Wabah Corona di India: Lockdown Berubah Jadi Tragedi Kemanusiaan (Bagian 2)

Wabah Corona di India: Lockdown Berubah Jadi Tragedi Kemanusiaan naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Wabah Corona di India: Lockdown Berubah Jadi Tragedi Kemanusiaan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Saat krisis memburuk, pemerintah tingkat daerah bergegas untuk mengatur transportasi, tempat tinggal dan makanan. Namun, upaya memindahkan mereka ke desa masing-masing seketika berubah menjadi sebuah mimpi buruk. Ratusan ribu pekerja berdesakan di terminal bus utama di Delhi, saat bus satu per satu datang untuk menjemput mereka.

Ketua Menteri Delhi, Arvind Kejriwa, memohon kepada para pekerja untuk tidak meninggalkan ibu kota. Dia meminta mereka untuk "menetap di mana pun Anda berada, karena dalam kerumunan Anda juga berisiko terinfeksi virus corona."

Ia mengatakan, pemerintah akan membayar biaya tempat tinggal mereka, dan juga mengumumkan pembukaan 568 pusat pembagian makanan di ibu kota.

Perdana Menteri Narendra Modi telah minta maaf atas penutupan "yang telah menciptakan kesulitan dalam hidup Anda, terutama bagi orang-orang miskin", dan menambahkan "langkah-langkah tegas diperlukan untuk memenangkan pertempuran ini."

Apa pun alasannya, Modi dan pemerintah tampak ceroboh akibat tidak mengantisipasi eksodus ini.

Modi tengah sangat responsif terhadap perjuangan pekerja migran India yang berada di luar negeri: ratusan dari mereka dibawa pulang dengan sejumlah penerbangan khusus. Namun, perjuangan para pekerja yang berada di tanah air tampak kontras.

"Keinginan untuk pulang dalam keadaan krisis merupakan hal yang normal. Jika murid, pelancong, peziarah yang terjebak di luar negeri ingin kembali, begitu pula para pekerja di kota-kota besar. Mereka ingin pulang ke desa mereka. Kita tidak bisa membawa sebagian mereka dengan pesawat, sementara membiarkan sebagian lain jalan kaki pulang," kata Shekhar Gupta, pendiri dan redaktur The Print, dalam sebuah cuitan.

Chinmay Tumbe, penulis India Moving: A History of Migration, mengatakan bahwa kota memang menawarkan keamanan ekonomi bagi migran miskin. Namun, kemanan sosial terletak di desa mereka, di mana makanan dan tempat tinggal terjamin.

"Dengan pekerjaan terhenti dan bahkan hilang, mereka sekarang mencari jaminan sosial dan berusaha untuk pulang," katanya.

Memang ada banyak preseden terkait pekerja migran yang beranjak saat krisis - banyak pekerja melarikan diri dari kota saat banjir 2005 di Mumbai. Saat pandemi flu Spanyol pada 1918, setengah dari penduduk kota, yang sebagian besar migran, meninggalkan kota, yang waktu itu adalah Bombay.

Ketika wabah menyebar di India barat pada 1994, terjadi "eksodus oleh ratusan ribu orang dari kota industri Surat (di Gurajat)", kata sejarawan Frank Snowden dalam buku Epidemics and Society. Saat wabah epidemi sebelumnya pada tahun 1896, setengah dari populasi Bombay beranjak kota itu.

Menurut Snowden, tindakan anti-wabah kejam yang diterapkan oleh penguasa Inggris ternyata menjadi "palu godam yang tumpul, bukan instrumen bedah dengan presisi". Mereka telah membantu menyelamatkan Bombay dari wabah itu, tetapi "penduduk yang melarikan diri membawa penyakit itu, sehingga menyebarkannya."

Lebih dari seabad kemudian, kekhawatiran yang sama menghantui India saat ini. Ratusan ribu pekerja asing akan mencapai rumah, baik dengan berjalan kaki maupun bus. Di sana mereka akan pindah ke rumah keluarga bersama mereka, yang seringkali juga dihuni oleh orang tua yang sudah lanjut usia.

Sekitar 56 distrik di sembilan negara bagian India merupakan setengah dari migrasi pekerja pria, menurut laporan pemerintah. Ini berpotensi menjadi titik-titik pusat setelah ribuan pekerja migran pulang.

Partha Mukhopadhyay, seorang peniliti senior di Pusat Penelitian Kebijakan Delhi, menyarankan 35.000 dewan desa di 56 distrik harus cek para pekerja migran yang kembali untuk medeteksi keberadaan virus, dan mengisolasi orang yang terinfeksi di fasilitas-fasilitas lokal.

Pada akhirnya, India menghadapi tantangan yang menakutkan dalam menetapkan karantina wilayah, dan juga menghindari konsekuensi fatal bagi orang miskin dan tunawisma.

Snowden mengatakan bahwa sebagian besar akan tergantung pada apakah konsekuensi ekonomi dan kehidupan dari penutupan dikelola dengan hati-hati, dan memiliki persetujuan rakyat.

"Jika tidak, ada potensi kesulitan yang sangat serius, ketegangan sosial, dan perlawanan." India telah mengumumkan paket bantuan sebesar US$22 miliar bagi mereka yang terkena dampak penutupan.

Beberapa hari ke depan akan menentukan apakah pemerintah dapat mengangkut pekerja ke rumah atau meminta pekerja migran menetap di kota, dan menyediakan makanan dan uang kepada mereka.

"Orang-orang melupakan taruhan besar di tengah drama tentang konsekuensi dari penutupan: risiko jutaan orang meninggal," kata Nitin Pai dari Takshashila Institution, sebuah lembaga kajian terkemuka. "Itu juga, kemungkinan yang terkena dampak terburuk adalah orang miskin."

Baca laporan lengkap » Data, Fakta, dan Perkembangan Wabah Corona.

Related

News 5633430515515090918

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item