Menelusuri Asal Usul Istilah ‘Puasa’ dan ‘Ramadhan’ (Bagian 2)

Menelusuri Asal Usul Istilah ‘Puasa’ dan ‘Ramadhan’, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Menelusuri Asal Usul Istilah ‘Puasa’ dan ‘Ramadhan’ - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Meskipun begitu, kitab-kitab tersebut tetap menggunakan kedua diksi tersebut dalam sub-sub judul tentang puasa, tentu dengan kadar yang berbeda-beda. Ragam pemaknaan ini sebenarnya bisa diurai titik temunya dengan melihat makna dasar kedua kata tersebut, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Kata shaum bersifat umum, apa pun bentuk puasa bisa disebut shaum, sedangkan shiyam lebih bersifat khusus dalam aspek ruh maknanya. Hal ini perlu ditekankan karena perbedaan makna tetap saja ada dalam sinonim sekalipun, bukan pada redaksi pemaknaannya, tetapi pada aspek puasa yang syari’dengan segala aturannya, sehingga digunakan Allah Swt. dalam Al-Baqarah ayat 183 dan 187.

Berbeda dengan makna shaum atau shiyam secara etimologi, dalam lingkup syri’at atau disiplin fiqih, kedua kata tersebut secara istilah tidak menimbulkan perbedaan yang berarti. Shaum atau shiyam dalam fiqih Islam dimaknai sebagai aktivitas menahan diri, dengan disertai niat, dari makan, minum, berhubungan badan, dan segala hal yang membatalkan, sejak terbitnya fajar sampai terbenam matahari.

Mungkin saja dari sudut pandang tasawuf berbeda dan lebih dalam dengan menyentuh aspek etik sufistik, tetapi hal tersebut tidak dapat melepaskan diri dari makna puasa di atas yang lebih bersifat fisik.

Ramadhan 

Puasa dalam Islam memiliki banyak ragam, tetapi hanya puasa Ramadhan yang menyimpan segala macam kepentingan nilai politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Puasa Ramadhan juga mampu menciptakan kondisi psikologis jiwa-jiwa manusia yang “berbeda” dalam kurun waktu sebulan saja, dan mayoritas dari mereka kembali ke “habitat” karakter aslinya di sebelas bulan lainnya.

Oleh karena itu, Ramadhan merupakan bulan “perbaikan diri”, untuk menghindari label negatif sebagai bulan kepura-puraan.

Tradisi puasa bukan hanya dalam Islam, sudah ada sejak sebelum Islam hadir. Bahkan sebagaimana pada kutipan hadits di atas, Nabi Daud memiliki tradisi sehari puasa sehari tidak. Bangsa Mesir, Yunani, Romawi, Cina, dan lainnya juga memiliki tradisi puasa dengan tata cara dan tujuan yang berbeda-beda.

Begitu pula kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka memiliki tradisi puasa juga. Kaum Quraisy pada masa Jahiliyah juga melakukan puasa ‘Asyura sebagaimana kaum Yahudi.

Puasa ‘Asyura juga dilakukan oleh Rasulullah sebelum saat di Makkah dan di Madinah. Namun, setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura menjadi kesunnahan saja.

Puasa Ramadhan dalam Islam diwajibkan pada tahun 621 Masehi atau tahun kedua setelah hijrah, atau tahun ke-14 pasca kenabian. Ini ditandai dengan turunnya Surat al-Baqarah ayat 183 di Madinah, sebagaimana termaktub dalam kitab Tarikh Tasyri’ Alislamy karya Muhammad bin ‘Afifi al-Bajury, yang dikenal dengan nama Muhammad Khudory Bik (1872–1927 M).

Bulan Ramadhan yang tersebut satu kali di dalam Al-Qur’an, sudah ada sebelum Islam datang atau masa Jahiliyah, karena penamaan bulan-bulan hijriah mengadopsi tradisi penanggalan bangsa Arab pra-Islam. Bulan Ramadhan pada masa Jahiliyah merupakan bulan mulia bagi masyarakat Jazirah Arab.

Kholil Abdul Karim (1930-2002 M), dalam al-Judzûr at-Aurikhiyah lis Syariu’ah al-Islâmiyah, mengatakan bahwa kakek Rasulullah dan paman Umar bin Khattab, yaitu ‘Abdul Muththalib dan Zaid bin Amr bin Nufail, selalu ber-tahannuts (ibadah) di gua Hira pada sertiap bulan Ramadhan, bersedekah, dan berderma makanan.

Tradisi tahannuts ‘Abdul Muththalib ini kemudian ditiru oleh cucunya, sampai datangnya wahyu pertama kali, yang juga turun pada saat bulan Ramadhan.

Secara bahasa, dalam kamus al-’Ayn dan al-Mu’jam Al-Wasith, Ramadhan berarti panasnya batu karena sengatan sinar matahari, panas yang membakar, dan hujan yang turun sebelum musim gugur. Jadi Ramadhan lekat dengan arti panas karena memang penamaan bulan-bulan Arab pra-Islam didasarkan pada realitas sosial dan cuaca geografisnya.

Sekitar dua abad sebelum Islam, Kilab bin Murroh, salah satu leluhur Nabi Muhammad, mengusulkan penamaan bulan-bulan dalam sistem penanggalan bangsa Arab. Salah satu dari nama bulan tersebut adalah Ramadhan.

Ahmad Arif Hijazi Abdul Alim, dalam Asmâus Syuhur al-’Arabiyah, berpendapat bahwa penamaan bulan-bulan hijriyah ada yang berlatar belakang religi (Muharam dan Dzul Hijjah), sosial (Safar, Sya’ban, Syawwal, Dzul Qa’dah), sosial-religi (Rajab), sosial-ekologis (Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumada Ula, Jumada Tsaniyah).

Sementara itu, latar belakang penamaan bulan Ramadhan bersifat ekologis-geografis, sesuai dengan kondisi cuaca musim panas di kawasan Arab waktu itu yang dikenal dengan istilah ramdha, satu akar kata dengan Ramadhan.

Selain itu, mengutip Imam Qurthubi, Ramadhan juga disebut sebagai bulan pemanasan, dengan mengasah senjata sebagai persiapan untuk perang di bulan Syawal, sebelum masuk tiga bulan suci setelahnya yang disepakati haram perang.

Alasan-alasan penamaan Ramadhan di atas dipandang lebih rasional karena bersumber dari realitas geografis dan sosial bangsa Arab pra-Islam, meskipun tidak sesuai dengan realitas masa kini. Ramadhan zaman kiwari tidak selalu bertepatan dengan pada musim panas, karena Ramadhan berpatokan pada pergerakan bulan, bukan matahari.

Oleh karena itu, agar makna Ramadhan memiliki korelasi dengan makna dasarnya, ada beberapa alasan baru yang cenderung agamis karena kewajiban puasa di bulan tersebut, meskipun secara bahasa dapat diterima.

Di antara argumentasi tersebut adalah karena Ramadhan merupakan bulan pelebur dan pembakar dosa-dosa, atau karena pencernaan orang yang berpuasa terasa panas lantaran lapar dan dahaga, dan ada pula yang menganggap bahwa Ramadhan adalah salah satu nama Allah Swt., sehingga masyarakat Arab pra-Islam sangat hati-hati dan menghindari penggunaan kata Ramadhan disandingkan dengan diksi syahr (bulan).

Related

Moslem World 8580224993319132244

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item