Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan (Bagian 1)

Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan

Naviri Magazine - "Ada piano di sana, dan seseorang sedang memainkannya. Saya bisa dengar lagunya," ujar pasien berinisial S.B., ketika ahli bedah syaraf menggerakkan sebuah elektroda pada permukaan otaknya yang terbuka. Untuk mengobati epilepsi, Wilder Penfield, ahli bedah syaraf awal abad ke-20, melepaskan bagian-bagian tisu otak.

Sementara pasiennya—sadar sepenuhnya dan hanya dibius lokal—menceritakan apa yang dialaminya ketika sang ahli bedah syaraf menerapkan setruman pada bagian otak yang berbeda-beda. Ketika dia menstimulasi satu bagian, sang pasien melihat bentuk-bentuk, warna-warna, dan tekstur-tekstur; ada pula pasien yang merasakan sensasi pada bagian tubuh tertentu.

Namun ketika dia mengejutkan area khusus pada korteks serebral, para pasien menghadapi kembali ingatan yang amat jelas. Dengan setruman lain pada area yang sama, S.B. mengingat ingatan-ingatan soal piano: Seseorang menyanyikan lagu Louis Prima, "Oh Marie."

Ketika Penfield memindahkan elektrodanya, S.B. mengalami ingatan soal perumahannya di masa lalu, "Saya melihat perusahaan pengemasan 7Up, Harrison Bakery."

S.B. bukan satu-satunya yang mengalami hal semacam ini—pasien-pasien lain juga teringat pada memori di masa lampau dengan detail amat intens.

Tidak ada yang terlalu mencolok, dan bukan hal-hal yang mereka niatkan untuk diingat: suara lalu lintas, seorang laki-laki berjalan dengan anjingnya di jalan, percakapan telepon yang tidak sengaja terdengar. Ingatan-ingatan tersebut lebih nyata dan spesifik dibandingkan ingatan normal, lebih seperti mengalami kembali alih-alih mengingat.

Penfield yakin dia telah menemukan situs fisik ingatan, di mana ingatan-ingatan dikunci oleh jaringan otak.

"Terekam pada sel syaraf otak manusia, rekaman lengkap stream of consciousness. Segala hal yang disadari seseorang kapan pun, disimpan di situ," ujar Penfield pada film dokumenter yang rilis 1958, Gateways to the Mind. "Seakan-akan elektrodanya menyentuh kabel perekam atau strip film."

Bayangkan kita mampu memindai ingatan-ingatan seperti feed Instagram, dan mengingat kembali segala yang telah kita pelajari, lalu seketika mengakses setiap bagian dari sejarah hidup kita. Kita akan menjadi manusia yang efisien, berwawasan, dan tercerahkan. Masalahnya, apa kita akan tetap layak disebut manusia?

Ide Penfield tidak terbukti. Dia awalnya mengira otak memiliki transkrip sempurna dari kehidupan tiap-tiap orang. Rekaman ini, dia pikir, tinggal menunggu untuk "dinyalakan" dengan setruman listrik lembut. Tapi ide bahwa ingatan yang tersimpan muncul kembali mengikuti perubahan fisik dalam otak terbukti tepat—dan penelitian baru-baru ini membuka sebuah kemungkinan untuk menyunting dan memperbaiki ingatan manusia.

Ketika pemahaman mendasar kita soal bagaimana ingatan dibuat, disimpan, dan diputar kembali sangat terbatas, dua tim ilmuwan yang bekerja secara terpisah membuat terobosan di bidang pengkajian ingatan.

Kedua tim itu berhasil menanamkan false memory, mengubah perasaan yang menempel pada ingatan-ingatan yang menyebabkan trauma, dan mengembalikan kemampuan untuk membentuk ingatan jangka panjang. Percobaan ini berhasil pada otak tikus dan hewan lainnya yang telah rusak.

Ada satu manusia telah mencapai fase percobaan. Dan meski perkembangan terbaru ini membutuhkan waktu yang lama sebelum nanti beredar di pasaran, mereka mengarah pada masa depan di mana kemanusiaan akan memiliki kuasa atas ingatan—berkuasa atas demensia dan PTSD, atau bahkan memperbaiki fungsi kesehatan ingatan otak.

Ketertarikan ilmuwan pada bidang ingatan sebetulnya berlangsung sejak lama. DARPA (Lembaga Pertahanan Amerika Serikat) telah berinvestasi sebesar USD 80 juta (sekitar Rp1,7 triliun) untuk mengembangkan ingatan prostetik nirkabel, untuk membantu orang-orang yang menderita memory loss sebagai hasil dari TBI (cedera otak traumatis): sebuah kondisi yang semakin umum di kalangan personel militer.

Di saat bersamaan, sebuah perusahaan startup bernama Kernel telah mempekerjakan ilmuwan ternama, membantu mengembangkan alat ingatan prostetik untuk penggunaan komersil.

Kernel membayangkan suatu masa di mana segala teknologi penyuntingan ingatan dapat diakses secara luas, bagian dari masa depan, di mana kepingan ingatan silikon ditawarkan bukan hanya sebagai perawatan medis, tetapi juga sebagai peningkatan fungsi kognitif otak yang tersedia kapan saja.

Seiring perkembangan teknologi, muncul pertanyaan etis dan teknis mengenai alat-alat tersebut: bagaimana teknologi tersebut bekerja, dan siapakah yang sebaiknya memiliki akses terhadap alat-alat tersebut? Bolehkah seseorang menyunting ingatan dan "diri" mereka? Apa yang terjadi ketika proses manusia mengingat sudah dimediasi oleh mesin?

Dua ilmuwan yang disebut tadi adalah Steve Ramirez dan Bryan Johnson. Steve Ramirez adalah seorang ilmuwan syaraf di Harvard, yang telah berhasil menanamkan false memory pada otak tikus. Sementara Bryan Johnson adalah pakar teknologi sekaligus pendiri Kernel.

Pada tahun pertamanya di program PhD sains syaraf MIT, Ramirez galau berat setelah putus cinta. Ketika dia memakan banyak es krim dan menyetel lagu-lagu Taylor Swift, dia jadi kepikiran bagaimana ingatan bahagia tentang mantannya jadi amat menyebalkan dalam semalam.

Dia tahu perasaan sedih—komponen emosional dalam ingatan—dan informasi tentang mantannya—bagian konten ingatan—berasal dari bagian otak yang berbeda. Dia jadi penasaran, bagaimana jika dia bisa memisahkan keduanya?

"Bukannya saya jadi punya ide eksperimentasi dari pengalaman itu," ujar Ramirez. Namun memang, pengalaman pada masa-masa itu membuatnya memikirkan komponen-komponen yang membentuk ingatan, dan tentang bagaimana tingkatan emosional ingatan dapat berubah seiring waktu.

"Bayangkan ingatan sebagai sebuah sketsa di buku mewarnai," ujar Ramirez, "dan emosi seperti warna-warna yang mewarnai ingatan-ingatan tertentu. Dan mereka semua berkaitan erat."

Bagi Ramirez dan mendiang rekan penelitinya, Xu Liu, langkah pertama meneliti elemen-elemen berbeda pada ingatan adalah menemukan lokasi fisik dari ingatan-ingatan itu sendiri. "Ide ini telah beredar di bidang kami untuk waktu yang lama," lanjut Ramirez, "ide bahwa ingatan meninggalkan implan, sebuah perubahan fisik—terkadang mereka menyebutnya jejak."

Tetapi Ramirez dan Liu adalah yang pertama menunjukkan dengan tepat "jejak" tersebut, dan mengaktifkan ingatan dari dalam otak tikus. Proses yang mereka coba replikasi terjadi secara alamiah setiap saat—beberapa stimulan memicu riam ingatan dan asosiasi.

"Kalau kamu pergi keluar rumah dan berjalan melewati toko roti, kamu mungkin mencium bau cupcake yang mengingatkanmu pada ulang tahunmu ke-18," ujar Ramirez. "Kami ingin melakukan itu dari dalam otak."

Ramirez dan Liu menggunakan laser. Mereka memulai percobaan dengan tikus, menggunakan virus yang direkayasa secara genetik untuk "mengelabui" sel otak yang diasosiasikan dengan pembentukan ingatan, agar sensitif terhadap cahaya pada momen-momen tertentu.

Lalu, setelah membuat sel-sel cahaya ini sensitif, mereka memberi setruman lembut pada kaki tikus, untuk menyandi ingatan syok tersebut. Setelah mengejutkan si tikus, mereka menembakkan laser kepada unduk-unduknya, ke area otak berbentuk kacang mete yang penting bagi penyandian ingatan.

Mereka berteori bahwa cahaya laser akan mengaktivasi hanya sel-sel yang sensitif terhadap cahaya, yang diasosiasikan dengan ingatan kaki-disetrum dan memicu ingatan-ulang.

Ternyata berhasil. Ketika Ramirez menembakkan laser pada unduk-unduk tikus, hewan tersebut menunjukkan perilaku ketakutan klasik, yang seakan-akan mengalami kembali ingatan kaki-disetrum di awal.

Baca lanjutannya: Kini Ada Teknologi yang Bisa Mengedit dan Menghapus Kenangan (Bagian 2)

Related

Technology 7184544674648617222

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item