Perkara Meninggalkan Shalat Bagi Orang Islam dan Akibatnya

Perkara Meninggalkan Shalat Bagi Orang Islam dan Akibatnya

Naviri Magazine - Para ulama mengklasifikasikan orang yang meninggalkan shalat dalam dua macam. Pertama, orang yang meninggalkan shalat karena memang mengingkari kewajiban shalat.

Ia mengerti bahwa syariat mewajibkan shalat bagi umat muslim, namun ia tidak mempercayai dan mengingkari kewajiban itu, maka dalam hal ini ia dihukumi keluar dari agama Islam atau murtad. Sebab setiap orang yang mengingkari terhadap kewajiban yang telah disepakati oleh para ulama (mujma’ alaih) maka dihukumi murtad.

Kedua, orang yang meninggalkan shalat tanpa ada maksud mengingkari kewajiban shalat.

Orang dengan klasifikasi kedua ini tidak sampai dihukumi murtad, sebab ia masih mempercayai bahwa melaksanakan shalat adalah hal wajib, meskipun ia tidak melakukannya karena malas atau terdapat udzur. Namun meski begitu, ia tetap berkewajiban meng-qadha shalatnya. Perincian ini dijelaskan secara ringkas dalam kitab al-Iqna’:

“Orang yang meninggalkan shalat terbagi menjadi dua macam. Pertama, orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban shalat, ia dihukumi murtad (keluar dari Islam) dan berlaku baginya hukum-hukum yang berlaku bagi orang murtad, kecuali ia baru masuk Islam yang mungkin saja samar baginya tentang wajibnya shalat. Ketentuan ini (murtad) juga berlaku pada setiap pengingkaran terhadap hukum yang sudah mujma’ ‘alaih (kesepakatan ulama).

Kedua, orang yang meninggalkan shalat tanpa ada wujud pengingkaran. Bagian kedua ini terbagi menjadi dua macam. Pertama, orang yang meninggalkan shalat karena udzur, seperti tertidur dan lupa, maka ia hanya wajib mengqadla’ shalatnya, dengan waktu yang diperluas. Kedua, meninggalkan shalat tanpa adanya udzur namun karena faktor malas melakukan shalat, maka ia tidak dihukumi kafir menurut pendapat yang shahih.” (Syekh Khatib asy-Syirbini, al-Iqna’, Juz 1, Hal. 195)

Dari dua macam orang yang meninggalkan shalat di atas, orang yang masuk dalam kategori pertama, yakni orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban shalat, ketika ia meninggal tidak boleh dishalati, sebab ia dihukumi murtad karena mengingkari kewajiban shalat.

Sedangkan kategori kedua, tetap wajib dishalati, seperti halnya jenazah muslim lainnya, karena ia masih berstatus sebagai muslim. Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzdzab:

“Ketika orang yang meninggalkan shalat terbunuh, maka ia wajib dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan di kuburan orang-orang muslim. Kuburannya juga ditinggikan (berpunuk) seperti halnya kuburan orang lain. Kewajiban ini seperti hal yang berlaku bagi orang-orang yang melakukan dosa besar. Ketentuan ini merupakan pandangan yang kuat dalam mazhab dan diikuti oleh mayoritas ulama.

“Namun terdapat pandangan dari ulama Khurasan yang diriwayatkan dari Abu al-Abbas bin al-Qash, pengarang kitab at-Talkhish, bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan kuburannya diberangus. Hal ini dilakukan dalam rangka memberatkan dirinya, dan memperingatkan atas perbuatannya. Namun pendapat ini lemah,” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 5, Hal. 268)

Meskipun seseorang meninggalkan shalat berulang-ulang karena faktor malas, tetap saja wajib bagi umat Islam yang mengetahui kematiannya untuk menshalati jenazahnya. Hal ini ditegaskan dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibin:

“Ketika orang yang meninggalkan shalat terbunuh, maka wajib dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikubur di kuburan orang-orang muslim, ketika memang ia meninggalkan shalat karena malas.” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha’, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin, Juz 1, Hal. 30)

Maka, sebaiknya bagi kita, sebelum memutuskan untuk menshalati atau tidak menshalati mayit, agar mengerti terlebih dulu faktor yang mendasari seseorang semasa hidupnya meninggalkan shalat, apakah ia tidak melakukan shalat karena mengingkari kewajiban shalat atau hanya karena malas melakukan shalat. Hal ini misalnya dapat diketahui dari latar belakang kepribadiannya, keluarganya, dan lingkungannya.

Meskipun dapat dinilai secara umum bahwa seseorang tidak melaksanakan shalat (dalam konteks lingkungan di Indonesia) umumnya lebih karena faktor malas atau terhalang kesibukan sehari-hari, dalam kondisi demikian tetap wajib untuk menshalati jenazahnya.

Kecuali memang ketika seseorang terindikasi mengikuti ajaran atau aliran yang menyeleweng, sampai menganggap shalat tidak wajib, terlebih ketika ia mengungkapkan ke khalayak umum tentang keyakinannya tersebut, maka dalam hal ini sudah tidak wajib lagi menshalati janazahnya.

Sedangkan dalam menyikapi persepsi masyarakat bahwa ketika menshalati mayit yang semasa hidupnya tidak shalat akan berimbas pada penanggungan dosa mayit tersebut pada orang-orang yang menshalatinya, persepsi demikian tidak benar, terlebih ketika menshalati mayit tersebut merupakan suatu kewajiban. Hal ini seperti ditegaskan dalam firman Allah Swt:

“Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.”

Related

Moslem World 4287089033807475492

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item