Tips agar Tetap Bahagia dan Produktif, Meski Sendirian di Tengah Wabah Corona

Naviri Magazine - Menjaga jarak, isolasi mandiri, maupun bekerja di rumah, adalah salah satu upaya memutus rantai penyebaran virus Korona. Namun, manusia adalah makhluk sosial. Kondisi ini bisa mengganggu pikiran, apalagi bagi orang muda yang hidup sendiri.

Dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, sekitar 22 juta pekerja milenial Indonesia (kelahiran 1981-1996) bekerja dengan perangkat digital dan berpotensi bekerja dari rumah saat pandemi covid-19 berlangsung.

Bila dilihat lebih dalam, dari 22 juta milenial itu sekitar 3 persen atau 590 ribu berstatus lajang, dan hidup sendirian di rumah atau tempat tinggalnya. Sebanyak 385 ribu (66 persen) berjenis kelamin laki-laki, dan 34 persen atau sekitar 205 ribu perempuan. Mayoritas tinggal di kota-kota besar Indonesia.

Milenial dengan status hidup sendiri dan lajang terbanyak di Jakarta Pusat, jumlahnya mencapai 139 ribu (13,8 persen). Dengan kata lain, dari 8 milenial yang bekerja dari rumah terdapat 1 milenial berstatus lajang dan hidup sendiri.

Kemudian di Kota Denpasar jumlahnya mencapai 193 ribu (10 persen) dengan perbandingan 10 milenial yang bekerja dari rumah 1 orang milenial berstatus lajang dan hidup sendiri.

Sedangkan di Jakarta Barat mencapai 338 ribu (9,9 persen), Kota Batam ada mencapai 9,2 persen atau 171 ribu, Kabupaten Bandung 118 ribu (9,2 persen), Jakarta Barat 34 ribu milenial, dan Jakarta Selatan mencapai 33 ribu milenial lajang dan bekerja dari rumah.

Secara umum, menurut Psikolog Klinis, Unit Konsultasi Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Kholinjah, manusia memiliki pikiran sebagai kendali diri. Rasa jenuh dan bosan, merupakan hal wajar. Sebenarnya bisa disikapi dengan mudah. Jika bersedia meluaskan pikiran, tembok penjara gelap pun tidak akan membatasi cahaya hidup dan kreativitas.

“Apalagi jika hanya di dalam kamar kos atau rumah sendiri, yang masih bisa terhubung dunia luas lewat internet saat ini. Sepi, atau hidup sendiri, hanya persepsi, hasil pikiran manusia,” kata Kholinjah.

Semestinya, kata Kholinjah, koneksi internet malah bisa membuat para pekerja milenial merasa lebih baik. “Kaum milenial, dengan fasilitas internet mewah, semestinya bisa menyikapi situasi pandemi ini dengan lebih bahagia, karena telah lama akrab dengan dunia maya,” ujarnya.

Menurut Kholinjah, banyak sisi baik yang bisa ditemukan di balik tuntutan bekerja di rumah pada masa pandemi. Apalagi jika didukung perangkat kerja digital. Berikut pesan dan sarannya untuk para milenial lajang dalam menghadapi situasi ini:

Ubah sudut pandang cara berpikir. Alih-alih berpikir ini kondisi yang membatasi kongko dan lain-lain. Justru aman dan terhindar dari ancaman tertular, kesempatan untuk mengeksplorasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari, dan bahwa kondisi ini hanya sementara.

Menanamkan dalam pikiran, aktivitas kerja tetap berlangsung, hanya pindah lokasi. Ini justru menghemat dan memangkas banyak aktivitas selama pulang pergi. Bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan jika di kantor, misal beribadah lebih lama.

Agar tak bosan, lakukan aneka aktivitas. Bisa yang terkait minat atau hobi, atau mengeksplorasi aktivitas menarik yang belum pernah dilakukan. Seperti berkebun meski di area terbatas (dengan menggunakan pot-pot atau sejenisnya), memelihara hewan (akuarium), olahraga ringan, memasak, merajut, menjahit, atau mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru.

Buat dalam bentuk mini project, agar lebih menantang. Manfaatkan sumber daya yang masih ada, seperti pesan antar, untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Memanfaatkan teknologi untuk lebih intens berinteraksi dengan anggota keluarga, teman, juga masyarakat atau komunitas lain, misal terlibat dalam proyek bantuan sosial dengan cara-cara aman.

Lakukan semua hal itu dengan penuh kesadaran agar terasa lebih bermakna.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.