Kegalauan Seorang Dokter Menghadapi Pasien Corona yang Terus Datang Setiap Hari


Naviri Magazine - Perasaan Siswanto kacau dalam beberapa pekan terakhir. Dokter spesialis paru ini menjadi penanggung jawab layanan COVID-19 di RS Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) di Kabupaten Sleman. Siswanto melihat pasien-pasien COVID-19 meninggal lantaran tak mendapatkan pertolongan medis yang memadai.

“Saya harus merawat pasien di ruang ICU dengan perawatan yang seharusnya diberikan. Tapi, karena ruangannya tidak ada, alatnya tidak ada, akhirnya semampunya. Beberapa meninggal,” kata Siswanto. “Ini keprihatinan luar biasa. Itu mengaduk-aduk perasaan kami.”

Siswanto berkata setiap pasien suspek, probable, maupun konfirmasi positif COVID-19 setelah dua jam di IGD harus dipindahkan ke ruang perawatan atau dirujuk ke rumah sakit lain jika memang tidak dapat ditangani. Situasinya saat itu 53 ruang perawatan COVID-19 di RSA UGM sudah penuh, demikian pula rumah sakit lain sehingga para pasien tak bisa dirujuk.

Akhirnya, sampai ada 7 pasien yang menumpuk di IGD, yang menunggu lebih dari sehari bahkan dua hari tapi belum juga mendapatkan ruang perawatan.

“Saya menggambarkannya sangat crowded. Kami terpaksa tutup IGD selama dua hari,” kata Siswanto.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kabupaten Bantul, salah satu rumah sakit rujukan, juga harus menutup IGD pada 12 Januari 2021. Manajemen rumah sakit menunjukkan dua foto yang menggambarkan situasi di ruang IGD sehari sebelum ditutup. Pasien berjajar di tempat tidur berbatas tirai, lalu seorang pasien laki-laki duduk mengenakan alat bantu pernapasan.

Mereka menunggu untuk segera mendapatkan ruangan khusus yang masih penuh saat itu. Manajer Humas rumah sakit Wahyu Priyono berkata hari itu ada delapan pasien yang mengantre di IGD. Tujuh pasien telah dinyatakan positif berdasarkan tes usap antigen, sementara satu pasien masih menunggu hasil. Mereka semua bergejala sedang hingga berat.

RS PKU Muhammadiyah Bantul memiliki 35 tempat tidur untuk pasien COVID-19. Nurcholid Umam Kurniawan, Direktur Pelayanan Medik rumah sakit tersebut, mengatakan lonjakan pasien membuat tempat tidur selalu penuh dan membuat sebagian pasien terpaksa menunggu di IGD.

“Situasi ini sudah terjadi hampir satu bulan […] Grafiknya meningkat pesat di Desember 2020, hampir setiap hari kami menerima tiga sampai lima pasien baru,” kata Umam, dokter spesialis anak.

Rata-rata pasien suspek, probable, maupun konfirmasi positif COVID-19 yang datang ke mereka dalam kondisi buruk. “Pernah beberapa pasien akhirnya meninggal karena datang dalam kondisi sangat jelek,” ujar Umam.

Kondisi pasien yang kritis itu membuat kewalahan karena rumah sakit hanya memiliki dua ventilator dan 11 alat bantu pernapasan yang bisa difungsikan. Akhirnya, tak semua pasien yang keadaannya gawat bisa mendapatkan alat bantu pernapasan.

Dalam satu kesempatan, tenaga medis di sana harus memilih siapa yang harus ditolong dengan pertimbangan prognosis—analisis perkembangan penyakit akan membaik atau memburuk. Mereka yang perkembangannya membaik akan lebih diutamakan untuk mendapatkan alat bantu pernapasan. “Itu memang ada,” ujar Umam.

Sejak pekan kedua Desember 2020, “satu sampai dua orang setiap satu minggu pasti ada yang tidak mendapat peralatan memadai sehingga harus meninggal di IGD,” cerita Umam. Mereka bahkan harus menunggu dua hari di IGD untuk kemudian dapat giliran memperoleh ruang rawat COVID-19.

Related

News 7648071250938472954

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item