Kisah Para PSK Menghadapi Pandemi Corona: Tak Tersentuh Bansos, sampai Ganti Profesi (Bagian 1)


Naviri Magazine - Pada masa pandemi ini, banyak orang kehilangan mata pencaharian, tak terkecuali pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia.

Sebuah organisasi pemerhati pekerja seks memperkirakan lebih dari 277.000 orang yang berkecimpung dalam profesi ini di Indonesia terdampak pandemi dan kehilangan pendapatan hingga 70%.

Kondisi ini membuat sejumlah PSK beralih profesi demi bertahan hidup, termasuk berbisnis kuliner. Wartawan menemui salah seorang PSK yang berjualan ayam geprek.

Lorong-lorong dengan lebar dua bahu orang dewasa terkurung tembok-tembok rumah kontrakan. Pada saat pejalan kaki berpapasan sepeda motor yang melintas, maka dia harus merapatkan tubuh ke tembok.

Gang-gangnya seperti labirin, bisa menyesatkan siapa saja yang baru pertama kali ke sana. Banyak dari gang-gang tersebut berujung buntu. Di salah satu kuldesak itulah, Maya bermukim. Maya—bukan nama sebenarnya—adalah seorang perempuan yang menjadi pekerja seks selama 16 tahun.

Rumah yang disewa perempuan 32 tahun ini sedikit lebih besar dari rumah lainnya karena memiliki dua ruangan dan dapur di belakang. Di depan pintu terdapat etalase kecil yang terisi dagangan makanan ringan.

"Yang tinggal di (daerah) sini hampir semuanya PS (pekerja seks), ada yang sudah punya anak, ada juga yang tua tapi kerjanya sekarang sebagai penghubung saja," katanya.

Di rumahnya, Maya tinggal bersama kekasihnya yang bekerja sebagai agen judi togel. Mereka saling tahu profesi masing-masing.

Colong-colongan dengan razia

Sejak memasuki masa pandemi, tamu yang biasa kencan dengan Maya berkurang drastis. Sebelumnya, ia bisa berkencan dengan empat laki-laki dalam satu malam dan mengantongi uang hingga Rp1 juta.

"Pas pandemi ini, satu juga kadang-kadang enggak [ada]. Tamu kan jarang datang ke sini, terus menawar juga agak murah-murah sekarang. Kadang-kadang Rp150.000, kadang-kadang Rp100.000, buat [sewa] kamar juga Rp40.000. Kita kebagian berapa kalau Rp100.000?" tanya Maya dengan nada retoris.

Untuk bertahan hidup, Maya kadang nekad mencari tamu hingga ke pinggiran jalan dengan cara duduk di warung kelontong yang masih buka. Bermain petak umpet dan adu lari dengan pasukan Satpol PP adalah tantangannya.

"Kita colong-colongan sama razia… Saat pandemi, razia dua-tiga kali datangnya dalam semalam," kata Maya.

Bukan hanya itu, kebutuhan hidup yang terus berjalan juga disiasati dengan utang dari warung ke warung.

"Dari warung sini, warung sana. Kalau punya uang kita bayar. Kalau enggak ya utang lagi, dimaki-maki sedikit sih, tapi enggak apa-apa yang penting bisa hidup dulu," cerita Maya.

Berusaha ganti profesi

Namun, sebulan terakhir ini Maya merintis usaha kuliner. "Ayam geprek, terus lumpia basah, seblak, es krim buat anak-anak, pangsit dibungkus-bungkus." Modalnya ia pinjam dari teman dan anak kekasihnya.

"Aku juga bersyukur bisa makan di sini, bisa makan di usaha ini. Biar pun usaha masih kecil-kecilan kadang-kadang hari ini sepi, besok enggak tahu, namanya jualan ada sepinya ada enggaknya," katanya.

Selama berjualan, ia mulai jarang mencari tamu, kecuali dagangannya sedang sepi pembeli. "Kita masih ke depan (jalan) juga, tapi jarang. Seminggu itu aku bisa satu kali," kata Maya.

Pilihan menjadi pekerja seks

Maya mengaku menjadi pekerja seks sejak usia 15 tahun. Saat itu, perempuan asal Jawa Barat ini diiming-imingi seorang teman bekerja di sebuah restoran di Jakarta. Tapi yang dia hadapi justru melayani tamu-tamu di warung remang-remang. Awalnya ia menolak, tapi lama kelamaan diteruskan karena uang mudah didapat.

Dari sini ia bisa rutin mengirim uang ke kampung halaman dan membeli rumah untuk keluarganya.

"Akhirnya perjuanganku sebagai kakak enggak sia-sia. Aku bisa beli rumah buat orang tua. Biar pun aku SD doang, tapi adik-adik aku pada tinggi-tinggi sekolahnya. Gara-gara cari uang di sini," tutur Maya diselingi derai air mata.

Ia menceritakan kehidupan keluarganya, sebelum bekerja sebagai pekerja seks. Hidup di pinggiran kampung di Jawa Barat dengan rumah sewa satu ruangan yang digunakan untuk tidur bersama-sama. "Adik-adik pada digigitin tikus kakinya," katanya.

"Sekarang alhamdulilah adikku pada nyaman tidur. Ketawanya pada lepas, enggak kayak dulu-dulu. Dulu juga beli es krim pada enggak bisa," lanjut Maya.

Baca lanjutannya: Kisah Para PSK Menghadapi Pandemi Corona: Tak Tersentuh Bansos, sampai Ganti Profesi (Bagian 2)

Related

News 3484780490593090189

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item