Wabah Corona Mengungkap Kesenjangan Pengguna Internet di Dunia (Bagian 2)

Wabah Corona Mengungkap Kesenjangan Pengguna Internet di Dunia, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Wabah Corona Mengungkap Kesenjangan Pengguna Internet di Dunia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Laporan yang sama mengatakan di setiap wilayah di dunia, pengguna internet pria melebihi jumlah pengguna wanita.

Proporsi perempuan yang menggunakan internet secara global adalah 48%, dibandingkan dengan 58% pria, dan di negara-negara paling kurang berkembang sekitar satu dari empat pria memiliki akses internet, sementara hanya ada satu dari delapan bagi perempuan. 

Selain itu, jenis jaringan bagi orang di daerah pedesaan di negara miskin bahkan terlalu lambat untuk mendukung pekerjaan rumahan. Ini menghasilkan beberapa kesulitan untuk melakukan tugas-tugas sederhana seperti membayar tagihan.

"Orang-orang yang memiliki internet dengan kecepatan rendah atau berkualitas rendah mungkin tidak dapat belajar dan bekerja dari jarak jauh, meningkatkan keterampilan digital mereka maupun menumbuhkan peluang mereka untuk pekerjaan bergaji yang lebih baik. Mereka mungkin tidak dapat terhubung dengan keluarga dan teman untuk mempertahankan kesehatan mereka dengan baik," kata Alex Wong, Penasihat Strategi Senior, International Telecommunication Union.

Keterjangkauan

Sekitar 750 juta orang sama sekali tidak memiliki akses ke internet seluler, menurut laporan yang sama, dan biaya tetap menjadi penghalang utama bagi lebih banyak lagi orang.

"Setidaknya 1,3 miliar orang tinggal di negara-negara di mana paket data seluler tingkat awal (1GB per bulan) tidak terjangkau," kata Wong.

Alliance for Affordable Internet adalah koalisi global yang mendorong akses yang lebih murah. Mereka ingin satu GB data dijual kurang dari 2% dari pendapatan bulanan rata-rata negara.

"Ada banyak cara untuk melakukannya. Berbagi infrastruktur, mendukung persaingan pasar, mengurangi biaya operasi jaringan, dan mendukung akses publik adalah semua keputusan kebijakan yang dapat diadopsi negara-negara untuk membuat akses internet lebih terjangkau," kata Manajer Riset Teddy Woodhouse.

"Tidak memiliki akses internet di dunia saat ini menempatkan Anda pada kerugian yang luar biasa," katanya, "dan kecuali kami berinvestasi untuk membawa lebih banyak orang online, kesenjangan digital ini berisiko membuat ketidaksetaraan yang ada semakin buruk."

"Sudah saatnya kita mengakui akses internet sebagai barang publik yang esensial dan hak dasar yang memang sesungguhnya begitu."

Hak dasar

Penemu World Wide Web, Tim Berners-Lee, juga menyerukan tindakan untuk segera membuat internet lebih inklusif.

"Fokus nomor satu kami adalah menutup kesenjangan digital," katanya dalam pertemuan PBB bulan ini.

Internet telah menyediakan "kehidupan" bagi miliaran orang di tengah wabah virus corona, memungkinkan pekerjaan, pendidikan, dan koneksi sosial secara online, kata Berners-Lee, tetapi sekitar 3,5 miliar orang tidak mendapatkanya.

"Ketidaksetaraan ini merupakan penghalang bagi kesetaraan yang lebih luas, dan kami tahu itu paling mempengaruhi mereka yang sudah terpinggirkan - orang-orang di negara berkembang, mereka yang berpenghasilan rendah, dan tentu saja, perempuan," katanya.

Berners-Lee dan yayasannya membantu PBB untuk mengembangkan pemetaan untuk menutup kesenjangan digital dan mendesak pemerintah untuk menargetkan kelompok yang terabaikan, seperti mereka yang berpenghasilan rendah, perempuan dan rumah tangga pedesaan.

PBB menekankan dorongan untuk kesetaraan dalam resolusi 2016, yang menyatakan bahwa kebebasan online adalah hak asasi manusia yang harus dipertahankan.

Resolusi itu mengusulkan "menerapkan pendekatan berbasis hak asasi manusia yang komprehensif ketika menyediakan dan memperluas akses ke internet dan agar internet menjadi terbuka, dapat diakses, dan dipelihara".

Kesempatan yang sama

Berbicara dari rumahnya di Kerala, Namitha menyatakan ia setuju. "Internet adalah alat yang sangat kuat. Tetapi ketika koneksi terputus, tidak mungkin untuk mengejar ketinggalan pelajaran. Setiap orang harus mendapatkan jaringan internet berkualitas dan berkecepatan tinggi. Hanya dengan demikian semua orang akan dapat bersaing dengan setara."

Sementara itu, nasib Namitha kini tengah membaik setelah adiknya mengunggah foto dirinya sedang belajar di atap dan kemudian menjadi viral.

Setelah itu penyedia layanan datang ke rumah mereka dan meningkatkan kekuatan sinyal. Hal itu memungkinkannya untuk turun dari atap dan belajar dari kamarnya. Dia dapat mengakses bahan pelajaran dan berbagi catatannya dengan teman-temannya.

Meskipun koneksi yang baru itu masih tidak cukup kuat untuk memungkinkan akses WiFi ke komputernya, dia senang bahwa dia dapat berbicara dengan gurunya dan mengajukan pertanyaan melalui telepon.

"Sekarang saya bisa menonton video siaran langsung kuliah dan berpartisipasi penuh di kelas," katanya.

Tidak semua temannya di daerah pedesaan bisa mengatakan itu. Dengan musim hujan yang akan datang, naik ke atap juga tidak akan bisa menjadi pilihan bagi mereka.

Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.

Related

News 8990893967829458847

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item