Menghitung Kebutuhan Biaya RI Lakukan Tes Corona Sesuai Standar WHO

Menghitung Kebutuhan Biaya RI Lakukan Tes Corona Sesuai Standar WHO

Naviri Magazine - Jumlah pemeriksaan spesimen covid-19 di Indonesia sejauh ini masih di sekitar 30 ribu spesimen. Angkanya masih di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 1.000 tes per 1 juta penduduk setiap pekan.

Realisasi itu juga masih di bawah target pemerintah yang ditetapkan sebanyak 50 ribu spesimen per hari. Untuk diketahui, dari satu kasus dapat diambil lebih dari satu kali pengambilan dan lebih dari satu jenis spesimen.

Artinya, pengambilan spesimen bisa dilakukan lebih dari satu kali untuk masing-masing orang. Data Kementerian Kesehatan menyebut jumlah pemeriksaan orang secara nasional dalam satu minggu terakhir berada di kisaran angka 20-30 ribuan.

Pada Agustus 2020 lalu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Wiku Adisasmito menyatakan pemerintah menemukan beberapa kendala dalam melakukan pemeriksaan spesimen. Salah satunya adalah kekurangan tenaga kesehatan untuk bekerja di laboratorium.

Kendala lainnya adalah pengiriman sampel spesimen ke laboratorium. Masalahnya, terdapat antrean panjang pada hari-hari tertentu di laboratorium.

Ditambah, pemerintah harus memantau terus ketersediaan reagen untuk melakukan tes PCR. Dengan begitu, tak ada lab yang kehabisan reagen.

Ahli Pandemi dan Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan negara memang butuh dana yang tak sedikit untuk mencapai target ideal yang ditetapkan WHO. Pasalnya, ada banyak alat yang harus dibeli dan membangun laboratorium.

Berdasarkan data yang ia miliki dari diskusi bersama pihak rumah sakit dan laboratorium, dana yang dibutuhkan untuk satu laboratorium mencapai Rp4 miliar. Dana itu salah satunya digunakan untuk alat laboratorium biosafety level 2 sekitar Rp100 juta.

"Untuk PCR konvensional perlu ruang lab biosafety minimal level 2 yang katanya harganya bisa Rp100 jutaan," kata Dicky.

Kemudian, alat PCR untuk ekstraksi terpisah sekitar Rp1,5 miliar-Rp1,8 miliar, alat pendukung untuk refrigerated centrifuge sekitar Rp200 juta, dan kulkas untuk menyimpan sampel dan reagen sekitar Rp100 juta.

"Jadi mungkin untuk PCR konvensional belum termasuk bangunan sekitar Rp4 miliar," imbuh Dicky.

Ia bilang untuk harga bangunan akan bergantung dengan harga pasaran di daerah masing-masing. Selain itu, harga tanah juga akan berbeda-beda tiap wilayah.

"Mungkin kalau bangunnya di Papua sama di Jawa, ya mahalan di Papua. Jadi tidak bisa diprediksi. Tapi kalau alat-alat yang lain kan ada di luar daerah jadi bisa diperkirakan harganya," jelas Dicky.

Kemudian, total dana yang dibutuhkan untuk membangun satu laboratorium yang menggunakan PCR dengan metode tes cepat molekuler (TCM) sekitar Rp2,5 miliar. Dana itu dibutuhkan untuk membeli beberapa alat, seperti alat TCM sebesar Rp480 juta sampai Rp1,2 miliar, bio safety cabinet level 2 atau 3 sekitar Rp250 juta-Rp300 juta, serta sarana dan prasarana lainnya sekitar Rp1 miliar.

"Ini Rp2,5 miliar total dengan renovasi gedung tapi belum harga bangunan dan tanah. Itu tergantung harga bangunan di daerah masing-masing," ucap Dicky.

Perkiraan Kasar Kebutuhan Dana untuk Membangun Laboratorium PCR Konvensional

1.) 1 Alat laboratorium biosafety level 2: Rp100 juta
2.) 1 Alat PCR untuk ekstraksi terpisah: Rp1,5 miliar-Rp1,8 miliar
3.) 1 Alat pendukung untuk refrigerated centrifuge: Rp200 juta
4.) 1 Kulkas untuk menyimpan sampel dan reagen: Rp100 juta
5.)  KMD Autoclave: Rp200 juta
6.)  Sarana dan prasarana lain: Rp2 miliar
Total: Rp4 miliar

Perkiraan Kasar Kebutuhan Dana untuk Membangun Laboratorium PCR dengan Metode TCM
1.) 1 Alat TCM: Rp480 juta-Rp1,2 miliar
2.) Bio safety cabinet level 2-3: Rp250-Rp300 juta
3.) Sarana dan prasarana lain: Rp1 miliar
Total: Rp2,5 miliar

Melihat besarnya dana yang dibutuhkan untuk membangun satu laboratorium, Dicky berpendapat sebaiknya pemerintah tak perlu menambah jumlah laboratorium. Pemerintah hanya perlu menambah kapasitas dari laboratorium yang ada.

"Waktunya juga tidak cukup, lama. Jadi lebih baik tingkatkan kapasitas dan utilitas saja. Mesin PCR ditambah, begitu juga sumber daya manusia (SDM)," terang Dicky.

Sementara, Epidemiolog Universitas Airlangga Surabaya Windhu Purnomo menyatakan dana yang dibutuhkan untuk melakukan PCR test sekitar Rp1,2 juta-Rp1,5 juta per pemeriksaan. Untuk mencapai pemeriksaan 1.000 per pekan sesuai standar WHO, maka dana yang harus disiapkan sebesar Rp1,2 miliar-Rp1,5 miliar per pekan.

"PCR test saat biayanya antara Rp1,2 juta-Rp1,5 juta per pemeriksaan. (Untuk tahu biayanya) tinggal kalikan saja," ucap Windhu.

Namun, biaya untuk tes virus corona bisa ditekan jika menggunakan sistem pooling sample qPCR. Windhu menilai harganya jauh lebih efisien.

"Bila menggunakan sistem pooled sample qPCR, biaya bisa ditekan jauh, bisa sangat efisien sampai 1/10 nya," jelas Windhu.

Media mencoba menelusuri layanan PCR swab test yang ditawarkan oleh beberapa rumah sakit (RS), salah satunya RS Mayapada.

Rumah sakit itu menawarkan harga PCR swab test sebesar Rp1,5 juta. Bila memilih layanan itu, hasil tes akan keluar tiga hari setelah tes.

Jika hasil tes ingin keluar lebih cepat, maka masyarakat bisa memilih paket senilai Rp2 juta. Hasil tesnya akan keluar keesokan harinya atau paling lambat dua hari setelah tes.

Namun, bila masyarakat butuh hasil tes lebih cepat yakni 12 jam, maka bisa memilih tes dengan harga Rp3 juta. Kemudian, RS Mayapada juga menawarkan PCR swab test senilai Rp3,5 juta dan hasil keluar 6 jam setelah tes diterima di bagian laboratorium.

Berbeda, RS Mitra Keluarga hanya menawarkan satu paket untuk PCR swab test. Rumah sakit itu menawarkan tes dengan harga Rp1,5 juta.

Related

News 6647644214604153488

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item