Pemerintah Menyatakan Tak Ikut Campur Bila Maskapai Penerbangan Kena Pailit

Pemerintah Menyatakan Tak Ikut Campur Bila Maskapai Penerbangan Kena Pailit

Naviri Magazine - Sejumlah maskapai penerbangan Indonesia mulai kesulitan membayar sewa pesawat. Hal ini membuat lessor memperkarakan ke ranah hukum dan berpotensi membuat maskapai pailit. Belum lama ini Lion Air kena gugatan miliaran rupiah oleh salah satu lessor pesawat.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto buka suara mengenai hal ini. Dia tak memungkiri bahwa jika maskapai ramai-ramai berpotensi mengalami pailit, maka iklim bisnis penerbangan Indonesia akan ikut terkena dampaknya.

Kendati demikian, mengenai persoalan antara lessor dan airline, menurutnya adalah urusan business to business. "Itu kan sifatnya B to B, untuk saat ini memang pemerintah Indonesia melalui APBN tidak bisa masuk ke sana," ujar Novie.

Kemenhub juga tengah melakukan pembahasan mengenai nasib bisnis penerbangan dalam negeri ke depan. Hanya saja, skema bantuan suntikan modal dari APBN, menurutnya tak bisa diberikan kepada swasta meskipun tujuannya untuk menyelamatkan industri penerbangan Tanah Air.

"Yang kita bisa maksimal itu kan masuk ke BUMN. Tapi swasta kan belum bisa karena kita belum ada mekanismenya bagaimana APBN bisa masuk ke hal yang seperti itu," katanya.

"Misalnya kita ke airline A, kita nggak ada mekanismenya masuk ke sana. Kami di Kementerian Perhubungan tidak mempunyai kewenangan ke sana," lanjutnya.

Kendati demikian, pihaknya terus merumuskan skema berupa insentif yang bisa mendukung kelangsungan bisnis maskapai. Sejauh ini, bantuan yang mungkin untuk direalisasikan adalah biaya PSC.

"Jadi yang bisa kita lakukan maksimal contoh saja untuk pariwisata, kita bisa memberikan PSC kepada penumpang sehingga animo masyarakat untuk menggunakan transportasi udara bisa kembali lagi," katanya.

Maskapai penerbangan mengalami masalah baru di tengah pandemi Covid-19. Dengan berbagai penurunan penumpang dan intensitas penerbangan, beban terhadap sewa pesawat sulit untuk ditekan.

Hal ini memunculkan ancaman sampai pada kepailitan karena tunggakan utang atau kewajiban lain seperti yang dialami oleh Lion Air dan maskapai lain di dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association, Bayu Sutanto, menjelaskan bahwa perusahaan lessor atau penyewaan pesawat di dunia juga mengalami masalah yang sama.

"Lessor di dunia pun juga lagi ada masalah juga. Jadi ini jadi dispute, karena di perjanjian sewa atau lease agreement tidak ada klausul kahar atau force majeure," ujarnya.

Dengan begitu, pada umumnya para rental pesawat ini mengacu pada perjanjian dengan airline yang disepakati sebelum ada pandemi Covid-19. Di sisi lain, maskapai tentu kesulitan memenuhi tanggung jawab bayar sewa pesawat jika kondisi penerbangan belum kembali normal.

"Umumnya lessor ini selalu mengacu pada perjanjian yang sudah ada yang sudah disepakati sebelumnya pada saat normal. Tapi dalam kondisi saat ini tidak normal, tidak ada airline yang mampu bayar sesuai dengan yang sudah diperjanjikan. Ini jadi dispute," urainya.

Bayu mengaku, sebenarnya sempat ada wacana mengenai perumusan regulasi perdata internasional mengenai kerja sama antara maskapai dengan rental pesawat. Dia menjelaskan, hukum perdata di Indonesia belum memadai untuk mengakomodasi kasus-kasus seperti yang terjadi saat ini.

"Kebetulan di Indonesia ini hukum perdatanya kan masih ketinggalan menggunakan kitab undang-undang hukum dagang tahun 1800-an dan perdata internasional juga belum diatur. Waktu itu sempat kita diskusikan dengan Kemenkumham mengenai rencana membuat draf undang-undang perdata internasional," urainya.

Sayangnya, wacana tersebut sampai saat ini tak kunjung terealisasi. Alhasil, dalam sejumlah kasus umumnya lessor menuntut maskapai pailit karena tak mampu membayar utang.

"Saat ini yang ada yang banyak digunakan oleh lessor akhirnya mereka mengajukan kepailitan kepada airline karena tidak mampu bayar. Tapi apakah seperti itu pilihan terbaiknya. Kalau itu yang diambil ya banyak maskapai akan tidak bisa bertahan," bebernya.

Belakangan, gejala-gejala tersebut sudah mulai terjadi. Dikatakan bahwa jika maskapai mulai kesulitan membayar uang sewa, lessor meminta pesawat dilakukan grounded. Dalam waktu tertentu, jika pembayaran sewa tak kunjung dilakukan maka bisa berujung ke meja hijau. Namun, semua ini juga tergantung pada negosiasi antara kedua belah pihak.

"Yang normatif tentu negosiasi dengan pihak lessor. Memohon untuk penundaan atau restrukturisasi utang. Karena dari perjanjian itu, karena tidak dibayar akhirnya menjadi utang, secara perdata seperti itu," katanya.

Related

News 7164093038909345357

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item