Korsel Kini Krisis Penduduk, karena Anak Muda Enggan Menikah dan Punya Anak
https://www.naviri.org/2020/09/korsel-kini-krisis-penduduk-karena-anak.html
Naviri Magazine - Angka kelahiran yang terlalu rendah adalah mimpi buruk bagi setiap pemerintah. Korea Selatan kini sedang menghadapinya, dan fenomena ini didorong oleh rendahnya keinginan untuk berumah tangga.
Korsel adalah anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Mengutip data OECD yang dilansir Bloomberg, di antara anggota di kawasan Asia-Pasifik, Negeri Gingseng menjadi negara dengan tingkat kelahiran paling rendah pada 2016.
Satu tahun setelahnya, menurut survei serupa versi Bank Dunia, Korsel dan Puerto Rico bersaing untuk posisi terbawah. Rata-rata angka kelahirannya hanya tujuh bayi per 1.000 orang.
Data lembaga statistik nasional yang dirilis pada April 2019 menunjukkan angka kelahiran di Korsel terjun bebas pada Februari 2019. Lebih tepatnya 7 persen lebih rendah dibanding tahun 2018.
Tahun ini diperkirakan jumlah orang yang meninggal di Korsel akan melebihi jumlah orang yang dilahirkan.
Angka-angka tersebut menantang asumsi umum bahwa problem kependudukan di Asia (Timur) memusat di Jepang.
Sebuah negara memerlukan sekitar 2,1 anak per perempuan untuk mempertahankan populasinya. Di Korsel, rata-rata kelahiran per perempuan hanya satu anak lebih sedikit.
Fenomena di atas muncul karena anak muda Korsel makin tidak berminat membangun rumah tangga. Gejalanya sudah muncul sejak beberapa tahun silam.
Sangyoub Park, akademisi Jurusan Sosiologi Washburn University, pernah mempublikasikan sebuah riset dalam Jurnal Context volume 14, tahun 2015. Judulnya agak puitis: A Silent Revolution in the Korean Family.
Hasilnya menunjukkan usia rata-rata menikah pertama di Korsel meningkat lima tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan, dari tahun 1990 ke 2013.
Pada 1970 tercatat hanya 1,4 persen dari perempuan usia 30-34 tahun yang belum menikah. Loncat ke 2010, angkanya naik menjadi 30 persen.
Pada 2015, lapor SCMP berdasarkan survei Institut untuk Kesehatan dan Sosial Korea, 90 persen laki-laki dan 77 persen perempuan usia 25-29 tahun masih berstatus lajang. Populasi usia 30-34 tahun yang belum menikah sebanyak 56 persen, dan yang berumur 40-45 tahun sebesar 33 persen.
Sebagai perbandingan, menurut survei yang digagas Lembaga Riset Kependudukan dan Jaminan Sosial Nasional Jepang, pada 2015 terdapat 23 persen laki-laki dan 14 persen perempuan yang belum menikah di usia 50 tahun.