Kisah Dokter yang Terpaksa Pakai Jas Hujan di Rumah Sakit, Demi Cegah Penularan Corona

Kisah Dokter yang Terpaksa Pakai Jas Hujan di Rumah Sakit, Demi Cegah Penularan Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Tenaga medis menjadi garda terdepan melawan virus corona. Setiap hari, dokter, perawat, hingga seluruh pekerja di rumah sakit, bertahan untuk merawat pasien COVID-19 untuk bisa kembali sembuh.   

Untuk 'berperang' melawan virus, seluruh tenaga medis seharusnya dibekali amunisi yang cukup. Alat Pelindung Diri (ADP) mulai dari masker, hazmat, kacamata pelindung (goggle), pelindung wajah (face shield) hingga sarung tangan, harus disiapkan rumah sakit.   

Sayangnya, saat ini, banyak rumah sakit kekurangan APD. Di tengah wabah corona, seluruh dokter seharusnya mendapatkan alat pelindung.   

Seperti yang dirasakan dr Firmansyah Muhammad. Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi ini mengaku ingin membeli jas hujan sekali pakai, untuk melindungi diri dari pasien di saat praktik.   

"Seharusnya kan memang semua dokter dilengkapi APD dari kaki sampai ujung kepala, saya bahkan cuma dapat masker. Kalau rumah sakit tidak ada, saya berencana mau membeli jas hujan untuk sekali pakai," ujar Firman.   

"Ya, karena kita enggak tahu, pasien yang kita tangani ini apakah negatif atau carrier, sudah ada virus corona di dalam tubuhnya," sambung Firman.   

Firman mengatakan, belum ada penelitian yang menyebut apakah jas hujan efektif digunakan sebagai APD darurat. Namun, ia terpaksa membelinya karena belum ada kejelasan kapan baju hazmat (gown) tambahan akan dikirim ke rumah sakit. Sehingga, jas hujan hanya digunakan untuk mencegah droplets (partikel cairan tenggorokan).   

"Gown itu paling murah harganya Rp 300 ribuan, itu memang single use, satu kali pakai. Bisa dibayangkan, satu orang pakai itu terlalu besar [dananya]. Dan dananya masih dibiayai masing-masing RS, bahkan masih ada yang dana pribadi dokter itu sendiri," tutur dokter yang praktik di Jakarta dan Bekasi ini.
 
Meski begitu, Firman menyebut, rumah sakit tempat ia praktik sudah mengantisipasi penyebaran virus. Misalnya, membuat jarak antara pasien dan dokter sekitar 1 meter, hingga penyemprotan disinfektan untuk setiap ruangan dan poliklinik.   

"Karena walaupun kita masih tetap di poli, ada jarak 1 meter antara pasien ke dokter. Ruang tunggu poliklinik, ruang daftar atau obat, sudah dibuat jarak minimal 1 meter," ungkapnya.   

"Kita nggak tahu pasien yang masuk ke RS pasien apa. Apalagi yang di-screening sekarang hanya suhu tubuh. Screening di bawah 37,5 derajat nggak ditanya macam-macam, apakah kontak di daerah terkena virus, kontak dengan pasien positif, nggak pernah ditanya. Pasien carrier bisa tanpa gejala (asymptomatik)" tuturnya.   

Firman berharap pemerintah segera bergerak cepat mendistribusikan APD untuk tenaga medis. Sebab hingga saat ini, belum ada kejelasan kapan APD tersebut didistribusikan pemerintah.   

"Untuk saat ini kita masih menunggu kiriman APD yang benar-benar memenuhi syarat keselamatan dari pemerintah. RS saya bekerja masih menyediakan masker bedah untuk digunakan saat praktik, tapi gown, goggle dan face shield, masih belum tersedia. Sedangkan pasien, jika batuk atau bersin, bisa terkena wajah, mata atau tubuh kita yang lain, bagaimana kita bisa melindungi diri kita sendiri?" imbuhnya.   

"Dokter paling berisiko membawa penyakit pada saat pulang ke rumah, bertemu dengan anak-anak dan istri. Untuk mengantisipasinya, setiap pulang dari RS harus langsung ke kamar mandi, jangan langsung pegang anak, duduk atau menyentuh barang apa pun di dalam rumah sebelum mandi. Baju kotor pun dipisahkan dari baju yang lain," tuturnya.

Banyak dokter dan perawat yang terpaksa pakai jas hujan 

Jas hujan sekali pakai yang digunakan para tenaga medis sebelumnya sudah viral di media sosial. Keputusan ini dilakukan, karena mereka mengaku kekurangan stok gown (hazmat). Kejadian itu tersebar di Tasikmalaya, Bogor, Makassar, Sukabumi, hingga Padang. 

Menurut pengakuan perawat dan dokter yang bekerja di salah satu Puskesmas di Bogor, stok masker menipis dan alat pelindung diri habis. Oleh sebab itu, para perawat terpaksa menggunakan jas hujan sebagai pengganti APD. 

Seorang perawat mengatakan, ia membeli sendiri jas hujan pengganti APD seharga Rp 12.000 di minimarket, dan ia harus membeli setiap hari, tiap bertugas di puskesmas. 

Begitu pula yang dialami petugas medis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M. Djamil Padang. Mereka terpaksa menggunakan jas hujan plastik untuk menangani Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19.

Pemerintah akan menambah stok alat medis bagi masyarakat dan petugas medis. Jubir pemerintah dalam penanganan virus corona di Indonesia, Achmad Yurianto, mengatakan, saat ini pemerintah telah menyiapkan lebih dari 10 ribu alat pelindung diri (APD) bagi petugas medis yang menangani pasien virus corona. 

"APD 10 ribu lebih, masker lebih dari 150 ribu, sarung tangan," ungkap Yuri saat konferensi pers di Jakarta. "Posisi logistik kita cukup."

Baca laporan lengkap » Data, Fakta, dan Perkembangan Wabah Corona.

Related

News 2042933563192391702

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item