Kasus Pembunuhan Misterius di Sekolah yang Menggegerkan Swedia

Kasus Pembunuhan Misterius di Sekolah yang Menggegerkan Swedia

Naviri Magazine - Seorang pria berusia 21 tahun mengalami hari buntungnya. Ia mati menanggung luka dari bedil polisi.

Beberapa waktu menjelang ajalnya, ia telah lebih dulu menjadi pembunuh di sebuah sekolah. Dua korbannya menghadap Sang Maut: seorang guru dan murid berumur 17 tahun.

Sementara itu, dua korban lain—seorang pelajar dan seorang pengajar—selamat. Mereka mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Peristiwa itu terjadi di Trollhattan, Swedia, yang jaraknya dari ibu kota Indonesia, Jakarta, kira-kira 10.800 km. Tapi, kengerian semacam itu—kejahatan berdarah di sekolah—seakan tidak mengenal jarak.

Menurut keterangan saksi mata yang dirujuk sebagai Sara, kejadian bermula saat ia memergoki seorang pria bertopeng dengan pedang berlumuran darah tengah berhimpun bersama dua kawannya. Ia memutar "musik sejenis (yang biasa dimainkan) ketika Halloween" dan tidak mengeluarkan satu kata pun, ujarnya.

Kedua kawannya mengira laku si misterius itu candaan belaka. Mereka meminta untuk berfoto bersama. Sara menjadi si juru foto.

Tidak lama berselang, seorang guru muncul dan menanyai si pria bertopeng. "Anda menakuti anak-anak. Silakan pergi," ujar sang guru.

Sosok yang ditegur hanya mengangguk. Namun, tangannya berbicara. Pedang terhunus itu diarahkan ke tubuh sang guru.

Melihat kejadian itu, Sara dan kedua temannya sontak lari. Meski kemudian diburu, ketiganya berhasil selamat.

Rupanya pula, setelah penikaman itu, si pria bertopeng tak lantas angkat kaki.

Menilik dari lokasi perkara—yakni sekolah dengan proporsi siswa imigran tinggi—kecurigaan mengenai isu rasisme pun membuih. Pasalnya, organisasi antirasisme, Expo, mengaku kenal dengan si penyerang.

"Dalam sebulan terakhir, ia jelas menunjukkan simpati dengan kelompok ekstrem kanan dan gerakan antiimigran," demikian Expo.

Laporan media setempat mempertegas sangkaannya: akun Facebook dan YouTube tersangka penyerang menyiratkan ketertarikan khusus si pria bertopeng terhadap Hitler dan Nazi.

Kepolisian mengaku tidak memiliki catatan kriminalitas pria bertopeng itu.

"Dia penyendiri, suka main video game, dan hidup di dunianya sendiri," ujar seorang mantan kawan sekelasnya.

Raja Carl XVI Gustaf pun bereaksi setelah mendengar peristiwa tersebut. "(Bangsa) Swedia terperanjat. Dengan hati gentar dan pilu, saya menerima kabar (penyerangan) di Trollhattan," ujarnya.

Swedia bukan negeri yang kerap mengalami kekerasan fatal bersenjata di sekolah, berbeda dari Amerika Serikat. Bahkan, aksi kekerasan di sekolah pun bukan hal galib. Dalam catatan Dewan Nasional Swedia untuk urusan Pencegahan Aksi Kejahatan pada 2009, Swedia belum pernah sekali pun mengalami insiden penembakan di sekolah, yang menimbulkan runtunan korban.

Di tengah masyarakat yang menuntut sikap terbuka, tragedi Trollhattan memperlihatkan rentannya guru dan murid terhadap serangan.

"Sekolah tentu harus terbuka bagi masyarakat. Tapi, (seharusnya) tidak sembarang orang bisa masuk," ujar Bo Johansson, kepala serikat guru.

"Saya ragu (kami) ingin memasang detektor dan menyewa satpam (seperti yang dilakukan AS)," katanya.

Related

World's Fact 1093747851486947312

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item