Kasus Corona di AS Tembus 5 Juta, Eropa Geleng-geleng Kepala: Kok Bisa?

Kasus Corona di AS Tembus 5 Juta, Eropa Geleng-geleng Kepala: Kok Bisa? naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Tingginya kasus infeksi virus corona (COVID-19) di Amerika Serikat (AS) membuat seluruh dunia tercengang. Pada Minggu kemarin, angka kasus COVID-19 di negara itu telah melampaui 5 juta kasus, yang berarti setara sekitar seperempat kasus global yang mencapai 20.023.502 kasus saat.

Dengan total sebanyak itu, AS kini menjadi negara dengan kasus corona terbanyak di dunia. Angka itu juga telah jauh melampaui angka infeksi di negara awal wabah ditemukan, China. Menurut Worldometers, sejak ditemukan di Wuhan pada Desember, hingga kini kasus corona China hanya sebanyak 84.668 kasus.

Tingginya kasus AS itu pun ditanggapi dengan berbagai respons oleh negara-negara lain di dunia. Salah satunya negara Eropa. Menurut CTV News, orang-orang Eropa heran sekaligus khawatir soal keadaan wabah di AS.

"Apakah mereka tidak peduli dengan kesehatan mereka?" kata Patrizia Antonini yang mengenakan masker saat mengomentari orang-orang di Amerika Serikat dari Roma Utara. "Mereka perlu berhati-hati. Mereka membutuhkan penguncian yang nyata."

Penguncian atau lockdown memang merupakan salah satu cara yang telah terbukti berhasil untuk mengekang penyebaran wabah COVID-19. Langkah itu telah berhasil membuat kasus corona di Italia, yang pernah menjadi episentrum wabah COVID-19 Eropa, turun dan terkendali.

Italia sebelumnya menerapkan penguncian nasional yang ketat selama 10 minggu. Negara itu juga melakukan pelacakan (tracking) yang cermat terhadap cluster baru, dan warganya patuh memakai masker dan menjaga jarak sosial.

Sayangnya, pemerintah AS dikenal kurang ketat dalam menjalankan aturan lockdown mereka. Bahkan, sebelumnya lockdown yang diterapkan AS hanya dilakukan untuk waktu singkat.

Pemerintah juga buru-buru mengumumkan pelonggaran meski kasus terus naik dengan signifikan. Aturan memakai masker dan menjaga jarak tidak terlalu diperhatikan oleh warga negara tersebut.

Kesemua hal itu telah mendorong pesatnya penyebaran wabah corona di AS, yang pada beberapa waktu lalu terus melaporkan rekor baru kasus harian yang signifikan.

Kegagalan AS itu membuat orang-orang Eropa bingung lantaran AS lebih belakangan melaporkan kasus infeksi dibandingkan negara-negara Eropa. Oleh karenanya mereka menganggap AS seharusnya bisa belajar dari kesalahan di negara-negara itu.

Parahnya, tingginya kasus di AS itu diperkirakan jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan saat ini. Para pejabat kesehatan percaya jumlah sebenarnya mungkin 10 kali lebih tinggi, atau mendekati 50 juta, mengingat pengujian yang dilakukan AS terbatas dan fakta bahwa sebanyak 40% dari semua orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala.

"Kami, orang Italia, selalu melihat Amerika sebagai model," kata Massimo Franco, kolumnis harian Corriere della Sera. "Tetapi dengan virus ini kami telah menemukan sebuah negara yang sangat rapuh, dengan infrastruktur yang buruk dan sistem kesehatan publik yang tidak ada."

Menurut Scott Lucas, profesor studi internasional di Universitas Birmingham, Inggris, wabah yang tak terkendali saat ini di AS juga merupakan salah Presiden AS Donald Trump yang meremehkan wabah itu pada saat baru terdeteksi di AS.

"Seandainya para profesional medis diizinkan untuk beroperasi di Amerika Serikat, Anda akan selambatnya bisa menangani hal ini pada bulan Maret," kata Lucas. "Tapi tentu saja, para profesional medis dan kesehatan masyarakat tidak diizinkan untuk melanjutkan tanpa pengawasan,"

Ketika virus pertama kali muncul di Amerika Serikat, Trump dan pendukungnya langsung melabel wabah itu sebagai "tipuan" atau momok yang akan segera hilang begitu musim yang lebih hangat tiba.

Pada satu momen, Trump bahkan menyebut sinar ultraviolet atau suntikan desinfektan akan bisa membasmi virus. Tak lama setelah itu, Trump mendapat banyak kritik dan setelahnya ia langsung mengatakan bahwa dia sedang bercanda saat mengatakan hal-hal tersebut.

Trump juga kerap mengkritik Dr.Anthony Fauci, pakar penyakit menular AS yang dihormati di Eropa, karena selalu menginformasikan hasil pengamatannya akan wabah corona di AS.

"Tidak ada strategi nasional, tidak ada kepemimpinan nasional, dan tidak ada desakan kepada masyarakat untuk bersama-sama melakukan tindakan bersama," ujarnya. "Itulah yang diperlukan, dan kita telah sepenuhnya meninggalkan itu sebagai sebuah bangsa."

Related

News 4581159397197165425

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item