Panduan Menjalani Hidup dengan Takwa, dan Meninggalkan Perbuatan Tercela

Panduan Menjalani Hidup dengan Takwa, dan Meninggalkan Perbuatan Tercela, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Selain mengerjakan amal saleh, yang tidak kalah penting adalah menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Yang dimaksud perbuatan tercela meliputi keharaman dan kemakruhan. Meninggalkan keharaman adalah wajib, sedangkan meninggalkan kemakruhan adalah sunah. Demikian pula dianjurkan untuk meminimalisasi perkara mubah yang tidak ada manfaatnya.

Para ulama salaf sangat berhati-hati menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Bagi mereka, yang urgen tidak hanya meninggalkan keharaman dan kemakruhan, namun perkara-perkara mubah yang dapat melalaikan. Sebab, perbuatan maksiat akan menciptakan noda hitam di hati sehingga menjadikannya keras, enggan menerima kebenaran, dan malas beribadah.

Oleh karenanya, mereka sangat menjaga betul kualitas makanan yang dikonsumsi, bahkan rela riyadlah (tirakat), misalnya dengan cara puasa mutih (hanya makan nasi tanpa lauk pauk), puasa bila ruh (meninggalkan makanan-makanan yang bernyawa atau yang berbahan darinya), ngerowot (meninggalkan makanan pokok yang lazim dikonsumsi dengan diganti makanan jenis lain), dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan oleh mereka untuk meningkatkan kejernihan hati.

Semakin berhati-hati dalam menjaga diri dari perbuatan yang diharamkan, semakin tinggi pula kedudukan seorang hamba di sisi-Nya. Oleh karenanya, ulama membagi derajat wira’i (menjaga diri dari keharaman) menjadi empat tingkatan.

Pertama, wira’inya orang-orang adil, yaitu dengan cara meninggalkan keharaman-keharaman sesuai petunjuk fatwa para pakar fiqh.

Kedua, wira’inya orang-orang saleh, yaitu meninggalkan kemurahan-kemurahan dengan memilih hukum-hukum yang berat.

Ketiga, wira’inya orang-orang bertakwa, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah yang berpotensi mengantarkan kepada keharaman.

Keempat, wira’inya orang-orang yang jujur, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah secara total, meski tidak berpotensi mengantarkan pada keharaman. Seluruh waktunya bernilai ibadah, tidak satu pun hampa tanpa diisi dengan ibadah.

Syekh Abu Said al-Khadimi berkata: “Ketahuilah bahwa wira’i memiliki empat derajat. Pertama, wira’inya orang-orang adil, yaitu (meninggalkan) perkara haram sesuai fatwa-fatwanya para pakar fiqih.

“Kedua, wira’inya orang-orang saleh, yaitu menahan diri dari keharaman, meski seorang mufti memberi kemurahan (hukum).

“Ketiga, wira’inya orang-orang bertakwa, yaitu (meninggalkan) perkara yang tidak haram dari sudut pandang fatwa dan tidak ada kesamaran dalam kehalalannya, namun dikhawatirkan akan mengantarkan pada perbuatan yang dikhawatirkan. Wira’i jenis ini adalah meninggalkan perkara yang tidak berbahaya, karena khawatir terjerumus kepada perkara yang berbahaya.”

Related

Moslem World 8879897786816667983

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item