikut serta dalam aktivitas partai sebelum mencabut keanggotaan Matori pada bulan November.

Pada 14 Januari 2002, Matori mengadakan Munas Khusus yang dihadiri oleh pendukungnya di PKB. Munas tersebut memilihnya kembali sebagai ketua PKB.

Gus Dur membalasnya dengan mengadakan Munas sendiri pada 17 Januari, sehari setelah Munas Matori selesai. Musyawarah Nasional memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Dewan Penasehat. dan Alwi Shihab sebagai Ketua PKB. PKB Gus Dur lebih dikenal sebagai PKB Kuningan. sementara PKB Matori dikenal sebagai PKB Batutulis.

Pemilihan umum 2004

Pada April 2004, PKB berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, memperoleh 10.6% suara. Untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat akan memilih secara langsung, PKB memilih Wahid sebagai calon presiden.

Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis sehingga Komisi Pemilihan Umum menolak memasukkannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Untuk pemilihan kedua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur menyatakan golput.

Oposisi terhadap pemerintahan SBY

Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik, bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga BBM.

Kehidupan pribadi

Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah, dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa, dan saat ini menjadi direktur The Wahid Institute.

Kematian

Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan, sehingga seringkali surat dan buku yang dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain.

Beberapa kali ia mengalami serangan stroke. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. Ia meninggal dunia pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45, akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat, ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid, adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta, ia sempat dirawat di Jombang, seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership.

Wahid dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan, pada 10 Maret 2004.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiesenthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM.

Gus Dur juga memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles, karena dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya, yang sempat terpasung selama era orde baru.

Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. Pada 21 Juli 2010, meskipun telah meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.

Tasrif Award-AJI

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post, Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan, Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain.

Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu. Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut.

Sementara wartawan lain, seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia, dan wartawan The Jakarta Post, membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.

Doktor kehormatan

Gus Dur juga memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:

    * Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
    * Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
    * Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
    * Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
    * Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
    * Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
    * Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
    * Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
    * Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
    * Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

Related

Figures 7426261444149987139

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item