Kelahiran Mobil Listrik di Indonesia, Antara Harapan dan Kenyataan (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kelahiran Mobil Listrik di Indonesia, Antara Harapan dan Kenyataan - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sebagai contoh, untuk mobil jenis sport utility vehicle (SUV) berteknologi hybrid saja, dikenakan bea masuk sebesar 20 persen dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) 10 persen, yang pada akhirnya berdampak pada harga jual yang bisa mencapai miliaran. 

Saat ini, Gaikindo bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, tengah menyelesaikan kajian terkait tarif pajak untuk kendaraan hybrid dan listrik. Di mana nantinya hasil kajian akan diberikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian sebagai rekomendasi. 

Targetnya, kajian tersebut rampung akhir tahun ini. Selain itu, Jongkie meminta pemerintah agar tetap fokus pada pengembangan kendaraan hybrid dan plug in hybrid, sebelum menuju pada kendaraan listrik secara penuh. 

“Hybrid tidak butuh sarana prasarana. Plug in hybrid itu baterainya bisa diisi di mana pun ketika kendaraan sedang tidak dipakai. Keduanya sangat meminimalisir konsumsi BBM,” ujar Jongkie. “Kendaraan listrik itu kan masih 2040. Masih ada waktu 23 tahun untuk kita mengembangkan hybrid.” 

Argumen Jongkie cukup beralasan, untuk mencapai kendaraan listrik secara penuh memang butuh infrastruktur yang serius. Persoalan infrastruktur inilah yang harus dibenahi, selain ihwal target-target dan roadmap pemerintah.

Masalah Infrastruktur

Kesiapan pembangunan infrastruktur kendaraan listrik memang sudah menjadi perhatian pemerintah. Kementerian ESDM bersama PT PLN (Persero) telah menyatakan kesanggupan soal pasokan listrik untuk mobil listrik. 

“Apakah ketersediaan kita cukup? Sangat cukup. Jika pembangunan pembangkit-pembangkit di Jawa selesai lima tahun ke depan, maka Pulau Jawa akan surplus pasokan listrik,” kata Hadi Djuraid.

Menurutnya, pembangunan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) tidak memakan waktu dan biaya yang besar. Dibandingkan dengan SPBU yang membutuhkan dana Rp3 miliar, membangun SPLU tidak sampai satu persen dari biaya SPBU. Untuk membangun SPBU membutuhkan waktu dua tahun, sementara SPLU cukup satu minggu bisa selesai. 

“Lokasi SPLU bisa dimana saja, yang jelas PLN penyedianya. Bisa di setiap kantor cabang PLN yang jaringannya sudah sangat luas dan banyak. Ide baru Pak Jonan, nanti di setiap SPBU Pertamina bisa menukarkan baterai yang kosong dengan baterai yang baru. Seperti halnya gas elpiji,” katanya.

Target yang dicanangkan pemerintah terkait percepatan kendaraan listrik dianggap sporadis. Hal itu tercermin dari target yang tidak disertai dengan instrumen kebijakan dan fasilitas insentif atau disinsentif yang jelas dan tepat. Maka diyakini pemerintahan Jokowi akan mengulangi kegagalan pemerintah sebelumnya dalam program kendaraan listrik.

“Bukan hal baru. Wacana tersebut hanya jadi wacana dan program show off tanpa ada kejelasan bagaimana mengembangkan program listrik nasional,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, kepada media.

Fabby mengatakan, pemerintah harusnya dapat lebih kongkret dalam menyusun suatu kebijakan. Jika memang serius, seharusnya rancangan kebijakan disertai kajian yang menyeluruh terkait seluruh rantai nilai kendaraan listrik, lalu disusun roadmap pengembangannya, pengembangan kebijakan, hingga regulasi yang sesuai untuk mendorong pasar. Termasuk juga memperhatikan kesiapan industri otomotif dalam negeri, dan infrastruktur pendukung, dan realisasi yang konsisten.

“Kalau sudah jelas semuanya, baru menyusun draft Perpres. Salah satu pertanyaan saya adalah, apa saja strategi pemerintah untuk mencapai target 20 persen pada 2025 nanti?” ucap Fabby. “Produksi mobil mencapai 1,8 juta sampai 2 juta unit per tahun, maka 20 persennya sekitar 360 ribu-400 ribu unit. Siapa yang akan memproduksi, dan apa jenisnya?” 

Pertanyaan Fabby ini memang perlu dijawab pemerintah dan pelaku industri otomotif. Jawabannya, tentu tak hanya sebatas kesanggupan mengikuti tren yang terjadi di dunia global yang sudah lebih cepat memulai.

Related

Automotive 1153069420792556956

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item