Pilihan Investasi: Antara Emas, Deposito, atau Surat Berharga

Pilihan Investasi: Antara Emas, Deposito, atau Surat Berharga

Naviri Magazine - Saham menjadi salah satu produk investasi populer saat ini. Terutama saat masyarakat makin sadar bahwa menyimpan uang di tabungan tak mendatangkan banyak nilai lebih.

Namun, seiring kabar resesi ekonomi dunia beberapa waktu terakhir, pasar saham semakin rentan terhadap koreksi. Belum lagi kabar perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) yang tidak kunjung reda.

Baru-baru ini, Tiongkok memutuskan untuk memberlakukan tarif 5 persen atas minyak mentah AS. Ini menjadi pukulan telak bagi bursa saham negeri Paman Sam. Jika nantinya Presiden AS, Donald Trump, melakukan balasan tarif, saham dan ekonomi dunia bisa kembali terguncang.

Jika tidak sanggup menahan gejolak yang terjadi di pasar saham, ada instrumen investasi lain yang lebih aman dan mudah. Favorit para investor di Indonesia saat ini adalah deposito bank, emas, dan surat berharga negara—khususnya Saving Bond Ritel (SBR).

Di antara ketiganya, mana yang menawarkan keuntungan paling menarik?

Deposito

Deposito merupakan instrumen investasi yang paling aman, karena deposito bank dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

Saat ini bunga deposito di perbankan nasional cenderung turun mengikuti pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Toh begitu, simpanan deposito perbankan tetap menjadi pilihan untuk membiakkan dana.

Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia per 5 September 2019, Bank Mayora memberi penawaran bunga deposito paling tinggi untuk deposito tenor 1 bulan. Sementara untuk tenor 3 bulan dan 12 bulan, Bank ICBC Indonesia tercatat yang paling tinggi.

Anda memang akan mendapatkan bunga setiap bulan, tapi ada potongan pajak, biaya administrasi, belum lagi biaya transfer yang otomatis akan mengurangi laba yang didapatkan dari bunga.

Biaya-biaya tambahan yang dibebankan pada akun Anda mengakibatkan bunga yang didapat sangat kecil, bahkan kemungkinan besar bunga yang Anda dapatkan malah lebih kecil dibandingkan biaya untuk akun tersebut.

Emas logam mulia

Belakangan ini, harga emas juga terus naik karena dipicu oleh situasi perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok. Situasi ini mendorong investor global berbondong-bondong untuk berinvestasi pada aset aman (safe haven), salah satunya emas.

Data situs Logammulia milik PT Aneka Tambang Tbk. Persero menunjukkan harga instrumen investasi fisik itu masih terus mencatatkan rekor harga tertinggi sejak Mei lalu.

Harga emas logam mulia Antam menembus Rp775.000 per gram. Sementara itu, harga buyback atau harga yang didapat jika pemegang emas Antam mau menjual emas batangan tersebut sebesar Rp 700.000.

Harga emas semakin meroket seiring dengan meningkatnya tensi perang dagang antara dua pemimpin negara, Donald Trump dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping. Ketakutan akan terjadi resesi ekonomi dunia makin mengemuka, dan emas menjadi tempat paling aman dalam situasi tak menentu seperti sekarang, yang tentunya diikuti harga emas Antam sebagai acuan di dalam negeri.

“Harga emas bisa bergerak sedikit lebih tinggi, kekuatan makro pendorong besar adalah penurunan hasil global, yang tampaknya menyebar," kata Edward Meir, analis di INTL FCStone.

Selain terhindar dari inflasi, emas bisa disetarakan dengan dana tunai, karena lebih mudah dicairkan. Sehingga penggunaannya pun bisa dimaksimalkan untuk dana darurat ataupun kebutuhan mendesak lainnya.

SBR008

Saving Bond Ritel (SBR) adalah jenis instrumen investasi yang jadi salah satu sumber pendukung pembiayaan negara dari dalam negeri. SBR tergolong aman, karena dijamin oleh APBN pemerintah.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Ditjen PPR Kemenkeu) kembali melakukan penjualan SBR dengan seri 008. Pemerintah menawarkan tingkat kupon minimal 7,20 persen.

Untuk bisa mengantongi SBR008, investor harus menyiapkan kocek minimal Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar.

Sistem bunga yang diterapkan adalah mengambang (floating) mengikuti suku bunga acuan BI. Artinya, bunga yang diterima investor akan meningkat jika BI menaikkan suku bunga acuannya.

Namun perlu dicatat, SBR memiliki risiko likuiditas karena dana tersebut harus disimpan selama dua tahun. Selain itu, SBR juga tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, atau hanya bisa dipegang oleh pembeli pertama. Oleh karena itu investor disarankan melakukan diversifikasi investasi untuk mengurangi risiko ini.

Kupon SBR008 ini yang paling rendah jika dibandingkan dengan seri SBR sebelumnya. Kementerian Keuangan setidaknya telah menerbitkan delapan seri SBR dalam lima tahun terakhir.

Related

Business 5773831240398107171

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item