Ini 5 Saran Bank Dunia untuk Indonesia, agar Pulih dari Resesi Ekonomi

Ini 5 Saran Bank Dunia untuk Indonesia, agar Pulih dari Resesi Ekonomi

Naviri Magazine - Bank Dunia (World Bank) sudah memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia akan minus di 2020 dan masuk jurang resesi. Dia memperkirakan ekonomi Indonesia di 2020 minus 1,6% hingga minus 2%.

Chief Economist East Asia and Pacific dari World Bank Aaditya Mattoo menyarankan agar Indonesia tidak hanya mengandalkan kekuatan pasar domestik semata. Percepatan pemulihan ekonomi dinilai bisa terjadi jika pemerintah melakukan reformasi struktural di sektor perdagangannya.

Dia menilai adanya RUU Omnibus Law bisa menjadi salah satu cara untuk melakukan reformasi.

"Tapi kabar baiknya adalah pemerintah telah mengambil langkah-langkah dengan Omnibus Law untuk melakukan reformasi. Tapi di satu sisi, Indonesia juga membutuhkan reformasi trade regime," kata Mattoo dalam Laporan Ekonomi Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober.

Mattoo menilai pada dasarnya ekonomi Indonesia memiliki momentum yang sangat baik untuk tumbuh tahun ini, jika tak ada COVID-19. Namun kinerja industri manufaktur Indonesia tidak sekencang negara-negara lain untuk menopang ekonominya karena tidak terhubungnya rantai perdagangan Indonesia dengan perdagangan Internasional.

"Indonesia memiliki momentum yang luar biasa, salah satu negara yang memiliki beragam industri manufaktur setelah masa krisis keuangan. Namun banyak terjadi kelesuan dan Indonesia belum benar-benar terintegrasi dengan global power chain," sebutnya.

Meski begitu, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia bisa pulih pada 2021 dengan kisaran pertumbuhan di level 3-4,4%. Selain di atas, berikut usulan lain untuk keluar dari resesi:

1. Meningkatkan kapasitas pencegahan penyebaran COVID-19

Hal itu dapat membantu menahan penularan COVID-19 dan tidak terlalu menyebabkan gangguan bagi perekonomian. Pada saat yang sama, harus dilakukan kerja sama Internasional untuk dikembangkannya vaksin dan mempersiapkan pendistribusiannya secara efisien dan adil.

2. Memulai reformasi fiskal

Hal ini memungkinkan belanja lebih besar untuk memberikan bantuan tanpa perlu mengorbankan investasi publik. Defisit keuangan yang besar di kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan akan meningkatkan hutang pemerintah rata-rata sebesar 7 poin persentase dari nilai PDB pada tahun 2020.

Hutang sektor swasta yang besar dan terus bertambah menjadi tambahan risiko tidak langsung terhadap keuangan pemerintah.

Dengan memperluas basis pajak melalui pemungutan pajak penghasilan dan keuntungan yang lebih progresif, serta pengurangan pemborosan dengan mengurangi subsidi energi, dalam beberapa kasus lebih dari 2% dari nilai PDB memungkinkan proses pemulihan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

3. Perluasan perlindungan sosial

Kebijakan ini meliputi pemberian bantuan kepada seluruh masyarakat miskin yang sudah ada maupun yang baru.

4. Dukungan kepada perusahaan

Hal ini dibutuhkan untuk mencegah kepailitan dan pengangguran. Dukungan harus didasarkan sedapat mungkin pada kriteria tujuan yang tidak hanya terkait dengan kinerja di masa lampau maupun kesulitan di saat ini, tetapi juga potensi untuk berkembang di masa depan.

5. Perkuat reformasi di bidang perdagangan

Terutama pada sektor-sektor layanan yang masih diberikan perlindungan seperti keuangan, transportasi, dan komunikasi untuk memperkuat produktifitas perusahaan, menghindari tekanan untuk melindungi sektor-sektor lainnya, dan memperlengkapi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari peluang digital yang proses kebangkitannya dipercepat oleh pandemi.

Related

News 5442432112095120055

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item