Kisah Putri Diana, Perjalanan Seorang Wanita di Antara Cinta dan Luka

Kisah Putri Diana, Perjalanan Seorang Wanita di Antara Cinta dan Luka, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Tidak ada yang membantah, pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana disebut pernikahan bangsawan terakbar.

Pernikahan Charles dan Diana dulu digadang-gadang sebagai pernikahan negeri dongeng. Bahkan disebut sebagai kisah nyata Cinderella yang akhirnya bertemu pangeran tampan.

Kita tahu, pada kenyataannya, tak seperti di negeri dongeng yang biasanya diakhiri kalimat “and they lived happily ever after—dan mereka hidup bahagia bersama selamanya”, perkawinan Charles dan Diana justru berakhir tak membahagiakan.

Perselingkuhan, cinta lama yang kembali menyala, tekanan media dan keluarga kerajaan yang kaku pada Diana, membuatnya menderita. Hingga akhirnya Diana meninggal secara tragis pada suatu Sabtu nahas, 30 Agustus 1997, bersama kekasihnya, Dodi Al Fayed.
             
Dalam buku Diana: Her True Story (1992), Andrew Morton menulis, "Tahukah dia (Diana) kelak benar-benar jatuh cinta kepada ‘pribadi’ atau kepada ‘kedudukan’?"

Sah saja kalau Morton, atau siapa pun, menyinggung hal itu. Diana pun sah saja melambung saat pangeran hatinya, Prince of Wales, menyatakan lamaran pada 6 Februari 1981 di Windsor Castle. Wanita mana yang tak bahagia dipersunting seorang pangeran, yang kelak akan menjadi raja di negerinya. Begitu banyak wanita—terutama wanita-wanita yang pernah dipacari Charles, termasuk Lady Sarah, kakak Diana—yang memimpikan hal itu.

Tapi kalau hanya memimpikan kedudukan tanpa punya cinta dan keinginan untuk merawat serta membahagiakan, tak mungkin Diana berani mengatakan "ya" saat Charles meminta jadi istrinya. Baru pacaran saja, Diana sudah harus berjuang menghindari kejaran pers, dibantu teman seapartemennya, Carolyn Bartholomew, dan neneknya, Lady Fermoy.

Ia sampai harus mengecoh pers dengan berganti mobil (seperti yang dilakukannya di hari nahas bersama Dodi). Pihak Buckingham Palace sama sekali tak menawarkan bantuan untuknya. Yang lebih menyakitkan, di depan Diana, Pangeran Charles malah menyatakan simpatinya pada Camilla Parker-Bowles, sahabat terdekatnya, yang dikuntit pers.

Cinta yang besar membuat Diana menerima semua itu. Ia tak ingin mengeluh dan memusingkan Charles, yang menurutnya sudah kebanyakan beban, dengan persoalan "kecil"-nya.

Cinta kasih Diana pada Charles bahkan sudah ditunjukkan saat mereka belum berpacaran. Pada Juli 1980, di antara gundukan jerami di rumah Komandan Robert de Pass, teman Pangeran Philip (pertemuan ini sudah diatur), Diana memberikan kata-kata hiburan yang amat mengesankan Charles atas kematian Earl Mountbatten, kakek angkat Charles.

Sejak itu, hubungan dua insan yang usianya terpaut 12 tahun ini mulai berkembang. Charles mulai memandang Diana dengan persepsi baru. Bukan lagi sebagai gadis 16 tahun yang pemalu seperti ketika pertama dikenalnya November 1977 di sebuah padang di Althorp, Northamptonshire, saat ia berburu.

Sehari sebelum pertunangannya diumumkan pada 24 Februari 1981 (Diana ditemani ibunya membeli pakaian pertunangan di Harrods, milik ayah Dodi), Diana meninggalkan apartemen yang ditinggali bersama teman-temannya. Itulah malam kebebasan Diana yang terakhir.

Berbekal keyakinan bahwa calon suaminya akan mendukungnya dalam menghadapi kungkungan istana dan kekejaman pers Inggris, pada 29 Juli 1981 Diana melangkahkan kaki bersama Pangeran Charles ke altar Katedral St. Paul, London, guna mengucap janji setia.

Beratus juta pasang mata menyaksikan perkawinan agung ini lewat televisi. Bak Cinderella dari negeri dongeng, begitulah kiasan untuk Lady Diana Spencer yang mendapat gelar Princess of Wales. Semua tampak begitu sempurna.

Siapa yang tahu bahwa sesungguhnya hati Diana berkecamuk. Ia menyimpan keraguan tentang cinta Charles padanya, berkaitan dengan persahabatan Charles yang terlalu erat dengan Camilla Parker-Bowles (Charles dan Camilla telah bersahabat sejak Diana berumur 6 tahun).

Dua hari sebelum perkawinan, Diana menemukan paket berupa kalung dengan liontin berinisial F dan G, Fred dan Gladys, nama kecil Charles dan Camila. Beberapa tahun kemudian, setelah perkawinan mereka retak, kecamuk Diana ini baru terungkap.

''Saat setengah jalan menuju altar gereja, saya ingin berbalik, tapi sudah terlalu terlambat,'' kata Diana seperti yang dituturkan salah satu astrologer pribadi dan penasihatnya, Penny Thornton.

Hatinya baru sejuk setelah melihat wajah Charles di antara penutup wajahnya. Timbul keyakinan dalam dirinya, cinta Charles hanya untuknya, dan Camilla hanyalah bagian dari masa lalu.

Harapan tinggal harapan. Diana merasa hanya dicintai suaminya beberapa tahun setelah perkawinan. Bayang-bayang Camilla terus menghantui pikirannya (bagaimana tidak, kalau Charles terus mengadakan kontak dengannya dan memakai barang-barang pemberian Camilla), yang pada gilirannya membuatnya depresi, dan akhirnya menderita bulimia.

Berat badannya turun drastis. Bahkan Diana pernah mencoba melukai diri sendiri dan bunuh diri. ''Bila Anda merasa tak seorang pun mendengarkan, hal-hal seperti itu akan terjadi,'' jelas Diana saat diwawancarai BBC, November 1995.

Kehadiran William (21 Juni 1982) dan Harry (15 September 1984) tak membuat Charles melupakan Camilla dan lebih mencurahkan perhatian untuk Diana. Charles makin sering pergi bersama Camilla, memuaskan hobi-hobinya yang tak bisa diimbangi Diana, seperti berburu.

Bersamaan dengan itu, popularitas Diana mencuat, melebihi Charles dan anggota kerajaan lain. Sikap Diana yang simpatik, kesederhanaannya, dan kegiatan-kegiatan kemanusiaannya, menumbuhkan simpati di hati rakyat, bukan cuma Inggris, tapi dunia.

Tak heran, begitu berita keretakan yang pada akhirnya menuju perpisahan (9 Desember 1992) dan perceraian resmi (28 Agustus 1996) menggema, lebih banyak simpati ditujukan padanya (57 persen untuk Diana, 12 persen untuk Charles; menurut jajak pendapat yang dilakukan Daily Express).

William pun seakan berpihak pada ibunya. ''Kami tahu Ayah membuatmu tak bahagia,'' katanya suatu kali.

Hubungan asmaranya dengan beberapa pria, seperti James Gilbey, James Hewitt, dan terakhir Dodi Al Fayed, yang diekspos media, tak meruntuhkan imejnya sebagai Putri yang anggun, ibu yang baik, dan duta dunia yang menebar kasih sayang untuk orang-orang menderita.

Kebanyakan orang menuding perselingkuhan Charles dengan Camilla (sejak sekitar 1986) membuat Diana jatuh bangun mencari kasih sayang dari pria lain. Diana takut kesepian. Lebih dari itu, baginya, yang terpenting dalam hidupnya adalah cinta. Cinta itu akhirnya ia dapat dari Dodi Al Fayed, hingga ajal menjemputnya.

Related

Romance 7000032952122162531

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item