Asal Usul Munculnya Kisah Fiksi Dalam Peradaban Umat Manusia

Asal Usul Munculnya Kisah Fiksi Dalam Peradaban Umat Manusia

Naviri Magazine - Sebuah lukisan gua purbakala kembali ditemukan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Di dalamnya terekam sebuah adegan perburuan anoa yang dilakukan oleh sekelompok manusia setengah binatang. Para arkeolog memperkirakan usia lukisan ini mencapai lebih dari 44.000 tahun.

Spesies Homo sapiens diketahui telah mendiami daratan Afrika sejak 300.000 tahun yang lalu. Mereka adalah nenek moyang manusia modern yang bertahan hidup melewati perubahan iklim, berevolusi, sampai akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Para pakar purbakala memperkirakan Homo sapiens tiba di benua Asia dan Australia antara 80.000 hingga 60.000 tahun yang lalu.

Guy Gugliotta, dalam artikel “The Great Human Migation” yang terbit di Smithsonian Magazine, merinci usia migrasi Homo sapiens ke Indonesiad dan sekitarnya, jauh lebih tua dibandingkan kedatangan mereka di Eropa. Homo sapiens pertama kali tiba di Asia Tenggara dan Australia sekitar 45.000 tahun lalu.

Menilik temuan lukisan gua di Maros yang berusia 44.000 tahun, ketika berpindah Homo sapiens kemungkinan sudah membawa dan mengembangkan kemampuan mereka meramu fiksi.

Gambaran tentang manusia setengah hewan yang sedang berburu, seperti yang dituturkan Adam Brumm, sama persis seperti mitologi yang lebih dulu berkembang di Afrika sejak 70.000 tahun silam.

Apabila teori di balik penemuan lukisan gua di Maros dapat dibuktikan, artinya manusia purba di Sulawesi juga sudah mampu membayangkan hal-hal di luar realitas objektif yang tersedia di alam. Mereka sudah piawai meramu mitos dan menceritakannya kembali ke dalam gambar lukisan yang dipulas di gua-gua tempat tinggal mereka.

“Kami belum tahu apa arti lukisan tersebut, tapi sepertinya berhubungan dengan perburuan yang berkonotasi dengan mitos atau kekuatan supranatural,” lanjut Brumm.

Kemampuan manusia purba Sulawesi dalam menciptakan mitos dan fiksi ini diklaim jauh lebih maju dibandingkan yang terjadi di Eropa. Menurut Brumm, cerita mitos yang dibawakan dalam wujud lukisan dan artefak manusia berkepala singa, sebelumnya pernah ditemukan di Eropa, tetapi perkiraan usianya tidak lebih dari 40.000 tahun.

Pada abad ke-19, tidak banyak ilmuwan yang percaya bahwa lukisan gua atau artefak purbakala memiliki kapasitas mempengaruhi hidup manusia selayaknya cerita fiksi. Hipotesis yang berkembang pada waktu itu menyebut Homo sapiens sekadar memulas warna acak pada dinding gua untuk menghasilkan hiasan rumah.

Anggapan ini mulai berubah begitu memasuki pertengahan abad ke-20. Di tengah maraknya gagasan strukturalisme, para ilmuwan dengan semangat mengkaitkan penemuan lukisan dan simbol dalam gua purbakala dengan penciptaan peradaban manusia, khususnya terkait bahasa.

Lukisan gua, menurut Miyagawa, besar kemungkinan digunakan oleh Homo sapiens untuk berkomunikasi satu sama lain, jauh sebelum mereka mengenal tulisan. Penyebaran ke penjuru dunia secara tidak langsung juga menunjukkan keunikan spesies manusia ini membuat jaringan yang berasal dari mitos purbakala.

“Di setiap daratan yang ditinggali Homo sapiens pasti memiliki lukisan gua. Anda bisa menemukannya di Eropa, di Timur Tengah, di Asia, di mana pun, selayaknya bahasa manusia,” kata Shigeru Miyagawa, profesor linguistik di Kajian Sastra dan Budaya Jepang di MIT.

Related

Science 2969815387732767516

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item