Subsidi Gas Tabung 3 Kg Akan Dihapus, Pemerintah Bisa Hemat Triliunan


Naviri Magazine - Pemerintah sudah memberi aba-aba menghapus subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) ukuran tiga kilogram. Pada APBN 2021, pemerintah hanya menganggarkan pos subsidi LPG senilai Rp37,8 triliun. Ini jauh lebih rendah dari bujet tahun sebelumnya yang besarnya Rp50,6 triliun.

Subsidi LPG kian hari memang makin memberatkan APBN. Subsidi yang sedianya hanya diperuntukkan bagi kelas bawah itu, pada kenyataannya ikut dinikmati kelas menengah, mungkin juga sebagian kelas atas.

Jika sasarannya tepat, hanya kelompok masyarakat miskin yang menerima, nilai subsidi LPG tak akan setinggi angka yang selama ini ada di APBN.

Mari kita hitung. Menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), ada 40 persen rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah, atau sekitar 25 juta rumah tangga. Jumlah ini sudah mencakup kelompok miskin dan rentan (near poor).

Dengan asumsi tiap keluarga menghabiskan tiga tabung gas ukuran tiga kilogram setiap bulan, maka 25 juta rumah tangga ini hanya membutuhkan 2,7 juta ton LPG tiap tahun. Ini jauh di bawah volume subsidi gas pada 2020 yang mencapai 6,89 juta ton.

Dengan kalkulasi yang sama, kita bisa hitung bahwa anggaran subsidi LPG senilai Rp50,6 triliun pada 2020 bisa digunakan untuk 63,8 juta rumah tangga. Jumlah ini setara dengan 92,8 persen dari total rumah tangga di Indonesia (BPS, 2019).

Karena itu, hasil kajian Tim Peneliti Kementerian Keuangan yang merekomendasikan pemberian Bantuan Tunai Langsung (BTL) kepada penerima yang berhak, lebih masuk akal.

“Berdasarkan pengalaman di India, Thailand, dan Meksiko, diskriminasi harga di pasar (subsidi dan nonsubsidi) menimbulkan inefisiensi dan praktik arbitrase", demikian kajian tersebut.

Langkah pertama dilakukan dengan mencabut subsidi. Jika subsidi dicabut, harga gas kira-kira akan menjadi sekitar Rp 12.333 per kilogram – mengacu pada harga gas 12 kilogram di Indomaret.

Langkah kedua memberikan Bantuan Tunai Langsung kepada 21,8 juta keluarga Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Mereka akan menerima BTL setara dengan 2-3 tabung LPG ukuran tiga kilogram tiap bulan.

Dengan merujuk pada harga gas di Indomaret, maka jumlah BTL hanya akan berkisar Rp22,2 triliun (setara dua tabung/bulan) hingga Rp33,3 triliun (setara tiga tabung), setiap tahun.

Angka ini masih lebih rendah dari subsidi LPG yang pada 2021 mencapai Rp37,8 triliun. Artinya, akan ada penghematan Rp4,5 triliun sampai Rp15,6 triliun.

Kebutuhan Liquefied Petroleum Gas (LPG) untuk konsumsi domestik diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya, berbanding terbalik dengan tingkat produksi yang masih stagnan. Akibatnya, mayoritas kebutuhan LPG nasional mesti dipenuhi melalui impor.

Melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 16/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM tahun 2020-2024, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan kebutuhan LPG dalam negeri setiap tahunnya terus meningkat.

Dalam peraturan yang ditetapkan pada 18 September lalu, Arifin memperkirakan kebutuhan LPG domestik pada tahun ini bakal mencapai 8,81 juta ton. Angka ini diperkirakan masih akan naik menjadi 9,51 juta ton pada 2021 dan 10,27 juta ton pada 2022.

Lalu naik lagi menjadi 10,27 juta ton pada 2022, dan 11,09 juta ton pada 2023. Hingga berada di level 11,98 juta ton pada 2024. Nyatanya, kenaikan ini tidak dibarengi dengan peningkatan produksi LPG. Berdasarkan data Kementerian ESDM, produksi LPG pada 2020-2024 diperkirakan tetap di kisaran 1,97 juta ton per tahun.

Tingkat produksi tersebut bahkan hanya separuh dari total kapasitas produksi LPG sebesar 3,88 juta ton atau setara 50,8 persen. Kapasitas produksi kilang LPG tersebut juga tercatat sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang ditargetkan mencapai 3,98 juta ton pada 2024.

Pelbagai kondisi ini ditengarai menjadi penyebab peningkatan impor LPG setiap tahunnya. Arifin memperkirakan tingkat impor LPG pada tahun ini bakal mencapai 6,84 juta ton. Angka ini diprediksi bakal terus meningkat menjadi 7,54 juta ton pada 2021, 8,30 juta ton pada 2022, 9,12 juta ton pada 2023, hingga 10,01 juta ton pada 2024.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, stagnannya tingkat produksi LPG nasional tersebut dikarenakan terbatasnya bahan baku dari dalam negeri.

Sebab untuk memproduksi LPG dibutuhkan spesifikasi kandungan rantai karbon khusus yakni propana (C3) dan butana (C4). Sementara produksi gas di dalam negeri mayoritas mengandung rantai karbon metana (C1) dan etana (C2), sehingga produksi LPG sulit bertambah dan harus mengandalkan impor gas.

"Tujuan impor gas itu memang untuk kebutuhan gas LPG. Ketersediaan LPG kita tidak cukup banyak sementara konsumsinya meningkat sejak program konversi pada 2007, sehingga harus diimpor. Gas yang kita punya diekspor,” katanya.

Komaidi mengatakan, stagnannya produksi LPG ini membuat rasio impor LPG terhadap kebutuhan LPG dalam negeri telah mencapai 75 persen pada 2020. Tidak menutup kemungkinan rasio tersebut pun akan mencapai 83,55 persen pada 2024 seperti yang diperkirakan Kementerian ESDM.

Karenanya, untuk menekan porsi impor gas yang tinggi tersebut peningkatan produksi LPG dari kilang dalam negeri menjadi penting untuk dilakukan. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pemanfaatan kompor listrik.

“Pemerintah perlu juga mendorong substitusi LPG dengan produk lainnya seperti penggunaan gas pipa dan juga gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME),” katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Oktober 2020, nilai impor gas Indonesia tercatat mencapai US$193,4 juta. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (mtm), nilai tersebut naik 1,76 persen atau setara US$3,3 juta.

Dengan torehan tersebut, BPS mengatakan nilai Impor untuk komoditas gas sepanjang Januari-Oktober 2020 mencapai US$2,081 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto menerangkan nilai tersebut naik tipis dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$2,078 miliar.

Sementara jika dilihat berdasarkan volumenya, Setianto mengatakan, untuk komponen impor gas per Oktober turun sebesar 12,4 ribu ton menjadi 502,9 ribu ton dibandingkan September 2020, dan turun 1,46 persen atau setara 7,4 ribu ton, dibanding Oktober 2019,” katanya dalam konferensi pers virtual.

Namun demikian, impor gas pada periode Januari-Oktober 2020, lebih tinggi 10,36 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Volume impor gas pada 10 bulan pertama 2020 tercatat 5,24 juta ton.

Manajer Communication, Relations & CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) III Dewi Sri Utami mengatakan, volume impor gas tersebut sejalan dengan tingkat konsumsi LPG yang relatif stabil pada Oktober 2020. 

Konsumsi LPG untuk wilayah Jawa bagian barat, yakni DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat berkisar 7.126 Metrik Ton per hari. Konsumsi ini relatif sama jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi pada kondisi normal yang mencapai 7.150 MT per hari.

“Untuk LPG Non Subsidi cenderung turun terutama di wilayah Jakarta. Pasalnya, beberapa warga yang semula berdomisili di Jakarta, kembali ke kampung asalnya. Selain itu, juga karena tutupnya beberapa usaha kuliner dan restoran karena tidak beroperasi selama masa PSBB,” katanya.

Sebelumnya itu, CEO Commercial & Trading Subholding Pertamina, Masud Khamid memperkirakan, kebutuhan elpiji 3 kg (bersubsidi) akan naik menjadi 7,50 juta Metrik Ton pada 2021. Kenaikan tersebut dengan mempertimbangkan kebutuhan gas yang terus meningkat terutama di masa pandemi Covid-19.

Hingga pertengahan tahun ini Masud mengatakan pihaknya telah menyalurkan elpiji bersubsidi sebesar 4,11 juta Metrik Ton. Sedangkan hingga akhir tahun, ditaksir penyaluran subsidi dapat mencapai 7,06 juta Metrik Ton.

"Ini kondisinya. Apalagi selama pandemi ini, konsumsi elpiji bersubsidi semakin naik. Sedangkan elpiji yang non-PSO turun. Hal ini juga dipengaruhi tutupnya beberapa restoran beberapa waktu lalu saat PSBB yang menurunkan konsumsi non PSO," ujarnya dalam rapat kerja dengan DPR, Jakarta.

Related

News 8069471343879908596

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item