Kisah Perang Berdarah Antara Pemerintah Brazil dengan Para Gangster

Kisah Perang Berdarah Antara Pemerintah Brazil dengan Para Gangster, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Rio de Janeiro, Brazil, ditempati oleh tiga gangster kelas kakap. Pertama adalah Comando Vermelho (CV) yang muncul sejak akhir 1970-an atau 1979. Mereka menguasai daerah-daerah besar, termasuk perumahan Zona Norte.

Grup kedua adalah Terceiro Comando Puro (TCP) yang menguasai perkampungan Mare dan Azari. TCP adalah saingan terbesar CV, yang berdiri tahun 2002. Mereka bahkan saling ancam melalui media sosial sebelum saling adu tembak memperebutkan wilayah.

Selain dua itu, ada pula Adios dos Amigos atau ADA yang dibentuk oleh Celso Luis Rodrigues, setelah berpisah dengan CV. Luis diusir keluar dari CV karena telah membunuh anggota lainnya. Salah satu peristiwa yang membuat nama ADA mencuat adalah keberaniannya menembaki helikopter polisi sampai menghantam tanah. Pilotnya tewas seketika.

Dunia pergangsteran di Brazil mulai berubah sejak Jair Bolsonaro memenangkan pemilu presiden tahun 2018, dan menempati jabatan tersebut tahun 2019. Sejak itu, ia memilih perang dengan seluruh gangster di Brazil, tak terkecuali di Rio. Sikap ini, nantinya, secara ironis justru menimbulkan teror baru bagi masyarakat.

Medio Januari 2019, tak genap sebulan Bolsonaro menjabat, dia menandatangani Dekrit Presiden yang intinya mempermudah warga negara Brazil untuk memiliki dan menggunakan senjata api.

Awalnya, pemerintah hanya memperbolehkan 50 senjata laras pendek per tahun untuk diperjualbelikan pada masyarakat. Dengan aturan baru, maka setiap tahun ada 5.000 senjata yang boleh dijual bebas, ditambah 1.000 senjata laras panjang.

Sebelumnya, polisi juga punya diskresi guna menentukan siapa saja yang boleh memakai senjata. Dekrit Bolsonaro menganulir kewenangan itu. Mereka yang berada di pinggiran kota, punya persentase pembunuhan lebih dari 10 banding 100 ribu jiwa, boleh memiliki senjata maksimal empat buah. Pemburu dan kolektor senjata juga masuk dalam kategori mempunyai izin membeli senjata.

“Untuk menjamin hak warga negara membela diri, saya, selaku presiden, akan menggunakan senjata ini,” kata Bolsonaro sambil bersiap menandatangani Dekrit Presiden, seperti dilansir Reuters.

Apa yang terjadi? Perang antara polisi dan gangster semakin intens. Di mana-mana, khususnya di Rio, terjadi baku tembak. Sebelumnya, gangster mendapatkan senjata laras panjang melalui selundupan. Dengan kebijakan ini, tentunya peluang mereka menambah senjata juga kian lebar.

Pengakuan salah seorang anggota gangster di Rio, seperti dilansir Sky News, menunjukkan bahwa perang antara gangster dengan polisi tidak akan tuntas karena korupsi juga belum diberantas oleh pemerintah Brazil. Perang ini justru merugikan masyarakat sipil yang terdampak.

Bolsonaro sendiri terus memberikan lampu hijau bagi polisi untuk melakukan tembak mati dalam perang terhadap gangster. Kekuasaan ini digunakan berlebihan oleh kepolisian. Bukan hanya gangster yang melawan, tetapi mereka yang sudah menyerah juga tetap akan mendapat timah panas.

Dalam sebuah operasi, polisi Brazil menumpangi helikopter dan menembaki delapan terduga pelaku yang terlibat dalam perang antar gang di Rio. Delapan orang meninggal dunia dalam operasi tersebut, empat di antaranya bahkan sudah tersudut sampai ke rumah. Dua di antara mereka sempat menyerah, tapi polisi menolak.

“Perintah kami adalah untuk membunuh,” catat Reuters, seperti pengakuan seorang saksi. Dua orang lain ditemukan di atas. Mereka juga ditembak polisi tanpa ampun.

Salah satu peristiwa yang cukup membuat syok masyarakat Brazil adalah meninggalnya bocah usia delapan tahun, Ágatha Félix, pada September 2019. Bocah kecil yang tinggal di perkampungan kumuh Rio itu tewas dengan luka tembakan di punggungnya.

Agatha jelas bukan anggota gangster. Saat kejadian, dia tengah berjalan kaki dengan ibunya, dan satu sepeda motor tiba-tiba melintas. Polisi lantas menembakkan senjata pada dua orang yang berboncengan tanpa kehati-hatian, sehingga peluru mengenai Agatha.

Kakek Agatha, Ailton Félix, mengatakan tanpa ragu, peluru itu berasal dari polisi. Dan saat itu, tidak ada kontak senjata. Dua orang terduga anggota gangster yang mengendarai motor itu tidak menembakan apa pun.

“Ibunya (Agatha) di sana dan tidak ada konfrontasi apa pun… Mereka [polisi] menembak sebuah mobil dan membunuh cucu saya. Itu saja. Apa ini konfrontasi? Apa cucu saya bersenjata dan bisa ditembak? Dia hanya rajin belajar, dia tidak tinggal di jalanan,” kata Ailton, seperti dikutip Guardian.

Bukannya mendapat simpati karena memberantas ganster, polisi dan pemerintah justru dirundung kritik. Musuh masyarakat kini bukan hanya gangster, tapi juga polisi.

Politikus Brazil, Guilherme Boulos, kemudian mencuitkan bahwa biang perkara ini adalah kebijakan menembak mati ala Bolsonaro yang juga didukung oleh Gubernur Rio, Wilson Witzel. Tercatat dari Januari-Agustus 2019, polisi telah menembak mati 1.249 orang, 16 persen lebih banyak daripada tahun lalu.

“Dia (Wilson) bertanggung jawab untuk pembunuhan ini,” cuit Boulos.

Related

News 3205503388433300177

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item