Kearifan Lokal dan Teknologi dalam Dunia Pendidikan Indonesia (Bagian 3)


Naviri Magazine - Artikel ini lanjutan artikel sebelumnya (Kearifan Lokal dan Teknologi dalam Dunia Pendidikan Indonesia – Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah artikel sebelumnya terlebih dulu.

Kearifan Lokal dan Teknologi Pendidikan

Apabila ditanyakan teknologi model apa yang harus kita kenalkan kepada para guru dan siswa di sekolah, ada sebagian orang yang menjawab, “Kita harus memberikan kebebasan untuk memilih teknologi yang akan mereka gunakan.”

Tentu kita sepenuhnya setuju akan hal ini. Kebebasan memilih, itu adalah kata kuncinya. Mari kita tinjau lebih dalam konteks kebebasan ini.

Kebebasan memilih bukanlah kebebasan membeli, tapi kebebasan untuk melahirkan hal baru yang sesuai dengan kebutuhan. Inilah yang sering kita bahasakan atau kita sebut sebagai kearifan lokal. 

Sebuah pertanyaan analogi mungkin bisa kita buat seperti ini, “Mengapa harus membeli sepuluh unit komputer tercanggih, kalau kebutuhannya hanya untuk melatih siswa belajar mengetik, atau sekedar untuk memahamkan sesosok benda bernama komputer?”

Sudah lama jadi rahasia umum, bahwa di negeri ini, setiap ganti menteri pendidikan maka berganti pula kurikulum dan buku pelajarannya. Sehingga energi para pengelola sekolah habis hanya untuk memenuhi standar-standar yang tidak pernah selesai dikerjakan.

Apakah teknologi yang kita pakai di sekolah juga akan seperti itu kisahnya?

Kita paksakan papan tulis kapur berganti dengan LCD Proyektor, padahal materi yang diajarkan itu-itu juga. Kita paksakan buku sekolah berganti dengan buku sekolah elektronik, padahal isinya itu-itu juga.

Ketika zaman Windows XP usai, berbondong-bondonglah sekolah untuk migrasi ke Windows Vista atau Windows 7 dengan konsekuensi penyediaan hardware baru yang lebih mahal. Padahal jika ditilik dari kebutuhannya, mungkin sekolah belumlah butuh untuk itu. Hanya karena embel-embel Sekolah Bertaraf Internasional, maka dipaksa-paksakanlah mengikuti tren yang segera berubah nantinya dalam hitungan bulan. Pemborosan sia-sia yang tidak arif.

Kebebasan memilih teknologi sesuai dengan kebutuhan, itulah yang membawa kita kepada kearifan lokal.

Seorang arif pernah berkata, “Didiklah anakmu agar ia bisa hidup di zamannya nanti”. Nasehat sederhana yang dalam. Membekali mereka dengan landasan berpikir tentang teknologi, bukan sekedar dengan memberikan teknologinya, akan membuat generasi masa depan ini paham, bahwa ada tanggung jawab penguasaan pengetahuan baru yang dibebankan di pundaknya. 

Jangan semata-mata membelikan ponsel baru kepada anak yang hanya akan membawanya tergiur pada ponsel-ponsel seri terbaru yang akan lahir berikutnya, tapi pahamkan si anak dengan fungsi dan cara kerjanya, agar ia bisa bermimpi membuat sebuah teknologi baru nantinya. Berikan ia ‘source’ atau sumber pengetahuannya, bahan mentahnya—bukan barang jadinya.

Inilah konteks asimilasi teknologi dalam pendidikan, sebuah kearifan lokal yang bersanding dengan kemampuan menyerap dan menggunakan teknologi, akan membuat teknologi menjadi tepat guna.

Baca lanjutannya: Kearifan Lokal dan Teknologi dalam Dunia Pendidikan Indonesia (Bagian 4)

Related

Education 6342337318295785210

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item