Mengapa di Dunia Ini Harus Ada Perbatasan Antar Negara? (Bagian 1)

Mengapa di Dunia Ini Harus Ada Perbatasan Antar Negara?

Naviri Magazine - Kita jarang memikirkannya. Benarkah memisahkan dunia jadi bagian kecil atas nama kedaulatan adalah hal yang alamiah dan berdampak positif? Satu pakar memandang sebaliknya.

Muncul perdebatan dalam pengadilan banding federal Amerika Serikat. Pengacara yang mewakili Negara Bagian Hawaii menyatakan larangan masuk dari Donald Trump terhadap imigran muslim melanggar konstitusi. 

"Selama 50 tahun terakhir pemerintah tidak melakukan pengucilan terhadap imigran dari negara manapun," kata Neal Katyal, si pengacara yang pernah menjabat sebagai jaksa agung muda era pemerintahan Barack Obama. 

Hawaii ingin AS tetap bisa menerima imigran dari semua negara, tanpa memandang latar agamanya. Argumen Katyal, sebenarnya, cuma separuh benar. Saat Obama berkuasa, Amerika Serikat cukup sulit diakses oleh "kelas masyarakat tertentu": yaitu mereka yang miskin, tak cukup punya modal untuk mengurus dokumen visa kunjungan resmi, dan telah lama dikucilkan petugas imigrasi, dari segi hukum dan adat. 

Mereka ini termasuk di antaranya adalah masyarakat adat Meksiko yang tinggal di sepanjang perbatasan dengan AS.

Faktanya, kita hidup di sebuah planet yang mayoritas penghuninya menerima takdir hidup di bawah sistem perbatasan militer dan rezim pengawasan petugas imigrasi. 

Jadi, kalaupun kamu mengecam pemikiran Trump karena mengagungkan "warga asli AS", pola pikirnya itu mewakili sebuah konsep yang disetujui hampir semua orang. Bahwa setiap manusia terpisah oleh 'identitas nasional' yang dilegitimasi oleh kemunculan sistem perbatasan dan mekanisme imigrasi.

Jadi, sekalian saja kita mengajukan pertanyaan ini. Untuk apa setiap negara membangun perbatasan? Benarkah perbatasan fisik dan imajiner, yang sesungguhnya sangat sulit dijaga dengan dalih kedaulatan, ada gunanya?

Reece Jones, Guru Besar Hukum Imigrasi di University of Hawaii, adalah penulis buku Violent Borders: Refugees and the Right to Move. Akademisi, tak hanya Reece, sampai sekarang masih tidak yakin mengapa kita masih mempertahankan tetek bengek kedaulatan nasional yang diejawantahkan dalam bentuk perbatasan antar negara. 

Reece percaya bahwa menghilangkan sekat antar negara seharusnya menjadi tujuan utama semua bangsa jika kita percaya pada hak asasi manusia. Caranya dengan mengenali dan menganalisa sistem perbatasan, lalu mencari jalan buat merobohkan konsep perbatasan itu di masa depan.

Reece membahas cara terbaik mengurai perdebatan soal larangan visa Trump dan usulan presiden itu membangun tembok-tembok perbatasan. Dia juga mendikusikan kemungkinan menghapus tembok tadi, mengingat perbatasan telah ada selama berabad-abad, dan apa makna hidup ketika sistem perbatasan internasional berada di ambang kekerasan.

Mengapa kini manusia perlu memberi perhatian lebih kepada konsep perbatasan?

Reece Jones: Saya telah mempelajari perbatasan selama 15 tahun, dan selama itu, saya menyadari dua tren dominan. Tren pertama adalah konstruksi infrastruktur perbatasan, penugasan banyak agen di perbatasan-perbatasan, konstruksi tembok-tembok, serta biaya yang dikeluarkan untuk mewujudkan perbatasan. Pada 1990-an, ada 15 tembok perbatasan di seluruh dunia. Kini, jumlahnya hampir mencapai 70.

Saya juga menyadari sebuah tren yang amat mengganggu. Yaitu, peningkatan dramatis jumlah manusia yang tewas di perbatasan. Jika kita melihat data dari dekade 1980an atau 1990an, kita membicarakan soal sekian ratus kematian per tahun di perbatasan-perbatasan global. Warga sipil tewas saat mencoba melewati perbatasan tidaklah umum.

Sejak pertengahan 2000an, angka tersebut melonjak 1.500 hingga 2.000 kasus per tahun, dan tentu saja angka tersebut semakin meningkat pada beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2015, ada lebih dari 5,000 orang tewas di perbatasan; sementara pada 2016, sebanyak 7.500 orang tewas atau menghilang saat mencoba melewati perbatasan di berbagai negara. 

Itulah mengapa saya memutuskan menulis buku ini. Tujuannya memikirkan alasan mengapa begitu banyak orang tewas di perbatasan, melihat kaitan antara perbatasan dan kekerasan di sekitar mereka.

Kita biasanya membayangkan kekerasan di perbatasan terjadi ketika personel militer menyerang migran tanpa dokumen yang berusaha menerobos. Namun dalam bukumu, 'kekerasan' yang dimaksud mengacu pada konsep lebih luas, terutama faktor-faktor yang membuat perbatasan berbahaya bagi manusia. Bisa dijelaskan lebih lanjut?

Ada beberapa tipe kekerasan di perbatasan. Tentunya ada kekerasan langsung oleh petugas perbatasan, di mana mereka membunuh orang-orang yang mencoba melewati ruang-ruang perbatasan. Kita bisa menemukan kekerasan macam itu di perbatasan antara AS dan Meksiko: Ada sekitar 35 atau 36 orang tewas sejak 2010 di perbatasan itu oleh Patroli Perbatasan AS. 

Petugas keamanan di perbatasan India terkenal karena membunuh orang-orang di ujung perbatasan: Lebih dari seribu warga Bangladesh telah dibunuh aparat selama 15 tahun terakhir. Bangladesh memiliki perbatasan yang sangat berbahaya, dan di sana kekerasan langsung dilakukan oleh petugas perbatasan.

Perbatasan juga merupakan contoh kekerasan struktural, yaitu penggunaan sistem hukum dan peraturan yang merenggut kesempatan seseorang melalui embel-embel perbatasan. Sumber kekerasan akibat faktor-faktor struktural tersebut dipicu hadirnya konsep 'batas'. 

Bagi saya, tindakan membuat atau membangun perbatasan otomatis mengandung kekerasan. Kalau kamu menggambar sebuah garis lalu berkata, "Bagian ini milikku, dan bagian sana milikmu," tindakan tersebut mengandalkan ancaman kekerasan. 

Sebab ketika seseorang melanggar "kesepakatan" tersebut, dan mencampuri atau berada pada bagian yang seharusnya milikmu, pilihan satu-satunya adalah menggunakan sejenis kekuatan untuk mengusir mereka. 

Baca lanjutannya: Mengapa di Dunia Ini Harus Ada Perbatasan Antar Negara? (Bagian 2)

Related

Science 4011076208987790938

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item