Fakta di Balik Dugaan Virus Corona COVID-19 Berasal dari Lab Wuhan (Bagian 2)

Fakta di Balik Dugaan Virus Corona COVID-19 Berasal dari Lab Wuhan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Fakta di Balik Dugaan Virus Corona COVID-19 Berasal dari Lab Wuhan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Secara umum, virus yang diklasifikasikan berisiko tinggi memang berbahaya, mengancam jiwa manusia dalam tempo singkat. Namun, dalam kadar tertentu, yang paling berbahaya adalah virus berisiko rendah. Alasannya, jika berisiko rendah, virus akan sangat mungkin mudah menyebar. Karena ketika terpapar, orang yang terpapar tidak akan memunculkan gejala dengan segera.

Masih merujuk laporan Washington Post, hingga hari ini tim peneliti virus dari Wuhan sukses mengidentifikasi sangat banyak virus terkait kelelawar. Tim peneliti juga telah menerbitkan lebih dari 40 makalah ilmiah, termasuk tentang “ratusan virus Corona baru”.

Yang menarik, salah satu publikasi yang dihasilkan ilmuwan virus Wuhan adalah sebuah studi berjudul “A Pneumonia Outbreak Associated With A New Coronavirus Of Probable Bat Origin" (Februari 2020). Studi itu menyebut keberadaan virus RaTG13, sebuah varian virus Corona berkategori risiko rendah yang diprediksi mudah menyebar ke manusia.

Dalam penelitian lanjutan yang dilaporkan dalam studi berjudul “Probable Pangolin Origin of SARS-CoV-2 Associated with the COVID-19 Outbreak” yang terbit pada 6 April lalu, virus Corona RaTG13 dan virus Corona SARS-CoV-2 memiliki urutan genom identik. Keidentikannya mencapai angka 96 persen.

Maka, katakanlah seandainya dalam penelitian yang dilakukan ilmuwan WIV menemukan SARS-CoV-2 yang kini membikin dunia kalang-kabut, mereka dapat terlebih dahulu mengetahuinya dan lebih cepat membuat penawar.

Institut Kesehatan Nasional AS, Departemen Pertahanan AS, dan berbagai lembaga federal AS pun diketahui mendanai berbagai penelitian gain-of-function terkait virus-virus yang bersumber dari kelelawar. Dalam laporan Warrick dkk, pendanaan berbagai badan federal itu mengalir pula ke ilmuwan-ilmuwan AS yang terkait langsung dengan para peneliti virus di Wuhan.

Namun, meskipun salah satu kerja gain-of-function research adalah memodifikasi virus, Shi Zhengli, pimpinan peneliti di Wuhan mengatakan bahwa WIV “tidak pernah memiliki virus SARS-CoV-2 yang memicu pandemi”. Zhengli bahkan bersumpah laboratorium di Wuhan dan COVID-19 “tidak berhubungan”.

Maureen Miller, ahli epidemiologi AS yang bekerja dengan peneliti Wuhan atas dana pemerintah AS, menolak keras anggapan bahwa SARS-CoV-2 lahir di lab Wuhan. Miller menyebut Zhengli sebagai ilmuwan “brilian” dan “sangat berkomitmen untuk mencegah skenario buruk terjadi”.

Di sisi lain, Jason Rao, ahli keamanan biologis sekaligus mantan penasihat Presiden Barack Obama, mengatakan bahwa alam "telah menciptakan patogen baru, SARS-CoV-2, yang saat ini mampu bergerak cukup efektif dari manusia ke manusia”.

Yuan Zhiming, profesor yang tergabung dalam WIV dan memberikan tanggapan soal rumor lahirnya SARS-CoV-2 di lab Wuhan kepada David Stanway dari Reuters, menegaskan bahwa WIV tidak memiliki niat dan kemampuan untuk merancang virus Corona baru. Selain itu, ujar Zhiming, "tidak ada informasi dalam genom SARS-CoV-2 yang mengindikasikan buatan manusia".

“Laboratorium Wuhan memiliki fasilitas perlindungan canggih dan langkah-langkah ketat untuk memastikan keselamatan staf laboratorium dan melindungi lingkungan dari kontaminasi,” tegas Zhiming.

Richard Ebright, profesor biologi kimia pada Rutgers University, menyatakan tuduhan pada lab Wuhan “tidak dapat dipercaya”.

Meskipun penelitian virus dalam kerangka gain-of-function research memiliki tujuan baik seperti yang dilakukan lab Wuhan, banyak ilmuwan mewanti-wanti bahwa penelitian tipe ini memiliki risiko yang besar.

Kembali merujuk paparan Piper di Vox, risiko yang dimaksud adalah terkait kecerobohan manusia. Lab mungkin memiliki fasilitas keamanan yang mumpuni sehingga patogen tidak bisa kabur. Namun, faktor kelalaian manusia memungkinkan hal itu terjadi.

Pada 1978, misalnya, seorang juru foto Birmingham Medical School terinfeksi cacar akibat sampel virus cacar yang tengah diteliti “hilang” dari laboratorium biologis yang berlokasi di gedung tempat sang fotografer.

Pada 2014, Food and Drug Administration (FDA) AS hendak pindah kantor. Ketika beres-beres, ditemukan ratusan sampel virus yang terbungkus kardus di pojokan kantor. Enam sampel di antaranya sudah terbuka. Investigasi lebih lanjut menyatakan bahwa kardus-kardus itu telah ada di pojokan kantor lama FDA sejak 1960-an.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

Science 647098676149449252

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item