Kisah Petualangan Allen Pope, Orang CIA yang Masuk Indonesia (Bagian 2)

Kisah Petualangan Allen Pope, Orang CIA yang Masuk Indonesia

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Petualangan Allen Pope, Orang CIA yang Masuk Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sementara seorang lagi, operator radio Harry Rantung, yang menyamar sebagai seorang warga Filipina bernama Pedro, kelahiran Davao, namun identitas sebenarnya mudah diketahui karena di atas kapal KRI Sawega terdapat seorang sersan AURI yang mengenalinya karena pernah satu angkatan dalam pendidikan tentara.

Sebenarnya, Allen Pope berusaha membunuh dirinya dengan menyerahkan pistol kepada Rantung untuk menembaknya. Namun permintaan ini ditolak Rantung.

Tertangkapnya Allen Pope kemudian dilaporkan ke Jakarta. Namun hal ini tetap dirahasiakan karena Operasi Morotai harus dijaga kerahasiaannya, sampai semuanya tuntas.

Sejak tertangkapnya Allen Pope, bisa dikatakan AUREV lumpuh dan keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur berangsur-angsur dikuasai oleh AURI. Operasi-operasi pendaratan-pendaratan yang dilakukan ABRI dilakukan di berbagai tempat yang sebelumnya dikuasai PERMESTA.

Reaksi Amerika Serikat dan perubahan hubungan dengan Indonesia

Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan Amerika Serikat (AS), Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles, lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain.

Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower, mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS. Dikatakannya bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata-senjata yang mudah ditemukan di pasar gelap dunia.

Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu tentara bayaran.

AS yakin karena Allen Pope pasti tertangkap dalam keadaan bersih. Walaupun bukti-bukti pesawat sudah jelas, AS masih berdalih bahwa itu serdadu bayaran.

Namun ketika ABRI mencari dan berusaha mendapatkan barang bukti yang lebih banyak, hasilnya bukan sekadar nama-nama sejumlah pedagang yang ikut mengail di air keruh dan peranan Korea Selatan, namun membuat pemerintah AS terperangah dan mengutuk Pope, mengapa dia tidak sekalian ikut mati saja di dasar laut dengan pesawatnya.

Washington kehilangan muka. Bukti-bukti mengarahkan tuduhan ke lembaga yang dipimpin saudara kandung Menteri Luar Negeri AS yang merupakan pimpinan CIA, Allen Dulles, meski CIA sendiri tidak disebut-sebut, sementara Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF/United States Air Force) dinilai terlibat.

Prosedur CIA sebenarnya mengharuskan tiap awak pesawat yang akan melaksanakan misinya harus dipastikan bersih dan diperiksa dengan teliti, dan disediakan pakaian khusus yang akan digunakan dalam penerbangan misinya itu yang bersifat rahasia, sehingga mereka tidak memiliki identitas apa pun.

Namun Allen Pope cukup cerdik. Mungkin karena dianggap sudah berpengalaman sehingga dia tidak diperiksa, padahal pada saat sebelum diberangkatkan ke Mapanget, dia menyelipkan beberapa keterangan mengenai dirinya di pesawat.

Ia tahu kalau sampai dia ditangkap dalam keadaan bersih, maka negaranya bisa saja mengatakan bahwa dia bukan warga negaranya, atau serdadu bayaran, atau apa saja, dengan demikian dia bisa mati konyol.

Barangkali Pope merasa semua itu hanya menguntungkan satu pihak, sementara CIA merasa hal tersebut adalah bagian dari kontrak. Kenyataannya semua identitas Pope ditemukan di badannya. Di antaranya adalah surat keterangan yang mengizinkan Pope memasuki semua fasilitas militer di Clark Field (Pangkalan udara AS, Clark di Filipina). Juga ada kartu klub perwira di pangkalan itu.

Pope berharap agar identitas itu mengangkat dirinya dari semacam petualang murahan menjadi pion politik yang punya harga. Kenyataannya, ini mengangkat namanya ke permukaan dunia, khususnya yang berhubungan dengan spionase. Banyak buku yang menceritakan ulah CIA tidak lupa mengisahkan Lawrence Allen Pope, dan Amerika Serikat terpojok dibuatnya.

Peristiwa ini memaksa pemerintah Amerika Serikat mengubah sikapnya terhadap Presiden Sukarno. Washington menjadi ramah, dengan harapan Presiden Indonesia itu akan diam. Soekarno sendiri sudah menyebutkan adanya kemungkinan bantuan dari seukarelawan-sukarelawan penerbang China, dan sudah menyebut-nyebut Perang Dunia III.

Dalam waktu lima hari disetujui permintaan Indonesia, agar dapat mengimpor beras dengan pembayaran rupiah. Bola politik benar-benar dimainkan oleh Presiden Soekarno. Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan diplomasi Amerika Serikat.

Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata, juga berbagai suku cadang yang dibutuhkan ABRI, termasuk suku cadang persawat terbang AURI. Dukungan terhadap pemberontak dihapuskan.

Sidang pengadilan, penahanan, dan pembebasan Allen Pope

Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer, dan disana sempat berdebat dengan para saksi yang dihadirkan oleh oditur militer. Allen Pope kemudian dijatuhi hukuman mati, namun naik banding, sedangkan Harry Rantung diganjar hukuman 15 tahun.

Kabarnya ia ditahan di sebuah villa di Kaliurang dekat Yogyakarta, dan penerbang ini sempat mengajari para penjaganya dengan teknik bela diri judo.

Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden Soekarno mengatakan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti jalan pikirannya.

Pemerintah Amerika Serikat juga berusaha untuk membebaskan Allen Pope. Jaksa Agung Amerika Serikat, Robert Kennedy, diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dengan membawa surat kepresidenan, yang isinya agar Allen Pope dibebaskan.

Di samping itu, istri Allen Pope yang cantik juga diterbangkan secara khusus dari Amerika Serikat untuk menghadap Soekarno. Konon, Presiden Soekarno menerima dengan penuh keramahan. Rupanya kekaguman Presiden Soekarno kepada wanita dimanfaatkan Amerika Serikat untuk membujuk Presiden.

Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962, dia dan Pope yang berstatus sebagai terpidana didatangi beberapa anggota Corps Polisi Militer (CPM) bersenjata lengkap. Keduanya diminta ikut. Pope diminta mengemasi milik pribadinya, sedangkan Rantung diperintahkan ikut saja tanpa perlu membawa apa-apa.

Di luar penjara, ternyata sudah menunggu sebuah panser dan kemudian setelah mereka naik, mereka bergerak kencang menuju arah yang mereka tidak tahu. Anggota CPM tidak berbicara sepatah kata pun.

Rantung bicara kepada Pope tentang situasi yang akan mereka alami. Dengan tenang Allen Pope menjawab bahwa dirinya tidak tahu, namun dia mengira bahwa mereka tidak akan berani berbuat apa-apa, karena mengetahui bahwa pemerintahnya sudah mengirimkan utusan khusus.

Setelah setengah jam perjalanan, panser berhenti dan mereka dipersilakan turun. Ternyata mereka dibawa ke Bandara Kemayoran. Di pintu masuk ruang tunggu VIP, beberapa orang asing menunggu, di antaranya Duta Besar Amerika Serikat dan stafnya di Jakarta.

Sebuah pesawat Lockheed Constellation sudah siap. Dalam perpisahannya, Allen Pope memeluk Rantung dan dengan mata berkaca-kaca. Dia mengatakan pasti akan berjumpa lagi.

Beberapa tahun kemudian, Rantung mengaku pernah menerima undangan dari Allen Pope yang saat itu bekerja di sebuah perusahaan penerbangan di California, semuanya gratis.

Harry Rantung, setelah pembebasan, bekerja di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, dan mendapat pensiun dari kedutaan. Konon, untuk itu pemerintah Indonesia mendapat kompensasi, di antaranya proyek jalan raya by pass di Jakarta.

Selama beberapa bulan, Allen Pope disembunyikan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan kemudian pulang ke Miami serta hidup dengan istri dan keluarganya, namun tidak lama kemudian istrinya meminta cerai. Alasan istrinya adalah kekejaman yang keterlaluan. Pope dikatakan "ringan tangan".

Pihak berwenang menekan istrinya agar tidak membawa-bawa CIA di depan hakim dalam sidang perceraian mereka. Perempuan yang mengisi hidup Lawrence Allen Pope di Saigon itu hanya bisa mengatakan bahwa suaminya berubah. Sejak pulang dari Indonesia, setiap malam Allen Pope selalu meletakkan pistol siap tembak di bawah bantalnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya dan anak-anaknya.

Kembali Pope bertualang, kembali Allen Pope dikabarkan jatuh ke tangan CIA dengan menandatangani kontrak di perusahaan penerbangan Southern Air Transport.

Tidak jelas kabar Lawrence Allen Pope kemudian, setelah semua perusahaan penerbangan CIA dikabarkan dilikuidasi dan dijual. Tetapi kehadiran Allen Pope di Indonesia telah memberikan pengalaman betapa masalah keamanan dalam negeri juga dapat menimbulkan "kerepotan" bagi Angkatan Udara.

Related

History 2799379952418859953

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item