Ilmuwan: Meski Vaksin Corona Telah Ditemukan, Hidup Tidak Akan Normal Kembali

Ilmuwan: Meski Vaksin Corona Telah Ditemukan, Hidup Tidak Akan Normal Kembali

Naviri Magazine - Hampir 33 juta penduduk dunia telah terjangkit penyakit ganas dan menular bernama Covid-19 sampai saat ini. Impian untuk kembali hidup normal kini bergantung pada ketersediaan vaksin yang aman dan ampuh. Namun banyak ilmuwan yang meragukan vaksin dapat mewujudkan hal tersebut.

Pandangan skeptis ilmuwan soal vaksin juga diutarakan oleh Malik Eiris dan Gabriel M Leung dari School of Public Health The University of Hong Kong. Dalam sebuah tulisannya yang dimuat di jurnal Lancet, mereka mengatakan bahwa "hidup normal kembali merupakan sebuah asumsi yang bersifat seperti ilusi".

Memang benar saat ini banyak vaksin yang menunjukkan hasil yang menjanjikan pada uji klinis tahap I & II. Dari 38 kandidat vaksin yang masuk fase uji klinis ada 9 yang sudah masuk tahapan akhir.

Bahkan dalam kondisi darurat vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi asal China Sinovac telah disuntikkan ke ribuan orang. Vaksin tersebut juga dikabarkan siap didistribusikan di awal tahun depan.

Asumsi yang selama ini terbangun adalah bahwa vaksin bakal memicu munculnya kekebalan tubuh sehingga bisa menurunkan transmisi virus. Namun hal ini memicu reaksi skeptis dari Eiris & Leung.

Jika angka reproduksi virus saat ini adalah 4 yang artinya 1 orang terinfeksi dapat menularkan ke empat orang lainnya, maka kekebalan kelompok 20-25% dari total populasi harus kebal supaya penularan dapat dicegah.

Ada tiga poin yang disorot oleh dua peneliti tersebut dalam tulisannya yang berjudul What can we expect from first-generation COVID-19 vaccines? Pertama adalah efektivitas vaksin itu sendiri.

WHO merekomendasikan vaksin Covid-19 haruslah mampu menurunkan risiko keparahan setidaknya 50% dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat keampuhannya (efficacy) berada di atas 30%.

Jika berkaca pada penelitian yang sudah-sudah, kandidat vaksin Covid-19 ini memiliki dampak positif dalam hal penurunan karakteristik patologis, gejala dan jumlah virus yang terdeteksi pada saluran pernapasan bagian bawah primata.

Namun kandidat vaksin tak serta merta mampu memicu terjadinya sterilizing immunity pada saluran pernapasan bagian atas. Ada kandidat vaksin yang mengklaim mampu menimbulkan kekebalan jenis ini. Namun masih dalam tahap direview.

Sterilizing immunity sendiri terjadi ketika antibodi penetral dapat berikatan dengan patogen sehingga mencegah patogen masuk ke sel inang yang ujungnya bakal mencegah virus untuk memperbanyak diri.

Lagi pula laporan soal orang yang sembuh Covid-19 tetapi kemudian terjangkit lagi juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa lama antibodi yang dimiliki dapat melindungi diri dari infeksi patogen yang sama.

Poin lain yang disorot adalah alokasi vaksin itu sendiri. Keterbatasan pasokan membuat vaksin menjadi barang langka yang harus diprioritaskan untuk orang yang berisiko tinggi terjangkit. Artinya tidak semua kalangan di populasi bakal mendapatkan akses setara terhadap vaksin ini.

Masalah juga muncul seputar kepercayaan publik soal vaksin. Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin berpotensi membuat program imunisasi masal susah untuk berjalan dengan optimal.

Contohnya saja di Amerika Serikat (AS), survei terbaru Pew Research Center menunjukkan bahwa intensi masyarakat AS untuk mendapatkan vaksin turun dari 72% pada Mei lalu menjadi hanya 51% pada September ini.

Banyak responden yang khawatir vaksin akan terlalu mudah diloloskan tanpa mengetahui berbagai dampak dan konsekuensinya secara komprehensif. Ini menjadi kekhawatiran yang dirasakan oleh khalayak ramai.

Toh untuk benar-benar bisa hidup normal, seluruh dunia harus benar-benar aman terlebih dahulu dari Covid-19. Percuma saja jika mobilitas lintas negara kembali normal tetapi masih ada negara yang belum aman dari Covid-19. Hal ini hanya akan menimbulkan terjadi infeksi dan penyebaran ulang di kemudian hari.

Bagaimanapun juga vaksin masih tetap memiliki dampak positif, terutama dalam hal menurunkan tingkat keparahan. Namun soal apakah vaksin Covid-19 generasi pertama ini bakal menghilangkan pandemi, rasanya kok tidak semudah itu.

"Yang terpenting adalah para pembuat kebijakan mengkomunikasikan kepada masyarakat umum bahwa vaksin generasi pertama hanya salah satu alat dari keseluruhan dalam merespons Covid-19 dan tidak mungkin menjadi solusi pamungkas yang diharapkan banyak orang" tulis Eiris & Leung dalam laporannya.

Pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa kalaupun vaksin Covid-19 sudah tersedia dan disuntikkan, bukan berarti kita serta merta akan aman. Penegakan protokol kesehatan seperti penggunaan masker serta social distancing masih dibutuhkan.

Related

News 7871703637402413049

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item