Sampah Terbesar di Indonesia ternyata Berasal dari Sisa Makanan Rumah Tangga

Sampah Terbesar di Indonesia ternyata Berasal dari Sisa Makanan Rumah Tangga, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyarankan pemilahan sampah harus dilakukan melalui rumah tangga. Hal ini karena 62 persen sampah yang ada di Indonesia berasal dari rumah tangga.

Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 KLHK, Haruki Agustina, menerangkan hal itu dalam diskusi ‘Perempuan Pengelola Sampah Selamatkan Bumi’, di Gedung Manggala Wanabakti.

“Karena paling banyak berasal dari rumah tangga, maka harus ada pengelolaan yang baik di rumah tangga,” ujar Haruki.

Berdasarkan sumber timbunan sampah 2018, rumah tangga menjadi penyumbang terbesar, yaitu 62 persen, diikuti pasar tradisional 13 persen, pusat perniagaan 7 persen, kantor 5 persen, kawasan 4 persen, fasilitas publik 3 persen, dan sisanya 6 persen berasal dari lainnya.

Sedangkan dari komposisi sampahnya, pada tahun yang sama, yang paling banyak adalah sampah sisa makanan sebanyak 44 persen. Sisanya adalah plastik 15 persen, kertas 13 persen, kain atau tekstil 3 persen, logam 2 persen, karet atau kulit 2 persen, kaca 2 persen, dan lainnya 8 persen.

Haruki, yang juga Dosen Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia, mengatakan, peran ibu-ibu menjadi sangat signifikan dalam penanganan sampah.

“Mengapa perempuan? Karena perempuan sebagai manajer dalam rumah tangga, lebih mempunyai kuasa, perempuan sebagai influencer dalam rumah tangga,” kata Haruki.

Kebijakan dan dasar hukum dalam pengelolaan sampah, Haruki mempertegas, tercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

Selain itu, juga Perpres Nomor 97 Tahun 2012 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Wilma Chrysanti, dari LabTanya yang juga mengkampanyekan Kota Tanpa Sampah, sependapat dengan Haruki dalam pengelolaan sampah. “Menurut saya, sampah sebagai indikator bermasalah dan buruknya itu jika dilihat dari sistem produk dan konsumsi kita,” kata Wilma.

Kota Tanpa Sampah merupakan salah satu unit riset yang mengembangkan eksperimen bersama yang bersifat penelitian partisipatif, atau seperti konsultan warga. Wilma melanjutkan, karena sadder dengan adanya proses pra prodursi dan produksi, maka dirinya mensosialisasikan strategi 3 pintu.

“Artinya, pertama pintu depan, ini sebelum kita memproduksi sampah. Kedua pintu Tengah, saat memproduksi sampah, dan ketiga pintu belakang setelah memproduksi sampah,” tutur dia. “Sehingga kita bisa sadar dalam mengelola sampah.”

Related

News 7911556554584661650

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item