Curhat Perawat Corona: Kami jadi Pahlawan, tapi Kini Sudah Dilupakan (Bagian 2)

Curhat Perawat Corona: Kami jadi Pahlawan, tapi Kini Sudah Dilupakan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Curhat Perawat Corona: Kami jadi Pahlawan, tapi Kini Sudah Dilupakan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Dia khawatir akan banyak dokter dan perawat mengalami gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dalam waktu lama setelah pandemi. Inilah saat dampak pengalaman traumatis memengaruhi kehidupan seseorang, kadang-kadang beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian.

Bagi petugas kesehatan, ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk tetap bekerja dengan intensitas dan fokus pekerjaan yang mereka butuhkan.

Pahlawan yang terlupakan

Di seluruh dunia, dokter dan perawat garis depan dipuji sebagai pahlawan karena mempertaruhkan hidup mereka untuk merawat pasien. Tapi di Italia, pujian ini mulai surut.

"Ketika mereka takut mati, tiba-tiba kami semua menjadi pahlawan, tetapi mereka sudah melupakan kami," kata Monica. "Kami akan kembali dilihat sebagai orang yang membersihkan pantat, malas dan tidak berguna."

Di Turin, sejumlah perawat baru-baru ini merantai diri mereka bersama dan mengenakan kantong sampah, referensi bagaimana mereka harus berimprovisasi di bangsal karena kurangnya APD. Mereka melakukan protes menuntut pengakuan atas pekerjaan mereka.

"Pada bulan Maret, kami adalah pahlawan. Sekarang kami sudah dilupakan," seorang perawat berteriak melalui megafon.

Mereka dijanjikan bonus untuk pekerjaan mereka, tetapi hingga kini janji itu belum terealisasi.

Tak ada jalan keluar

Setidaknya 163 dokter dan 40 perawat meninggal akibat Covid-19 di Italia. Empat di antaranya bunuh diri. Namun, banyak petugas kesehatan sekarang merasa seolah-olah pandemi ini tidak pernah terjadi.

"Saya merasa sangat marah," kata Elisa Nanino, seorang dokter yang menangani Covid-19 di rumah perawatan.

Karena karantina wilayah telah dilonggarkan, dia terus-menerus melihat orang-orang minum dan makan bersama tanpa masker wajah dan tidak ada jarak sosial.

"Saya ingin mendatangi mereka dan berteriak di wajah mereka, memberi tahu mereka bahwa mereka membahayakan semua orang," katanya. "Ini sangat tidak sopan bagi saya dan semua kolega saya."

Satu hal yang disetujui oleh semua petugas kesehatan adalah dukungan publik membantu mereka melewati krisis. "Saya bukan pahlawan, tetapi itu membuat saya merasa penting," kata Paolo.

Pengakuan publik adalah cara paling ampuh yang kita miliki untuk membantu petugas kesehatan yang berjuang dengan PTSD, menurut penelitian Barello.

"Kita semua, kita memiliki peran penting sekarang," katanya. "Kita harus memastikan kita tidak lupa apa yang dokter dan perawat lakukan untuk kita."

Tentara dapat meninggalkan medan perang dan menangani trauma mereka di rumah. Tetapi bagi para dokter dan perawat ini, giliran kerja 12 jam berikutnya selalu ada di depan mata. Mereka harus mengatasi semua ini di tempat mereka sangat menderita.

"Saya merasa seperti seorang prajurit yang baru saja kembali dari perang," kata Paolo. "Jelas, saya tidak melihat senjata atau mayat di jalan, tetapi dalam banyak hal, saya merasa seperti berada di parit."

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 8274648555341213708

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item