Mengapa Startup Unicorn Bisa Bubar di Tengah Jalan?

Naviri Magazine - Usaha rintisan atau startup bisa menjadi jalan pintas menjadi perusahaan besar, setelah adanya kucuran dana dari investor. Kucuran dana itu pula yang bisa membawa sebuah startup menjadi unicorn, sehingga bisa dibilang stabil dalam urusan finansial.

Meski begitu, startup unicorn tidak terjamin pasti langgeng. Kenyataannya, ada startup unicorn yang justru kolaps di tengah jalan.

Kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan startup sekelas unicorn sebenarnya bukan hal yang baru. Lihat saja nasib Tink Labs. Unicorn asal Hong Kong ini mengumumkan untuk menutup operasinya pada 31 Juli 2019.

Sebelum menutup operasinya, perusahaan yang memiliki valuasi senilai US$1,5 miliar ini sudah terlebih dulu memberhentikan karyawannya secara diam-diam, sebagaimana dilansir dari Financial Times.

Unicorn lainnya adalah Honestbee. Perusahaan asal Singapura yang bergerak di bidang pengiriman barang ini juga memangkas ratusan karyawan, dan bahkan menutup operasi secara sementara di sejumlah negara, seperti Hong Kong dan Indonesia, dilansir dari Techrunch.

Gelar unicorn memang tidak menjamin keberlangsungan usaha. Unicorn justru rentan dengan persoalan, terutama jumlah pengguna. Bahkan, perusahaan kakap seperti Google dan Facebook pun mencantumkan jumlah pengguna sebagai risiko.

Selain itu, perusahaan digital juga masih bergantung pada masuknya pendanaan. Saat mereka memiliki pengeluaran tetap berupa operasional dan promosi tiap bulannya, pendanaan dari dalam atau luar terkadang tidak semulus yang dikira. Terakhir, perusahaan digital juga lebih mudah jatuh ketimbang perusahaan konvensional.

Sebab, perusahaan digital umumnya tak memiliki aset yang bisa dijual sewaktu-waktu, guna mengimbangi kondisi keuangan perusahaan.