Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya (Bagian 9)

Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya - Bagian 8). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Jadi agak mengherankan, bahwa Herman Budi Santoso, tanpa ada suatu sumber pembuktian, dapat menuliskan: "... T.B. Simatupang yang diutus Sri Sultan untuk menemui Budiarjo..."

Pada dasarnya, selain memuat transkrip wawancara HB IX dengan BBC, serta melampirkan sejumlah kesaksian, tidak ada bukti atau dokumen baru, selain dari dokumen yang selama ini telah dikenal.

Bahkan beberapa kesaksian menyebutkan, selain mendengarkan radio kemudian meminta izin kepada Panglima Besar Sudirman untuk melancarkan serangan terhadap Yogyakarta, HB IX juga yang menetapkan tanggal serangan, memberikan perintah untuk penghentian serangan, memerintahkan Wakil KSAP Kolonel Simatupang, untuk menyampaikan teks siaran ke pemancar radio AURI di Playen; singkatnya, juga dalam buku ini semua peran yang dahulu diklaim oleh Suharto, kini dilimpahkan kepada HB IX, dengan demikian mengangkat HB IX menjadi superhero yang baru.

Walaupun pada beberapa dokumen jelas disebutkan bahwa serangan tersebut adalah operasi militer di bawah komando Panglima Divisi III/GM III, Kolonel Bambang Sugeng, dan tidak ada satu pun dokumen otentik yang mendukung, para penulis dengan tegas telah menetapkan HB IX sebagai pemrakarsa serangan, dan Marsudi menyatakan bahwa penulisan tersebut telah "final".

Adalah suatu hal yang baru, yaitu upaya untuk mengukuhkan "kajian ilmiah" tersebut dengan Keputusan Presiden. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam harian Kompas tertanggal 28 Februari 2001, halaman 9, ditulis:

“Bahkan DPRD (DI Yogyakarta - pen.) sendiri telah menulis surat kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk menerbitkan keputusan presiden, untuk meluruskan fakta sejarah itu.

"...de facto penggagas SO 1 Maret itu adalah HB IX almarhum, tetapi secara de jure harus dirumuskan dalam keputusan presiden, karena menyangkut sejarah bangsa ini," demikian Budi Hartono.

Hal baru ini boleh dikatakan mungkin "unik", yaitu suatu penulisan sejarah minta dikukuhkan melalui SK Presiden. Bahkan Suharto pun tidak pernah mengeluarkan SK (Surat Keputusan) Presiden, atau memerintahkan lembaga-lembaga negara untuk mengukuhkan versinya.

Untuk meletakkan sesuai proporsinya, perlu sekali lagi ditegaskan bahwa "Serangan Spektakuler" - bahkan seluruh serangan umum di wilayah Divisi III - tersebut bukanlah pemicu perundingan antara Belanda dan Republik Indonesia. Agresi Belanda yang dimulai tanggal 19 Desember 1948 dilakukan saat perundingan antara Indonesia dan Belanda sedang berlangsung.

Perundingan tersebut difasilitasi oleh Komisi Jasa Baik Dewan Keamanan PBB, yang waktu itu lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN).

Namun, keberhasilan "Serangan Umum" (serangan secara besar-besaran yang serentak dilancarkan) di seluruh wilayah Divisi II dan III, termasuk "serangan spektakuler" terhadap Yogyakarta dan hampir bersamaan dilakukan di wilayah Divisi I dan IV, menambah jumlah keberhasilan serangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di seluruh Indonesia, sebagai bukti bahwa TNI masih ada.

Keberhasilan "Serangan Umum" tersebut adalah berkat kerja sama serta dukungan berbagai pihak. Sangat banyak orang dan pihak yang terlibat langsung dalam perencanaan, persiapan dan pelaksanaan, sehingga bukan hanya satu atau dua orang saja yang berjasa, melainkan banyak sekali.

Juga tidak hanya Angkatan Darat saja yang terlibat, melainkan juga Angkatan Udara dan Kementerian Pertahanan sendiri, serta pimpinan sipil, untuk memasok perbekalan bagi ribuan pejuang. Dan yang terpenting, adanya dukungan rakyat Indonesia di daerah-daerah pertempuran.

Selain itu harus pula diingat bahwa perlawanan bersenjata dilakukan tidak hanya di sekitar Yogyakarta atau Jawa Tengah saja, tetapi hampir di seluruh Indonesia, yaitu di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan ini adalah bagian dari seluruh potensi perjuangan kemerdekaan: Diplomasi dan Militer.

Perlawanan bersenjata tidak hanya dilakukan oleh tentara reguler/TNI saja, melainkan juga banyak kalangan sipil yang ikut dalam pertempuran, sebagaimana dituturkan dalam buku Setiadi Kartohadikusumo:

"Pemuda-pemuda yang membantu PMI (Palang Merah Indonesia), kalau malam juga ikut menjalankan pertempuran sebagai gerilyawan. Ada beberapa orang yang tertembak mati dengan masih memakai tanda Palang Merah di bahunya, sebagaimana terjadi di Balokan, di muka stasion KA Tugu dan di Imogiri."

Melihat begitu banyak pihak yang berperan dalam pembahasan, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan, tentu tidak pada tempatnya bila untuk keseluruhan episode tersebut direduksi menjadi peran dua orang, yaitu hanya ada pemrakarsa dan pelaksana; selebihnya dianggap tidak penting. Di samping itu, masih sangat diragukan kebenaran versi yang mendukung kedua versi tersebut.

Kita setuju bahwa penulisan sejarah adalah suatu "never ending process", suatu proses yang tidak akan berakhir, karena sering dapat ditemukan bukti baru, sehingga dengan demikian penulisan sebelumnya perlu direvisi atau mendapat penilaian baru.

Oleh karena itu, selama tidak ditemukan dokumen atau bukti otentik yang dapat membuktikan perintah ataupun penugasan dari HB IX, baik kepada Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng, yang adalah atasan langsung dari Letkol Suharto, maupun kepada Kolonel A.H. Nasution - Panglima Tentara & Teritorium Jawa/Markas Besar Komando Jawa - atau kepada Kolonel T.B. Simatupang - Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang - berdasarkan dokumen, bukti-bukti yang ada, serta sesuai hirarki dalam pemerintahan militer dan garis komando, dapat dengan tegas dinyatakan bahwa perencanaan, persiapan, penugasan, pelaksanaan serta komando operasi militer yang dilancarkan di seluruh wilayah Divisi III/GM III - termasuk serangan terhadap Yogyakarta - tanggal 1 Maret 1949, berada di pucuk pimpinan Divisi III/GM III, dan kendali operasi sejak awal berada di tangan Panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng.

Perkembangan kontroversi Serangan Umum 1 Maret

Sebenarnya, latar belakang serangan 1 Maret atas Yogyakarta, Ibukota RI waktu itu yang diduduki Belanda, tidak perlu menjadi kontroversi selama lebih dari dua puluh tahun, bila beberapa pelaku sejarah tidak ikut dalam konspirasi pemutarbalikan fakta sejarah.

Juga apabila meneliti tulisan T.B. Simatupang, saat peristiwa serangan tersebut adalah Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang. Simatupang telah menulis secara garis besar mengenai hal-hal seputar serangan tersebut, dari mulai perencanaan sampai penyebarluasan berita serangan. Buku itu pertama kali terbit pada tahun 1960. Diterbitkan ulang pada 1980.

Cukup banyak pelaku sejarah yang masih hidup dan mengetahui hal-hal tersebut di atas, terutama mantan anggota Divisi III dan Staf Gubernur Militer III. Namun dengan berbagai alasan, dua versi tersebut beredar selama puluhan tahun, walaupun beberapa kali telah ada penulisan yang berbeda dengan dua versi tersebut, dan bukti-bukti cukup banyak.

Selain itu, cuplikan dari manuskrip buku Letkol TNI (Purn.) dr. Wiliater Hutagalung, yang sehubungan dengan serangan atas Yogyakarta telah dimuat di majalah bulanan Bonani Pinasa, Medan, edisi November dan Desember tahun 1992 (ketika Suharto masih Presiden); Tabloid Tokoh, 6-16 November 1998; Mingguan Tajuk, 4 Maret 1999, dan Suara Pembaruan, Sabtu, 6 Maret 1999.

Setelah membaca manuskrip tersebut, pada tahun 1995 Suharto menyampaikan agar buku tersebut tidak diterbitkan. Namun, pada akhir 1997, saat suasana reformasi sudah mulai dirasakan, manuskrip tersebut disampaikan kepada Jenderal TNI (Purn.) A.H. Nasution untuk diminta pendapatnya, untuk memberi sepatah kata.

Nasution memberi dukungan agar manuskrip tersebut diterbitkan, dan menulis kata sambutan.

Baca lanjutannya: Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya (Bagian 10)

Related

History 6740934938738650891

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item