Uang Jadi Faktor Penentu Kemenangan Bobby dan Gibran di Pilkada 2020?

Uang Jadi Faktor Penentu Kemenangan Bobby dan Gibran di Pilkada 2020?

Naviri Magazine
- Anak sulung dan menantu Presiden Joko Widodo selangkah lagi menjadi Wali Kota Solo dan Medan. Mereka unggul berdasarkan hasil Sistem Informasi Rekapitulasi yang dipublikasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Selain mengumumkan raihan suara, KPU mengungkap keduanya mengeluarkan dana kampanye jauh lebih besar dibandingkan lawan.

Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang menjadi calon Wali Kota Solo bersama wakil Teguh Prakosa, mengeluarkan dana Rp5,9 miliar. Jumlahnya memang jauh di bawah limit pengeluaran yang ditetapkan KPU Kota Solo, yakni Rp 19,8 miliar, tapi 50 kali lipat lebih banyak dibandingkan pengeluaran lawannya, Bagyo Wahyono dan FX Suparjo (Bajo).

Laporan pengeluaran Bajo hanya Rp110 juta. Bajo bahkan tidak menggunakan semua anggaran, sebab masih ada selisih atau sisa Rp43 juta yang tak mereka pakai.

Uang Jadi Faktor Penentu Kemenangan Bobby dan Gibran di Pilkada 2020?

Bajo yang maju melalui jalur independen melaporkan penerimaan Rp153 juta, semuanya berasal dari sumbangan. Sementara Gibran-Teguh melaporkan penerimaan sama besar dengan pengeluaran; dana kampanye dari mereka sendiri sebesar Rp25 juta, sumbangan Rp650 juta.

Ketua Tim Pemenangan Gibran-Teguh Putut Gunawan mengatakan porsi paling besar modal kampanye adalah “biaya sosialisasi dengan tokoh-tokoh masyarakat.”

“Kedua, untuk operasional petugas pemilu dari partai, kemudian untuk biaya saksi-saksi,” kata Putut pekan lalu.

Dia mengklaim dana itu memang “tonggak pencapaian perolehan suara” sehingga Gibran-Teguh mendapatkan 85,13 persen suara.

Ketua Tim Pemenangan Bajo, Sigit Prakosa, berkata semula percaya “gerakan rakyat” dengan mengandalkan sukarelawan akan mampu memenangkan Bajo. Dengan kata lain pakai tenaga, bukan materi. Tapi, ternyata itu tak terbukti. Modal duitlah menentukan perolehan suara.

“Saya sepakat bahwa uang memengaruhi hasil akhir dari kontestasi,” katanya.

Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi, yang berpasangan dengan Aulia Rachman di Pilkada Kota Medan, mengeluarkan dana jauh lebih besar dibandingkan lawannya.

Bobby-Aulia memang tak sampai melampaui limit yang ditetapkan KPU Kota Medan, yakni Rp36,24 miliar, tapi jumlah yang mereka keluarkan lebih besar 15 kali lipat dibandingkan lawannya, Akhyar Nasution-Salman Alfarisi.

Bobby-Aulia melaporkan penerimaan dana kampanye Rp18 miliar. Sumbernya di antaranya Rp50 juta dari pasangan calon dan Rp2,3 miliar dari sumbangan. Dari penerimaan itu, mereka melaporkan pengeluaran Rp15,4 miliar.

Sementara Akhyar-Salman melaporkan penerimaan dana kampanye Rp1,09 miliar, berasal dari sumbangan Rp1,035 miliar dan pasangan calon Rp1,125 juta.

“Kami akui pembiayaan kampanye kami sangat besar,” ujar juru bicara Tim Pemenangan Bobby-Aulia, Ikrimah Hamidy.

Selain untuk pembelian alat peraga kampanye, biaya besar itu untuk memberikan honor kepada orang-orang yang bekerja di lapangan, tambahnya.

Meski demikian, Ikrimah menilai modal bukanlah satu-satunya penentu kemenangan Bobby-Aulia. Menurutnya, faktor utamanya adalah keinginan warga atas perubahan.

Made Supriatma, peneliti di Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS)–Yusof Ishak Institute, yang mengkaji politik Indonesia, relasi sipil-militer, dan politik identitas, mengatakan pada dasarnya pilkada di sini memang ongkosnya mahal.

Namun, dalam kasus Medan dan Solo, jumlah yang dikeluarkan bahkan terhitung “spektakuler.” Sebabnya adalah mereka bagaimanapun sosok yang berasal dari luar lingkaran partai yang kemudian mendapatkan rekomendasi dan dukungan mayoritas partai. Semua proses itu menurutnya tidak murah.

“Belum lagi menyediakan oli [pelicin] untuk mesin partai bekerja. Itu juga dibutuhkan uang yang besar. Dan itu yang dialami Bobby di Medan sehingga ia bisa sampai mengeluarkan Rp15 miliar,” kata Made saat menjadi pembicara dalam webinar ‘Dinasti Politik Jokowi dan Pandemi COVID-19’ yang diselenggarakan Kurawal Foundation, Rabu pekan lalu.

Yoes C. Kenawas, kandidat doktor ilmu politik Northwestern University, Illinois, peneliti tentang variasi dinasti politik di Indonesia, menerangkan faktor uang sangat penting dalam pilkada. Meskipun demikian, itu saja tidak akan cukup memenangkan kandidat.

“Memang uang penting, cuma pasti akan ada faktor pendukung lain. Misal, seberapa besar mereka menguasai jaringan di daerah dan seberapa dalam penetrasi organisasi pemenangan di daerah? Itu jadi hal-hal yang penting untuk memengaruhi seseorang bisa menang,” ujarnya dalam webinar yang sama.

Related

News 2760752511819819132

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item