Asal Usulnya Munculnya Gerakan Anti-Vaksin: Ternyata dari Penelitian Ilmiah yang Keliru
https://www.naviri.org/2021/02/asal-usulnya-munculnya-gerakan-anti.html
Naviri Magazine - Kelompok anti-vaksin tak lahir dalam satu malam. Pada 1998, Lancet, jurnal kedokteran prestisius, mempublikasikan penelitian oleh dokter bernama Andrew Wakefield. Bersama 13 peneliti lain, Wakefield menduga vaksin cacar, gondok, dan rubella (MMR) bisa menyebabkan autisme.
Dunia heboh. Temuan kontroversial Wakefield membuat sentimen anti-vaksin meroket tajam. Dari Inggris, AS, hingga Nigeria, banyak orang menolak kehadiran vaksin.
Penelitian Wakefield terbukti cacat di kemudian hari dan Lancet terpaksa menanggung malu. Kendati begitu, fakta ini nyatanya tak dapat meredam histeria anti-vaksin yang kadung meluas.
Dasar argumennya punya pakem permanen. Mereka yang menentang vaksin senantiasa menganggap vaksin berkorelasi kuat dengan autisme. Yang lain percaya vaksin dibikin dengan darah babi sehingga haram bagi umat Islam. Ada pula yang berpikir vaksin adalah produk konspirasi Yahudi.
Kemunculan media sosial memperluas jangkauan dan resonansi penolakan vaksin. Dalam riset berjudul “The Overlooked Dangers of Anti-vaccination Groups’ Social Media Presence”, Ayelet Evrony dan Arthur Caplan menjelaskan kelompok-kelompok anti-vaksin bermunculan dan melancarkan propagandanya di Facebook.
Salah satunya bernama ‘A Voice for Choice’, bermarkas di California, AS. Misi organisasi ini mendukung hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi lengkap terhadap produk farmasi. Implementasinya, mengajak masyarakat menjauhi vaksin.
Namun, pesan-pesan yang disampaikan A Voice for Choice menyesatkan alih-alih informatif. Mereka memakai jurus lama: mereproduksi narasi ampas seolah-olah sebuah “teori”, sama sekali tanpa referensi ilmiah yang kokoh, demi membenarkan klaimnya.
Kalaupun “teori” ini seakan didukung bukti dan data, biasanya mengambil dari penelitian yang sama-sama anti-vaksin sekaligus sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Contohnya, kelompok ini menyatakan “jarang ada anak-anak yang bisa lepas dari efek samping vaksin yang berbahaya dan beracun.” Konteks “berbahaya” merujuk hubungan vaksin dengan kanker, penyakit autoimun, kejang, dan... alergi kacang!
Kehadiran A Voice for Choice menimbulkan ketakutan juga menarik dukungan ribuan orang. “Mereka adalah contoh bagaimana kelompok anti-vaksin dapat memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menebar propaganda yang bisa menimbulkan rasa takut,” tulis Evrony dan Caplan.