Perlu Tahu, Ini Plus Minus Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Sudah Disahkan

Perlu Tahu, Ini Plus Minus Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Sudah Disahkan

Naviri Magazine - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Palu tanda pengesahan telah diketuk oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, setelah mendapat persetujuan dari semua peserta rapat. 

Dari sembilan fraksi yang duduk di kursi wakil rakyat, tecatat hanya dua fraksi yang menolak pengesahan tersebut, yakni Partai Demokrat dan PKS. 

Pengesahan UU Cipta Kerja ini juga diwarnai dengan sejumlah aksi demonstrasi. Sebab, UU tersebut dinilai merugikan bagi kalangan buruh dan pekerja. 

Berikut ini sejumlah poin minus dan plus dari UU Cipta Kerja: 

Minus 

Sejak RUU Cipta Kerja dibahas oleh pemerintah dan DPR, sejumlah kalangan telah bersuara menyatakan penolakan. Bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beserta 32 federasi serikat buruh lainnya berencana melakukan aksi mogok nasional pada tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020. 

Mereka menilai ada beragam poin yang merugikan pekerja di dalam UU Cipta Kerja. Di antaranya adalah penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK), diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). 

Penggantian ini dinilai akan upah pekerja lebih rendah. Kemudian, dalam draf omnibus law 

Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu. 

Ketentuan tersebut lebih lama dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebut kerja lembur dalam sehari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu. 

Hal lain yang dipermasalahkan adalah salah satu poin pada Pasal 61 yang mengatur waktu berakhirnya perjanjian kerja. 

Jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha, sehingga berpotensi membuat status kontrak pekerja abadi, bahkan pengusaha dinilai dapat mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.  

Permasalahan cuti yang tertera pada Pasal 79 ayat 2 poin b juga dianggap bermasalah. Sebab tertulis, waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. 

Selain itu dalam ayat 5, RUU juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

Pasal 42 dalam RUU ini juga dianggap bermasalah. Ini karena melalui pasal tersebut, dianggap akan memudahkan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk direkrut. 

Pasal tersebut mengamandemenkan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. 

Ini berbeda jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018 dimana TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). 

Sehingga, saat UU Cipta Kerja disahkan, perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya membutuhkan RPTKA saja. 

Poin Plus

Sementara itu ada sejumlah poin plus, menurut pemerintah, yang didapatkan dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menilai UU Cipta Kerja dapat mendorong debirokratisasi sehingga pelayanan pemerintah akan lebih efisien, mudah dan pasti karena ada penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria), serta penggunaan sistem elektronik. 

Selain itu, dalam UU Cipta Kerja terdapat dukungan bagi UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS. Serta, diatur kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kemudahan dalam mendirikan Perusahaan Terbuka (PT) Perseorangan. 

“Kemudahan ini dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” kata Airlangga.  

Bagi koperasi juga disebutnya akan mudah dalam pendiriannya dengan menetapkan minimal sembilan orang anggota. 

Selain itu, sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian proses. Serta memperluas lembaga pemeriksa halal menjadi dapat dilakukan Ormas Islam maupun Perguruan Tinggi Negeri. 

Masyarakat juga disebut dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas ketelanjutan lahan dalam kawasan hutan, di mana lahan yang berada di kawasan konservasi, hasil kebun dapat dimanfaatkan masyarakat dengan pengawasan pemerintah. 

Bagi nelayan, diatur penyederhanaan perizinan berusaha, untuk kapal perikanan dengan dilakukan melalui satu pintu di KKP, Kemenhub akan memberikan dukungan melalui standar keselamatan. 

"Pemerintah juga mengejar percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh Bank Tanah,” ujar Airlangga. 

Menurutnya, UU Cipta Kerja juga memberikan kepastian pemberian pesangon dengan menerapkan program Jaminan Pekerjaan (JKP) yang tidak mengurangi manfaat JKK, JKM, JHT, dan JP, serta tidak membebani iuran pekerja atau pengusaha.

Pelaku usaha menurutnya akan mendapat kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan peizinan berusaha dan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan standar. 

“Selain itu adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah,” ungkap Airlangga.

Related

News 3097859768128505764

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item