Industri Asuransi ‘Ancur-ancuran’ Dihantam Wabah Corona (Bagian 2)

Industri Asuransi ‘Ancur-ancuran’ Dihantam Wabah Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Industri Asuransi ‘Ancur-ancuran’ Dihantam Wabah Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

"Sebagian besar masyarakat, pengeluran paling utama dikorbankan adalah soal asuransi. Karena menghadapi kebutuhan nyata, kesehatan, konsumsi, makanan dan minuman, pakaian, itu utama dibanding asuransi," ucap Irvan.

Tak berhenti di situ, Irvan melihat ada juga faktor regulasi yang secara tak langsung memberi dampak bagi permintaan masyarakat terhadap asuransi. Regulasi yang dimaksud adanya arahan dari OJK kepada perbankan untuk memberikan relaksasi kredit kepada para nasabahnya. Bagi nasabah, ini memberikan penurunan risiko yang secara tak langsung membuat permintaan terhadap asuransi jadi menurun.

"Karena ada restrukturisasi relaksasi kredit sehingga ada banyak penurunan dari sisi kebutuhan asuransi, karena memang kan risiko jadi menurun," jelas Irvan.

Seperti diketahui, lanjut Irvan, setiap kredit perbankan selalu disertai dengan jaminan asuransi, baik kepada produk kolateral yang dijaminkan maupun jaminan asuransi jiwa bagi nasabah penerima kredit. Perbankan tidak memberi kredit bila tidak ada jaminan asuransi.

"Dengan relaksasi kredit pelunasan itu diperpanjang, maka asuransi dengan sendirinya mengalami pengurangan. Aktivitas menurun," ungkapnya.

Perlambatan kinerja industri asuransi jelas bukan tanpa efek samping. Ada banyak dampak bahaya yang mungkin terjadi bila pemerintah tak bergegas memberi perhatian bagi industri ini. Pertama yang jelas adalah dampak langsung ke perusahaan asuransi dan segenap karyawan yang bekerja di dalamnya.

Dia mengatakan, ada risiko lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang terhubung langsung dengan industri asuransi. Hal ini tentu tak bisa dihindarkan bila perusahaan asuransi tak lagi sanggup bertahan.

"Kalau lihat kondisi sekarang, pertama yang akan kena adalah tenaga agen. Jumlahnya bisa 5.000 sampai 10.000 yang akan mengalami penyusutan. Setelah itu 6 bulan, yang akan terkena adalah tenaga-tenaga formal struktural dan pegawai asuransi," ucap Irvan.

Itu belum seberapa, ada dampak yang lebih serius yang bisa saja melanda bila industri ini ambruk. Bila situasi ini tak membaik dalam 6 bulan ke depan, maka likuditas perusahaan asuransi bakal terus menipis.

Berikutnya adalah cadangan perusahaan asuransi itu sendiri. Bila sudah begini, nasib buruk yang melanda industri asuransi tentu bisa merembet dampaknya bagi nasabah pemegang polis asuransi. Bukan tidak mungkin perusahaan asuransi bakal kesulitan memenuhi kewajiban membayarkan klaim asuransi kepada para pemegang polisnya.

"Baik cadangan premi maupun cadangan klaim," tegasnya.

Melihat kondisi ini, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattof, menilai ide pembentukan lembaga penjamin polis jadi sangat mendesak dan perlu segera direalisasikan oleh pemerintah.

Lembaga macam ini diperlukan untuk menjamin masyarakat tetap bisa memperoleh haknya bila kondisi terburuk melanda perusahaan asuransi tempat mereka mempercayakan perlindungannya.

"Solusinya buat asuransi itu bikin lembaga semacam LPS [Lembaga Penjamin Simpanan]. Kan perbankan ada LPS kan, nah asuransi belum ada. Kalau ada lembaga penjamin, masalah saat ini sampai masalah kemarin seperti Jiwasraya dan Bumiputera akan selesai," jelas Abra.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 421519274705924329

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item