Perjalanan Ruh Manusia dari Saat Kematian Sampai Alam Kubur (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2020/02/ruh-manusia-page-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Perjalanan Ruh Manusia dari Saat Kematian Sampai Alam Kubur - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Maka ditulislah nama hamba tersebut pada ‘illiyyin. Lalu dikatakan kepada mereka: “Kembalikanlah dia ke bumi. Sebab, Aku berjanji kepada mereka: darinya Aku menciptakan mereka. Ke sana Aku mengembalikan mereka. Dan darinya Aku mengeluarkan mereka lagi.”
Hal itu sebagaimana dilansir dalam Al-Qur’an:
Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain. (QS Thaha [20]: 55).
Setelah melewati perjalanan langit dan namanya dicatat dalam illiyyin, ruh itu dikembalikan ke bumi dan dimasukkan lagi ke jasadnya. Sehingga, dia bisa mendengar kembali suara sandal kawan-kawannya yang meninggalkan kuburnya, dan pulang ke rumah masing-masing.
Setelah ruh itu dikembalikan ke dalam jasad yang ada di dalam kubur, maka hanya Allah yang maha mengetahui cara mengembalikannya. Sebab, keadaan alam kubur atau alam barzakh tidak seperti keadaan di dunia. Selanjutnya, dia akan didatangi oleh dua malaikat yang berteriak keras dan kasar. Didudukkanlah hamba tersebut oleh mereka, lalu ditanya tentang empat hal.
Pertanyaan pertama adalah tentang Tuhan yang disembahnya semasa di dunia. Keduanya bertanya, “Siapakah Tuhanmu?” Maka hamba itu menjawab, “Tuhanku adalah Allah.”
Pertanyaan kedua adalah tentang agama yang dipeluk dan mengajarkan dirinya beribadah kepada Tuhannya. Maka hamba itu menjawab, “Agamaku adalah Islam.”
Pertanyaan yang ketiga adalah tentang rasul yang diutus di tengah umat Islam dan menjadi panutannya. Maka dia akan menjawab, “Rasulku adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Dan pertanyaan yang keempat adalah tentang amal-amalnya semasa di dunia. Maka dia akan menjawab, “Aku membaca Kitabullah, beriman kepadanya, bersedekah, dan lainnya.”
Pertanyaan-pertanyaan di atas mencerminkan fitnah (ujian) kubur, sekaligus fitnah terakhir yang dihadapkan kepada seorang mukmin. Saat itu, tidak berguna sedikit pun kecerdasan, tipu daya, dan cara lain untuk menyelamatkan dirinya.
Andai ada orang kafir yang menghafal jawaban-jawaban itu dengan benar di dunia, maka jawaban-jawaban tersebut tidak akan keluar sesuai dengan yang diinginkan. Sebab, orang yang diberi pertolongan untuk memberikan jawaban yang benar hanyalah orang mukmin yang ditetapkan Allah, keimanan dan amal salehnya. Sehingga dia bisa menjawab dengan benar.
Hal itu sejalan dengan firman-Nya: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu, dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (QS Ibrahim [14]: 27).
Di sanalah seorang hamba diuji dan diselamatkan dari ujiannya. Namun, itu semua berkat hidayah Allah dan keimanannya, sehingga bisa memberi jawaban yang benar sesuai dengan keadaannya semasa di dunia. Setelah itu, terdengar suara panggilan dari langit yang membenarkan apa yang disampaikannya, memerintah para malaikat untuk mengubah kuburannya menjadi salah satu taman surga.
Lalu terdengarlah suara dari langit, “Hamba-Ku itu benar. Maka hamparkanlah sebuah taman dari surga untuknya. Berilah pakaian dari surga untuknya. Bukalah sebuah pintu ke surga untuknya.” Maka datanglah aroma wangi dari surga kepadanya. Dan dilapangkanlah kuburannya, sejauh mata memandang.
Hilang seruan itu, datanglah kepada hamba tersebut seorang laki-laki atau seorang yang menyerupai sosok laki-laki. Laki-laki itu berwajah tampan, berpakaian bagus, dan beraroma wangi. Kemudian, laki-laki itu menyampaikan kabar gembira yang menenangkan hatinya.
Dalam hadits ditegaskan, “Datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan bertubuh wangi. Dia berkata, ‘Gembirakanlah dirimu dengan kabar yang menenangkanmu. Gembirakanlah dirimu dengan kabar tentang keridaan Allah dan surga-surga yang berisi aneka kenikmatan abadi di dalamnya. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu.’”
Sang hamba pun mencoba mencari tahu siapa sesungguhnya laki-laki yang memberikan kabar gembira kepada dirinya. Dia lalu bertanya, “Semoga Allah memberikan kabar baik kepadamu, siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan.”
Namun belakangan sang hamba tahu bahwa laki-laki pembawa kabar gembira itu adalah amal saleh yang pernah dikerjakannya selama di dunia. Sementara harta kekayaan, keluarga, dan anaknya tak lagi di sampingnya. Yang tertinggal adalah amal baik yang membawa kabar gembira baginya, menemani dirinya dalam kuburnya.
Maka sosok yang diserupakan dengan sosok laki-laki itu menjawab, “Aku adalah amal salehmu. Demi Allah, aku tidak mengetahuimu kecuali dulu engkau bergegas menaati Allah, namun lamban dalam melakukan kemaksiatan. Semoga Allah membalas kebaikanmu.”
Di samping itu, Allah juga menjelaskan bagaimana keadaan yang akan dihadapi seorang hamba pada hari kiamat, baik hamba yang mukmin maupun hamba yang kufur. Bagaimana nasib mereka kelak pada hari itu berkat keimanan dan kesalehan masing-masing. Seperti yang diungkap dalam hadits, pada hari itu, sebuah pintu dari surga akan dibukakan untuk hamba yang mukmin.
Sesungguhnya, seorang hamba mukmin akan mengetahui sejauh mana nikmat Allah kepada dirinya. Bagaimana pula keadaannya jika tidak ditunjukkan kepada jalan Islam setelah melihat tempatnya di dalam surga kenikmatan.
Karenanya tidak heran, setelah melihat kenikmatan yang menanti dirinya di negeri keabadian, seorang hamba sampai meminta disegerakan kiamat kepada Tuhannya. Tujuannya agar dia bisa segera menempati negeri tersebut, menikmati apa yang dijanjikan Allah di dalamnya.
Maka disampaikanlah kepadanya, “Tenanglah. Segala sesuatu telah ditetapkan waktunya. Ketika waktu itu datang, maka apa yang ditetapkan Allah pasti akan terjadi.”
Demikianlah yang terjadi pada seorang hamba mukmin, mulai dari sakaratul maut (sekarat) hingga datang tuntutan untuknya agar senantiasa tenang dalam kubur, sampai tiba waktu yang telah ditetapkan Allah (kiamat), berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sahih. Wallahu a’lam.