Setelah Wabah Corona Usai, Apa yang Akan Terjadi Pada Dunia dan Manusia?

Setelah Wabah Corona Usai, Apa yang Akan Terjadi Pada Dunia dan Manusia? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Pandemi ini memperlakukan manusia dengan tidak setara. Sebagian orang mengisolasi diri di rumah dengan taman yang nyaman dan kolam renang, sebagian lagi hanya bisa menatap dinding dan jendela.

Beberapa kajian menyebutkan orang-orang yang kehilangan pekerjaan saat ini adalah kelompok rentan yang sebelum pandemi sudah berpendapatan lebih rendah. Buat pekerja harian, karantina ini artinya tidak bisa makan.

Krisis ini berpotensi membuat orang miskin bertambah miskin, tetapi juga bisa berarti momen perubahan.

Krisis finansial tahun 2008 mendorong pembentukan jaring pengaman sosial di Brasil. Krisis finasial di Asia Tenggara 1997 ikut berperan menjatuhkan Presiden Soeharto, dan mendorong pembentukan sistem jaminan kesehatan universal di Thailand.

Depresi Besar di Amerika Serikat tahun 1930-an memicu sistem kesejahteraan sosial. Perang Dunia Kedua menjadi pencetus Badan Kesehatan Nasional Inggris atau NHS.

Krisis bisa mendorong masyarakat melakukan sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya. Bisakah krisis kali ini mendorong kita membuat dunia jadi lebih adil?

Kehilangan jutaan dolar

Tahun 2015, Direktur Utama perusahaan bernama Gravity Payment, Dan Price, memotong gajinya sendiri satu juta dolar, agar bisa membayar upah terendah stafnya, US$70.000 setahun.

Langkah ini sukses. Jumlah karyawannya meningkat, dan mereka lebih bahagia dan bekerja lebih giat. Para karyawan bisa membeli rumah dan memutuskan punya anak, keuntungan meningkat.

Lalu dunia tiba-tiba berantakan seperti sekarang.

Dalam percakapan video minggu lalu dengan BBC, Dan Price tampak lelah. Ini saat-saat penuh tekanan. “Saya tak pernah sakit kepala atau mengalami yang seperti ini,” katanya. “Dan sekarang saya sakit kepala lima minggu.”

Kantor Gravity ada di Seattle, salah satu tempat paling terdampak Covid-19. Mereka melakukan proses pembayaran kartu kredit untuk usaha kecil dan menengah, dan mengambil komisi dari pembayaran itu.

Klien Gravity kebanyakan bar, toko-toko, café dan restoran kecil, yang sangat terpukul oleh perintah untuk tinggal di rumah saja. Dan Price mengatakan, pendapatan perusahaannya menurun dari empat miliar dolar menjadi dua miliar sebulan.

Perusahaan ini terkenal karena murah hati, maka pengeluaran mereka besar. Jika tak melakukan sesuatu, maka mereka akan merugi satu setengah juta dolar per bulan, dan dalam beberapa bulan akan bangkrut.

Price tak ingin merumahkan pekerjanya, terutama saat mereka sedang benar-benar membutuhkan seperti sekarang ini. Namun ia juga tak mungkin meningkatkan biaya kepada klien mereka, yang juga sedang kepayahan. Ia tak tahu bagaimana mengatasi pilihan sulit ini.

Mendahulukan manusia ketimbang ekonomi

Ketika virus corona menyebar, satu demi satu negara menutup kawasan mereka. Ekonomi terpaksa terhenti, dan pemerintahan menempatkan keselamatan rakyatnya di atas pertumbuhan ekonomi. Semua berharap karantina ini hanya sebentar.

Namun, orang seperti Ugo Gentilini, yang menjadi konsultan Bank Dunia, berharap beberapa langkah pemerintah melindungi rakyat tetap bertahan sesudah karantina usai. Penelitian Ugo memperlihatkan, setiap hari ada program baru diluncurkan pemerintah untuk menolong rakyat termiskin dalam menghadapi pandemi.

Menurutnya, program bantuan langsung tunai di banyak negara menolong 622 juta orang dalam menghadapi pandemi ini. Beberapa negara bekerja keras untuk memastikan bantuan tepat sasaran.

Maroko dan Kolombia membuat video YouTube yang memberi petunjuk tata cara mengakses tunjangan. Di Uganda, perempuan muda yang memberi pelatihan untuk mendapat bantuan tunai, juga turut menjadi penerima.

India akan memberi bantuan langsung tunai kepada 27,5 juta otang yang terdaftar di kementerian tenaga kerja – kalau terbukti mereka tak bisa bekerja karena pandemi. Ibu kota Kolombia, Bogota, memberi bantuan tunai kepada setengah juta rumah tangga, jika mereka patuh pada ketentuan jaga jarak dan bebas dari KDRT.

Ini hanya beberapa dari ratusan skema yang muncul dalam beberapa pekan terakhir. Ugo Gentilini mengatakan, terlalu terburu-buru menilai efektivitas program ini, tapi ia berharap ketika sistem ini sudah ada, maka akan dijadikan permanen.

Ide radikal

“Saat seperti ini kita ingin agar negara lebih aktif,” kata Dorothy Guerrero, aktivis keadilan iklim Global Justice Now. “Seberapa besar kekuasaan negara, kini jadi pertanyaan utama.”

Dorothy sendiri khawatir dampak karantina terhadap orang miskin. Menurutnya, pandemi ini seharusnya mengubah intisari dari ekonomi global.

“Sebelumnya kita dijejali ajaran bahwa kita harus menyerahkan semua kepada pasar. Pasar yang akan mengatur, pasar yang akan mengoreksi, pasar yang akan menyelesaikan masalah,” katanya. “Hampir semua negara sekarang ini tidak membiarkan intervensi pasar, tapi melakukan intervensi negara.”

Ia melihat bangkitnya ide yang selama ini dianggap radikal, yaitu tunjangan penghasilan universal dasar atau universal basic income.

“Ini mungkin saatnya untuk menjalankan upah minimum universal,” katanya, “yang berarti mengakui dan memuliakan tugas-tugas esensial yang kita kerjakan.”

Guerrero juga melihat pekerjaan yang tadinya dianggap “berketerampilan rendah” seperti ekspedisi barang, memetik buah dan sayur, kini jadi sangat penting untuk bertahan hidup.

“Di Italia, pekerja menuntut upah lebih tinggi dan lebih banyak perlindungan,” katanya. “Ini bukan soal kemurahan hati. Saya berasal dari Filipina, dan di sana perawat banyak yang meninggal. Mereka sedang meminta upah lebih tinggi dan perlindungan lebih baik.”

Menurut riset, itulah yang terjadi dengan Flu Spanyol. Pandemi itu memperkuat daya tawar pekerja dibandingkan majikan.

Siapa yang akan membayar?

Kembali ke Dan Price dan Gravity Payment. Price mengumpulkan stafnya dalam rapat, dengan menggunakan panggilan video, 200 orang yang hadir.

Price menyebutkan masalah jurang sebesar US$1,5 juta yang harus ditutup, dan meminta masukan dari karyawan. Katanya, ia tak ingin memecat siapa pun, juga tak ingin menaikkan komisi.

Menurut Jared Spears, seorang karyawan di bagian pemasaran, hampir semua karyawan setuju dengan sikap Price. Sesudah berdiskusi panjang, disepakati untuk pemotongan gaji sukarela dan dilakukan secara anonim.

Awalnya, Direktur Pelaksana, Tammi Kroll, skeptis pada pelaksaan kesepakatan ini. Namun nyatanya penghematan itu berhasil, beberapa bahkan akhirnya pemotongan diperkecil.

“Kami berhasil memotong biaya satu juta dolar dalam waktu kurang dari dua minggu,” kata Price. “Ini mengejutkan.”

Jared Spears tidak kaget, karena katanya apa yang dilakukan karyawan Gravity tidak istimewa. Ia sendiri baru punya bayi dan hanya bisa dipotong gaji 20%. “Pelajaran terpenting dari sini adalah: bicaralah kepada karyawan Anda,” katanya.

Di Twitter, Dan Price setiap hari mencerca para triliuner. Belakangan ia marah kepada paket talangan pemerintah AS yang mendukung pengusaha-pengusaha besar dengan mengorbankan usaha kecil.

Bagi para penentang ketimpangan ekonomi, apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa bulan dan tahun ini sangat penting. Pemerintahlah yang akan menentukan apakah orang kaya, miskin atau kelas menengah, yang akan paling diringankan bebannya di tengah kesulitan ekonomi seperti ini.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

Science 1373405906323851531

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item