Amien Rais Sindir Anak dan Menantu Jokowi yang Menang Pilkada, 5 Hal Ini Jadi Sorotan

Amien Rais Sindir Anak dan Menantu Jokowi yang Menang Pilkada, 5 Hal Ini Jadi Sorotan

Naviri Magazine
- Amien Rais berbicara soal nepotisme yang menurutnya marak terjadi di era pemerintahan Jokowi. Ia menyorot anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang menang di Pilkada Solo dan menantu Jokowi, Bobby Nasution yang menang di Pilkada Medan 2020.

"Nepotisme, anak kandungnya Pak Jokowi di Solo menang telak sebagai wali kota. Dan memantunya di Medan yang diperkirakan kalah ternyata juga menang lumayan. Politik itu tiba-tiba jadi, meminjam istilah Rocky Gerung, jadi dungu," kata Amien Rais, dalam video yang ditayangkan lewat kanal YouTube Amien Rais Official.

Menurut Amien, pemerintahan Jokowi mirip dengan rezim Orde Baru era Soeharto, termasuk soal adanya nuansa nepotisme.

"Putra-putra Pak Harto dulu sangat mudah mengembangkan bisnis.  Putri sulung Pak Harto jadi Menteri Sosial. Ini kita sekadar supaya tidak ada reinkarnasi Orde Baru," katanya.

Amien Rais Sindir Anak dan Menantu Jokowi yang Menang Pilkada, 5 Hal Ini Jadi Sorotan

Seperti diketahui, menantu dan anak pertama Presiden Jokowi, Bobby Nasution dan Gibran Rakabuming Raka, sama-sama meraih kemenangan pada Pilkada serentak 2020.

Gibran yang berpasangan dengan Teguh Prakosa pada Pilkada Solo, meraih 225.451 suara, unggul telak dari pasangan Bagyo Wahyono-FX Suparjo (BaJo) yang cuma dapat 35.055 suara.

Sementara itu, menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution bersama wakilnya, Aulia Rachman memperoleh 393.327 suara, sedangkan paslon lawannya mereka, Akhyar Nasution-Salman Alfarisi mendapat 342.580 suara.

Meski begitu, kemenangan Bobby ini masih kalah dibandingkan jumlah golput di Pilkada Medan. Tercatat, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Pilkada Medan 2020 adalah 1.601.001.

Artinya, meskipun unggul dari paslon Akhyar-Salman, Bobby-Aulia tetap kalah jauh dibanding golput. Jumlah perolehan suaranya bahkan tak sampai seperempat dari jumlah DPT.

Tingginya angka golput pada Pilkada Medan 2020 ini menjadi sorotan, terlebih karena salah satu pesertanya adalah menantu Jokowi. Padahal, anggaran Pilkada Medan 2020 mencapai Rp69 miliar.

Mirip Orde Baru

Selain soal nepotisme, Amien juga mengemukakan sejumlah alasan lain mengapa ia menilai demikian. Pertama, ia menyinggung soal adanya pengkultusan individu di era Orde Baru Soeharto oleh rakyat, yang menjadikan Soeharto bisa menguasai Indonesia selama 32 tahun.

"Awalnya Pak Harto itu betul-betul seorang demokrat, tapi setelah 3 tahunan, entah siapa yang membisiki, mungkin All the president's men, pelan-pelan beliau jadi seorang otokrat. Bahkan ada yang mengatakan, republik Indonesia di zaman Orde Baru itu republik tapi bernuansa kingdom, kerajaan," katanya.

Kedua, Amien menyinggung soal kelihaian Soeharto menguasai lembaga tinggi negara, mulai dari MPR, DPR, hingga lembaga kehakiman dan kejaksaan, dan menjadikan lembaga-lembaga tinggi itu sebagai alat politik.

"Bahkan ABRI juga waktu itu, polisi bagian dari ABRI, bisa dijadikan semacam alat politik Pak Harto," katanya.

Ketiga, Amien menyinggung soal adanya fenomena perkawinan politis antara penguasa dan pengusaha di era Soeharto.

"Yang paling diuntungkan adalah para pengusaha yang dilindungi oleh penguasa. Ada timbal balik, saling dukung," katanya.

Selanjutnya, Amien menyindir soal adanya fenomena di mana para oposan atau pengkritik pemerintah dibungkam.

"Oposisi dihabisi, sehingga kita ingat demokrasi Pancasila itu sebagai demokrasi tanpa oposisi," katanya.

Semua alasan itu itu kemudian disebutkan kembali oleh Amien, dan dibandingkannya dengan pemerintahan Jokowi sekarang.

Ia menyebut bahwa ada tendensi kelahiran kembali pengkultusan individu yang dilakukan oleh rakyat terhadap sosok Jokowi.

"Pertama, ada kultus individu yang dibangkitkan lagi. Ini dalam demokrasi aneh. Kedua, pemerintahan pak Jokowi cukup lihai bagaimana MPR DPR dan DPD sudah digenggam. Semuanya ada 711 orang, tapi tidak bisa berkata apa-apa," katanya.

Selanjutnya, Amien menyinggung adanya fenomena perkawinan antara penguasa dan pengusaha.

"Bagaimana pengusaha hutan yang memegang ratusna juta hektare, bisnis besar dapat lampu hijau, mafia taipan cukong melenggang luar biasa," katanya.

Amien juga menyinggung soal adanya oposisi yang dia nilai tidak diinginkan oleh pemerinatahan Jokowi.

"Kelima, memang tidak mengingankan adanya oposisi. Oposisi dianggap musuh negara. Keenam, membangun lingkungan istana, yang kemudian hanya mengiya-iyakan keinginan," katanya.

Mantan Ketua Umum PAN itu pun menyebut bahwa mahasiswa sekarang telah dikendalikan.

"Terakhir, rezim pak Jokowi dibandingkan dengan pak Harto itu adalah bisa mengendalikan mahasiswa. Jadi mahasiswa sebagai moral force itu sekarang tidak terdengar. Saya juga melihat aneh itu," ujarnya.

Pada akhir video, Amien pun menyampaikan penutup nasib sebuah kekuasaan.

"Kekuasaan yang bertumpu kepada ketidakbenaran, sooner or later akan collapse. Kapan? Hanya Allah Yang Mengetahui," katanya. 

Related

News 6631245533441031931

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item