Fakta di Balik Orang-orang yang Percaya Teori Konspirasi Virus Corona (Bagian 2)

Fakta di Balik Orang-orang yang Percaya Teori Konspirasi Virus Corona, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Fakta di Balik Orang-orang yang Percaya Teori Konspirasi Virus Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Dalam tahap rasional, manusia akan menyaring sebuah informasi berdasarkan akal sehat. Jika informasi tersebut rasional, maka kita akan menerimanya. Sebaliknya, jika informasi yang kita terima tidak masuk akal, maka kita akan mengabaikannya.

Adapun orang yang menyangkal bahaya virus corona atau menganggapnya sebagai konspirasi adalah orang yang gagal melewati ketiga tahap tersebut, kata Annelia. Mereka mengalami disonansi kognitif (cognitive dissonance), di mana pikirannya tidak selaras dengan kenyataan yang ada.

“Jadi, ada disonansi, ada ketidakselarasan berpikir,” kata Annelia. “Terlepas dari bahwa ini sedemikian banyak dan nyata dan buktinya banyak, tapi dia tetap berpikir sebaliknya. Jadi, kan tidak selaras tuh antara pemikiran dia dengan kenyataan yang ada.” 

Annelia mengatakan, orang yang meremehkan corona atau menganggapnya sebagai konspirasi itu belum menyaring informasi yang mereka dapat ke dalam tahap rasional. Hal tersebut, kata Annelia, disebabkan oleh rasa takutnya dari informasi yang dia dapat.

Karena informasi yang mereka dapat belum masuk ke dalam tahap rasional, keputusan yang mereka ambil pada akhirnya tidak rasional. Salah satu contohnya adalah berkerumun tanpa masker dan jarak aman dengan sengaja, meski para peneliti telah membuktikan bahwa virus corona dapat menyebar lewat udara.

“Nah, dugaan saya, informasi mengenai COVID-19 ini sedemikian menakutkannya sehingga dia terjegal di level emosi. Jadi, dia nggak bisa masuk nih ke tahap rasional,” kata Annelia.

“Dia mondar-mandir aja tuh di antara bagian otak yang memfilter atau mengolah emosi dengan reaksi sesaat. Karena sedemikian menakutkannya, maka respons sesaatnya adalah ditolak saja, itu dianggap nggak benar,” sambungnya.

Takut dan tidak peduli virus corona

Penjelasan mengenai rasa tidak peduli dan ketakutan bukanlah dua hal yang terpisah, menurut Annelia. Orang yang takut juga bisa memiliki rasa tidak peduli untuk mencari tahu informasi yang benar.

Annelia menambahkan, orang yang meremehkan corona bisa jadi telah mengetahui bahaya sebenarnya dari virus tersebut. Meski demikian, karena ketakutan yang dia miliki, khususnya pada aspek ekonomi, dia akhirnya tidak memutuskan tindakannya berdasarkan cara pikir rasional.

“Kalau kita analisis di level sistem lagi, ada juga orang yang sampai ke level rasional, tapi karena ada kepentingan dia yang lain, biasanya ekonomi, ini yang bikin yang tadinya di level rasional dia balikin lagi ke emosinya,” kata Annelia.

“Karena gen privasi ekonomi lebih menakutkan daripada penyakitnya, akhirnya dia melakukan rasionalisasi yang justru nggak rasional. Seolah-olah rasional, tetapi sebenarnya nggak rasional. Fallacy, sesat berpikir lagi,” sambungnya, sembari menambahkan bahwa analisis ketakutan karena ekonomi ini perlu pengujian psikologis secara langsung.

Sama seperti penjelasan Annelia, Matson juga menganggap fallacy atau sesat pikir sebagai penyebab orang tidak menyikapi pandemi corona secara serius. Secara spesifik, dia menyebut bahwa orang semacam itu mengalami bias konfirmasi (confirmation bias).

Bias konfirmasi sendiri adalah kecenderungan untuk memilih dan melihat sesuatu dengan cara yang hanya kamu inginkan benar, terlepas bahwa faktanya tidak demikian. Menurut Matson, orang yang tidak peduli sering menjustifikasi diri mereka dengan bias konfirmasi tersebut.

"Saya pikir orang ingin kembali normal, apakah itu untuk kembali bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka atau hanya untuk pergi dan menikmati waktu bersama teman-teman mereka, mereka menginginkannya.

“Jadi, mereka mencari hal-hal untuk mengonfirmasi hal itu dan mereka bias pada apa yang mereka lihat. Mereka melihat orang-orang yang keluar di restoran dan melakukan hal-hal seperti normal, dan itu menegaskan apa yang mereka yakini benar," pungkasnya.

Related

Science 5250251354273576349

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item