Kisah Penembakan Misterius di Indonesia yang Tak Pernah Terungkap (Bagian 5)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Penembakan Misterius di Indonesia yang Tak Pernah Terungkap - Bagian 4). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Taktik yang dipakai polisi Filipina menghalalkan segala pendekatan. Jika perlu bunuh di tempat demi menciptakan efek kejut bagi yang lainnya. Kurang lebih selama satu tahun kebijakan ini diterapkan, ribuan orang tewas, didominasi mereka yang berasal dari kelompok miskin, serta seringkali salah sasaran. Duterte, dalam satu kesempatan, mengakui caranya membasmi peredaran narkoba tersebut terinspirasi oleh kiprah petrus di Indonesia.

Fisik Mardiono masih prima, meski usianya sudah hampir menginjak kepala delapan. Selama perbincangan berlangsung, dia tak henti-hentinya mengisap rokok. Batang demi batang meluncur ke mulutnya seolah dia masih jauh lebih muda.

Ingatannya atas setiap kejadian pun juga terekam dengan sangat baik. Dia mampu menjelaskan tiap urutan kejadian, lengkap dengan segala detilnya, seolah baru saja dilakukan dalam kurun waktu dua atau tiga tahun belakangan.

"Umur saya memang tua, tapi saya enggak mau jadi orang tua yang kerjaannya cuma duduk-duduk nggak jelas aja," ujarnya menggebu. "Saya menanamkan kepada diri saya sendiri bahwa saya harus terus gerak, terus kerja."

Inilah yang bikin Mardiono tidak seperti manula pada umumnya. Sejak pensiun dari kesatuan Brimob pada 1994, dengan pangkat terakhir Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu), dia berusaha menyibukkan diri dalam berbagai pekerjaan, dari jadi supir truk gandeng yang mengangkut tumpukan gula, bus malam yang melintas sepanjang Cepu sampai Banyuwangi, atau sekadar berdagang di pasar.

Mardiono sadar betul betapa susahnya hidup usai tak lagi jadi polisi, lebih-lebih dengan pangkat rendah dan uang pensiun yang tak seberapa. Dia butuh modal untuk menyambung hidup yang terus bergerak simultan. Hanya berdiam diri, baginya, sama saja dengan membuka pintu kesusahan ke dalam hari-harinya.

"Kerja keras itu terbayar. Saya bisa jadiin dua anak saya sebagai polisi, di Brimob juga. Satu tugas di Surabaya, satu di [Jakarta] Utara sana," terangnya, sambil tersenyum lebar.

Perkara finansial bukan satu-satunya masalah yang mesti dihadapi mantan serdadu seperti Mardiono selepas pensiun. Dalam banyak kasus, mereka yang sering terjun ke medan tempur kerap pula mengalami trauma berat, sehingga susah untuk membangun hidup normal. 

Mardiono sendiri, sampai sejauh ini, mengaku tidak merasakan hal tersebut, sekalipun dia punya pengalaman segudang, mulai turun gunung menghadapi gerilyawan Fretilin sampai beradu hadap dengan para bandit.

"Karena bagi saya itu konsekuensi dari polisi atau tentara. Saya harus siap menjalaninya. Intinya adalah jadi polisi itu harus berani," tuturnya.

Related

Indonesia 8602803985764710625

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item