Menguak Konspirasi di Balik Isu Pemanasan Global (Bagian 1)

Menguak Konspirasi di Balik Isu Pemanasan Global

Naviri Magazine - Selama ini kita hanya menerima apa yang diberitakan media-media mengenai pemanasan global, kita disuguhi isu-isu yang menakutkan seperti pemanasan global akan mengkiamatkan bumi, es di Arktik akan lenyap pada tahun 2020 dan akan menenggelamkan sebagian besar kota di dunia, bumi akan melepuh pada tahun 2100, perlu konsensus global untuk melawan efek pemanasan global, dll.

Media dunia dikuasai kaum liberal, karena itu mereka yang menolak adanya pemanasan global akan dianggap sebagai aktivis sayap kanan konservatif yang radikal. Tentu saja ini berakibat panggung diskusi (bukan argumentasi ilmiah) klimatologi dikuasai ilmuwan-ilmuwan (pro Al gore).

“Masalah global membutuhkan solusi global”. Demikian yang sering disebut oleh para pemimpin dunia. Global warming dari sudut pandang sosiologi, dinilai bukan hanya permasalahan lingkungan. Namun ternyata di balik sudut pandang sosiologi itu, ada konstruksi-konstruksi manusia yang “menciptakan” keberadaan isu global warming.

Global warming dikonstruksi oleh para aktor sosial yang memiliki pengaruh dalam lingkungan sosial. Global warming kemudian “diciptakan” oleh para pembuat kebijakan dan dibantu oleh para ilmuwan dalam memberikan bukti dan data secara ilmiah. Nyaris, aksi mengenai global warming di Indonesia berjalan tanpa kritikan.

Ketika Al Gore merilis film dokumenter berjudul “An Inconvenient Truth” yang mendapat Oscar, seakan-akan kita mengetahui hanya ada satu kebenaran. Manusia adalah oknum dan kambing hitam atas lenyapnya gumpalan-gumpalan es di kutub, atas meningkatnya suhu bumi dan atas bencana-bencana alam yang terjadi.

Namun, apakah semua orang mempercayai hal itu? Pada akhirnya, isu pemanasan global menjadi salah satu strategi untuk menghasilkan keuntungan bagi pihak-pihak terkait.

Pada tahun 2006, Al Gore terbang (dengan pesawat pribadi) dari rumahnya di Tennesse ke Hollywood, kemudian berkeliling dengan limousin dimana dia menerima Oscar untuk film dokumenternya, “An Inconvenient Truth”, yang memperingati bahaya pemanasan global dan bahaya pemakaian berlebihan bahan bakar fosil. Namun Gore secara sederhana menyatakan bahwa manusialah penyebab pemanasan global.

Para ilmuwan yang jeli (salah satunya Edwin Aldrin, manusia kedua yang berjalan di Bulan) menemukan banyak kebohongan dari film yang diproduksi oleh Gore. Belakangan ternyata diketahui para ilmuwan yang setuju dengan Gore adalah ilmuwan-ilmuwan yang menerima donasi besar dari pemerintahan Clinton (ketika Gore menjadi wakil presiden).

Dalam film itu, Gore menunjukkan foto-foto glasier yang berkurang, namun ia tidak menyebut glasier-glasier lain yang terus bertambah. Gore juga menyebut Glasier Kilimanjaro yang terus berkurang akibat pemanasan global. Tapi ia tidak mengatakan bahwa Glasier Kilimanjaro telah berkurang sejak 1880, jauh sebelum kadar CO2 meningkat di bumi.

Gore juga mengklaim bahwa peningkatan kadar karbondioksida di atmosfer telah meningkatkan suhu global. Anehnya pada tahun 2005, sebuh studi oleh Journal Science menemukan sebaliknya. Peningkatan suhu bumi yang telah memicu peningkatan kadar karbondioksida.

Namun tamparan yang paling memalukan bagi Gore datang dari ABC News, yang menemukan salah satu cuplikan dalam film dokumenter tersebut adalah potongan film “The Day after Tomorrow”.

Bukan hanya itu, para ilmuwan kemudian menemukan bahwa perubahan suhu bumi ternyata disebabkan oleh peningkatan aktivitas badai matahari, peningkatan aktivitas gunung api bawah laut, dan sistem arus laut yang kompleks.

Bahkan pada sebuah konferensi “Scientific Consensus” mengenai Pemanasan Global yang diakibatkan perbuatan manusia, Prof. Latif (seorang profesor yang sebelumnya pro Al Gore) mengakui bahwa Bumi ternyata tidak mengalami pemanasan selama hampir satu dekade.

Menurutnya, sepertinya kita akan memasuki masa “Satu atau dua dekade dimana suhu bumi akan mendingin“. Prof Latif menyatakan dengan jelas bahwa Atlantik utara malah menjadi dingin. Dan mungkin akan terus mendingin hingga 20 tahun yang akan datang. Ini jelas bertentangan dengan pandangannya sebelumnya, yang menyatakan bahwa bumi akan memasuki suhu mematikan pada tahun 2100.

Hal ini diperkuat oleh temuan NASA bahwa perubahan suhu bumi dalam beberapa dekade ternyata diakibatkan oleh peningkatan aktivitas badai matahari, bukan karena kita tidak mencabut charger ponsel dari stopkontak ketika sudah selesai menggunakannya.

Baca lanjutannya: Menguak Konspirasi di Balik Isu Pemanasan Global (Bagian 2)

Related

Science 3517444548417999815

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item