Apakah Indonesia Sudah Bisa Mengontrol Persebaran Corona? Ini Faktanya

Apakah Indonesia Sudah Bisa Mengontrol Persebaran Corona? Ini Faktanya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Pandemi corona tampak semakin mengerikan. Saban hari, sekitar pukul 15.30 WIB, pemerintah Indonesia mengumumkan angka yang terus melejit.

Maka, kita bisa menebak dengan mudah. Besok, besoknya lagi, minggu depan, atau bahkan bulan depan, jumlah kasus positif pasti akan terus bertambah. Gugus Tugas COVID-19 bahkan memprediksi ada 95 ribu kasus corona di Indonesia pada akhir Mei 2020. 

Tentu prediksi itu bukan kabar baik. Sejumlah cara untuk meminimalisir penularan corona pun telah dilakukan. Seperti memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Masyarakat kini tak lagi bebas bergerak seperti hari-hari sebelumnya. 

Secara teoritis, kebijakan membatasi pergerakan orang memang mampu membendung penularan corona, bila pembatasan pergerakan dilakukan secara ketat dan disiplin. Tetapi di atas kertas, peningkatan kasus positif akan terus terjadi. Seolah-olah tiap hari akan ada berita buruk soal corona. 

Lantas, bagaimana kita tahu apabila kita telah mengontrol penyebaran corona? 

Aatish Bhatia, seorang fisikawan AS, punya keresahan soal ini. Ph.D dari Departemen Fisika dan Astronomi, Rutgers University, itu mencoba mengambil sudut pandang lain. Ia menggunakan grafik penambahan kasus terhadap total kasus untuk mengukur tren pergerakan penyebaran corona.

Grafik ini memiliki dua kuantitas yang tidak lazim dilihat. Baik sumbu X maupun Y dalam diagram garis diisi satuan yang bersifat logaritmik (10,100, 1.000, dst). Grafik ini digunakan untuk menormalisasi jangkauan nilai yang terlalu ekstrem. Dengan kata lain, nilai data yang terlalu besar atau terlalu kecil dibanding sebaran data yang ada, akan dinormalkan bersesuaian dengan nilai aslinya.

Bhatia bukan cuma menawarkan sudut pandang tersebut. Ia bahkan membagikan metodologi dan sejumlah asumsi matematis yang ia gunakan di channel YouTube Minute Physics. 

Bhatia juga membuat dashboard khusus di https://aatishb.com/covidtrends. Di sana, kita bisa melihat tren pergerakan penyebaran corona di sejumlah negara, termasuk Indonesia. 

Bhatia punya asumsi tentang pentingnya penambahan kasus. Maka, grafik yang ia buat bertumpu pada data total kasus positif dan jumlah kasus baru. Total kasus positif ia letakkan ke sumbu X, sementara jumlah kasus baru per hari untuk sumbu Y. 

Berdasarkan asumsi Bhatia, fase penurunan terjadi saat hasil benturan data penambahan kasus dengan total kasus menciptakan tren menurun. Penambahan data itu sendiri tak melulu harus lebih kecil dari penambahan data sebelumnya. 

Berdasarkan data di dashboard logaritmik Bhatia, Indonesia belum bisa dikatakan memasuki fase penurunan. Sehingga potongan garis antara data harian dan kasus positif masih terlihat linear ke atas. 

Hal yang berbeda terjadi pada Malaysia dan Korea Selatan. Trend corona di dua negara tersebut telah melewati fase puncak untuk kasus yang terdeteksi dari hasil tes.

Di Malaysia, puncak tren corona terjadi pada 20 Maret 2020, dengan total kasus positif 1.183. Setelahnya, garis trennya terus mengalami penurunan. 

Di atas kertas, kasus positif corona Malaysia per 18 April 2020 memang tembus 5.389 kasus. Lima kali lipat lebih banyak dari 20 Maret 2020. Namun berdasarkan skala logaritmik, Malaysia mulai memasuki fase penurunan penyebaran virus. 

Sejak 18 Maret 2020, Malaysia memang sudah memberlakukan lockdown. Orang yang keluar rumah diancam kurungan maksimal 6 bulan penjara.

Di Korsel, tren penurunannya bahkan lebih jelas. Puncak tren corona di negara itu terjadi pada 2 Maret 2020 dengan 5.186 kasus. Setelahnya, garis trennya stabil dan terus menurun.

Apabila menggunakan skala normal, angka positif di Korsel per 18 April 2020 adalah 10.661 kasus. Dua kali lipat lebih besar dan tampak memburuk. Namun melalui skala logaritmik, Korsel sudah berhasil menurunkan penyebaran corona. 

Meski begitu, grafik Bhatia mengandaikan bahwa seluruh data yang dihitung telah sempurna. Sebuah disclaimer pun telah dibuat di channel YouTube Minute Physics. Bahwa data corona setiap negara berbeda-beda. Tergantung seberapa banyak alat tes corona dan tes itu sendiri dilakukan.

Alternatif lain, cara yang bisa ditempuh adalah melihat tingkat kesembuhan di sebuah negara. Semakin tinggi tentu berarti semakin baik negara tersebut dalam menghadapi corona. 

Sedangkan tingkat kesembuhan corona di Indonesia kini mencapai 11,05 persen, masih sangat jauh. Sementara tingkat kematiannya mencapai 8,73 persen. 

Meski begitu, Palang Merah Indonesia (PMI) dan Eijkman Institute for Molecular Biology kini tengah menyiapkan antibodi bagi pasien corona. 

Antibodi tersebut dibentuk dari susunan dasar plasma darah yang diambil dari spesimen penderita COVID-19. Dua atau tiga bulan lagi antibodi itu rampung diselesaikan.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 474145100842586534

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item