Kisah Raja Abrahah, Pasukan Bergajah, dan Misteri Burung dari Neraka (Bagian 2)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Kisah Raja Abrahah, Pasukan Bergajah, dan Misteri Burung dari Neraka - Bag...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Raja Abrahah, Pasukan Bergajah, dan Misteri Burung dari Neraka - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sementara sejarawan Francis E. Peters lebih tidak skepstis dibanding Reynolds dalam memandang kisah Abrahah. Di buku Muhammad and the Origins of Islam (1994: 84), Peters menyebut “not entirely implausibly” (tidak sepenuhnya tak masuk akal) untuk serangan Abrahah terhadap Makkah. Ia bahkan mengutip dengan sangat panjang bagian-bagian penting dari Sirah Rasulullah.

“Salah satu tradisi mengaitkan [kelahiran Nabi Muhammad], tidak sepenuhnya tak masuk akal, dengan sebuah peristiwa yang mengguncang Makkah pada masa itu, [yakni] serangan terhadap kota suci dari Yaman,” tulis Peters.

Epidemi Cacar

Perspektif menarik juga datang dari Leopold Weiss, jurnalis kelahiran Ukraina yang setelah masuk Islam mengubah nama menjadi Muhammad Asad, dalam The Message of the Qur’an (1980), sebuah buku tafsir dan terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris. Barangkali interpretasinya agak kontekstual dengan situasi hari-hari ini.

Bagi Asad, batu sijjil yang dimaksud dalam surah al-Fil bukan benar-benar batu yang panas. Ia merupakan alegori dari “epidemi yang sangat mendadak” yang ditimpakan Tuhan kepada Abrahah dan pasukannya. Epidemi tersebut, seturut pelacakan Asad dari sumber-sumber tradisional Islam, adalah wabah cacar.

Pendapat Asad ini kemudian diperkuat oleh penelitian tiga ilmuwan ahli sejarah epidemiologi (John S. Marr, Elias J. Hubbard, dan John T. Cathey) dalam makalah bertajuk "The Year of the Elephant". Tiga peneliti ini menganalisis ayat 3, 4, dan 5 dalam surah al-Fil yang mengisahkan burung-burung pembawa batu panas yang menyebabkan orang-orang "seperti daun-daun yang dimakan (ulat)".

Mereka mengutip deskripsi Ibn Ishaq dalam Sirah Rasulullah yang menceritakan proses sekarat Abrahah dan pasukannya setelah mereka gagal menyerang Ka'bah:

"Saat mereka [Abrahah dan pasukannya] mundur, mereka tumbang di pinggir jalan, sekarat dengan menyedihkan dengan lubang-lubang air [di kulit mereka]. Tubuh Abrahah tersiksa. Dan ketika mereka membawanya pergi, jari-jari Abrahah lepas satu per satu. Di tempat jari-jari itu berada, terdapat luka yang mengerikan dengan nanah dan darah."

Berdasarkan penggambaran itu, dengan diperkuat bukti-bukti medis modern mengenai ciri-ciri penyakit cacar, Marr dan kawan-kawan mengajukan hipotesis:

"Metafora 'seperti daun-daun yang dimakan (ulat)' [dalam surah al-Fil] telah ditafsirkan dengan mengacu kepada tunggul yang tersisa di ladang tandus atau helai-helai rusak yang terlihat pada kotoran hewan—keduanya merupakan interpretasi yang menyiratkan mayat-mayat melepuh dan membusuk. Gambaran ini memperkuat deskripsi [Ibn Ishaq] sebelumnya tentang kematian dan sekarat [akibat cacar]."

Marr dan kawan-kawan kemudian menganalisis bahwa berlandaskan asal zoonosis, distribusi geografis, dan presentasi klinis yang mereka dapatkan dari catatan-catatan sejarah yang berserakan, jenis cacar yang menyerang Abrahah dan pasukannya adalah Variola major. 

Jenis cacar ini memang sangat berbahaya dan mematikan. Di tahun-tahun setelah serangan Abrahah, wabah cacar macam ini juga menyerang wilayah pesisir Mediterania dan Afrika utara.

"Jelaslah bahwa suatu jenis wabah telah melumpuhkan suku Aksum selama pengepungan Makkah pada tahun 570. Bukti-bukti yang berserakan mendukung [bahwa mereka terkena] cacar [...] Wabah Makkah memang kecil dibandingkan dengan epidemi di kemudian hari, tetapi secara historis penting [...] Pada tahun yang sama, seorang bayi dilahirkan—Nabi Muhammad (shalallahu 'alayhi wa sallam)," ungkap Marr dan kawan-kawan.

Jika Abrahah dan pasukannya berhasil menaklukkan Makkah, kemungkinan besar mereka akan melakukan tindakan serupa dengan yang mereka perbuat di Himyar empat dekade sebelumnya—membunuh perempuan serta memperbudak tawanan—dan wajah dunia barangkali tidak akan seperti sekarang ini. Kota Makkah, sekaligus sejarah Islam awal, telah "terselamatkan" oleh wabah cacar.

Related

History 3658701854843355250

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item