Mengapa Kita Suka Berbicara Sendiri Ketika Sedang Mencari-cari Barang?


Naviri Magazine - Hampir setiap kita mungkin pernah mengalami keanehan yang jarang disadari ini. Suatu waktu, kita sedang asyik membaca sebuah buku, sampai kemudian terdengar bel pintu berbunyi. 

Kita pun meletakkan buku yang sedang kita baca di suatu tempat, kemudian buru-buru pergi ke depan untuk membukakan pintu. Seorang teman datang berkunjung, dan kita pun lalu asyik bercakap-cakap dengannya hingga beberapa jam.

Ketika si teman pulang, kita ingat untuk melanjutkan buku yang tadi kita baca, dan... entah bagaimana caranya, buku itu lenyap! 

Lenyapnya sebuah buku di rumah mungkin bukan hal aneh jika di rumah kita ada banyak orang, sehingga mungkin mereka telah mengambil atau memindahkan buku itu. Tapi kenyataan aneh semacam itu juga sering terjadi pada orang-orang yang hidup sendirian, atau terjadi di ruangan yang tidak mungkin dimasuki orang lain, semisal kamar tidur. Maka, kita pun kemudian sibuk mencari-cari buku tadi, sambil—tanpa sadar—berbicara sendiri.

“Uuuuh... di mana, sih? Padahal tadi aku taruh di sini. Tapi sekarang kok nggak ada?” atau ocehan lain yang tanpa sadar kita keluarkan sambil terus mencari-cari buku itu. Padahal, dalam keadaan “waras”, kita pasti akan menyadari bahwa buku atau barang lain yang kita cari tidak akan memunculkan diri di depan mata hanya karena mendengar kita mencari-carinya.

Mengapa kita sering bertingkah aneh seperti itu? Yang lebih aneh lagi, sering kali kita mendapati buku yang kita cari-cari ternyata terletak di tempat yang tadi sudah kita pelototi berkali-kali! Bagaimana mungkin kita menghadapi kekonyolan semacam itu? 

Sejak tadi kita sudah mencari-cari si buku di bawah meja, mendapati buku itu tidak ada di sana, tapi kita kembali dan kembali mencarinya di sana, dan... pada pencarian kedelapan belas, buku itu ada di sana!

Lalu kita merasa tolol, dan malu sendiri.

Selama berabad-abad, peristiwa semacam di atas telah menjadi teka-teki banyak orang, khususnya para pemikir dan ilmuwan. 

Dua ribu tahun yang lalu, misalnya, Archimedes memberikan jawaban berdasarkan wawasan ilmu pada zamannya. Teorinya adalah bahwa penglihatan kita lebih merupakan proses aktif daripada pasif. Bukannya membiarkan cahaya masuk ke dalam mata, simpul Archimedes, penglihatan kita justru memancarkan cahaya keluar, mirip lampu sorot yang menyinari daerah pencarian.

Di zaman sekarang, para penggila teori kuantum membayangkan bahwa sebuah objek berpindah ke sebuah jagad pararel dan diam di sana, hingga kita tak dapat menemukan objek tersebut, sampai kemudian sang objek kembali—atau kita membeli penggantinya.

Tetapi, sebenarnya, kenyataan yang terjadi tak serumit itu. Ketika kita mencari buku yang dimaksud, kita tidak mencari dan melihatnya secara benar, karena kita melewatkan ingatan-ingatan dalam korteks dan segera menuju sebuah citra yang sedang kita cari. Karena itu, kita pun berulang kali memindai ruangan dan mencari benda yang serupa dengan citra dalam pikiran kita. 

Masalah terjadi ketika kita mencarinya terburu-buru. Berharap bisa segera menemukan buku itu, kita memindai daerah yang lebih sempit—misal dengan memusatkan perhatian pada warna sampul buku—dan tidak memperhatikan rincian lain. 

Teringat bahwa buku itu bersampul cokelat, kita pun memfokuskan perhatian pada semua benda berwarna cokelat. Yang jadi masalah, jika buku yang tadi kita tinggalkan itu dalam posisi terbalik dan warna cokelatnya tak terlihat, kita pun tidak akan menemukan citra yang serupa.

Karena itulah, meski buku yang kita cari-cari ternyata ada di bawah meja, dan kita tadi telah melihat ke bawah meja berkali-kali, bisa jadi kita tidak memperhatikan buku itu ada di sana, karena otak kita terfokus pada warna sampulnya, dan bukan terfokus mencari buku. 

Biasanya, setelah beberapa saat kita menghentikan upaya pencarian, misal dengan pergi ke kamar kecil atau membuat teh di dapur, kita dengan mudah menemukannya, karena otak kita tidak lagi memikirkan citra “buku bersampul cokelat”, tetapi “buku”. Setelah citra “buku bersampul cokelat” menghilang dari otak, buku yang kita cari-cari pun ketemu.

Lalu bagaimana hubungan semua itu dengan kebiasaan berbicara sendiri di sela-sela pencarian? Di sinilah fakta menakjubkan dari tubuh kita akan membuat kagum. 

Ketika kita sedang mencari-cari suatu barang, entah bagaimana caranya tubuh kita seperti membimbing agar barang itu segera tertemukan, dan cara yang digunakannya adalah mendorong kita berbicara sendiri. Berdasarkan studi, para ilmuwan menemukan bahwa kebiasaan berbicara sendiri—yang sering kali tidak kita sadari—ketika sedang mencari barang, membantu kita menemukan barang yang dicari lebih cepat.

Penelitian yang dilakukan pada anak-anak kecil menunjukkan bahwa perilaku berbicara sendiri membantu mereka melakukan suatu hal dengan lebih cepat. Misalnya, ketika mengikat tali sepatu, anak-anak kecil akan dapat melakukannya lebih cepat ketika mereka berbicara sendiri, misalnya, “Masukkan tali ke lubang, tarik, dan masukkan lagi ke lubang di atasnya.”

Pada orang dewasa, kebiasaan berbicara sendiri membantu menemukan barang secara lebih cepat. 

Gary Lupyan dari University of Wisconsin-Madison dan Daniel Swingley dari University of Pennsylvania, melakukan penelitian dengan cara meletakkan sejumlah barang di ruangan. Para relawan—yang telah dewasa—diperlihatkan 20 foto berisi gambar objek yang berbeda, kemudian diminta mencarinya di ruangan tempat barang-barang itu berada. 

Dalam pencarian itu, sebagian relawan diminta mencari sambil berbicara sendiri, sementara sebagian lagi diminta untuk mencari sambil diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hasilnya, para relawan yang mencari barang sambil berbicara sendiri berhasil menemukan barang yang dicari lebih cepat, dibanding mereka yang diam.

Pada percobaan kedua, para peserta penelitian diperlihatkan sejumlah barang yang biasa ditemukan di rak supermarket, dan diminta mengidentifikasinya. Setelah itu mereka diminta mencari barang-barang tersebut di supermarket yang telah disiapkan untuk keperluan penelitian. 

Diperoleh hasil bahwa peserta akan lebih cepat menemukan suatu barang, jika mereka memberi nama atau sebutan pada barang tersebut. Ketika mencari sebuah ember, misalnya, mereka akan mencari-cari barang tersebut sambil bergumam sendiri, “Ember... ember...”

Para peneliti menyimpulkan bahwa berbicara sendiri ketika mencari suatu barang dapat mempengaruhi beberapa aspek dalam proses pencarian visual, meski mereka belum mengetahui secara pasti bagaimana prosesnya. Mereka hanya dapat memperkirakan bahwa berbicara sendiri merangsang bagian korteks visual, sehingga membuat orang lebih mudah menemukan barang yang dicarinya.

Korteks visual (visual cortex) adalah bagian otak yang berurusan dengan input dari mata. Ia menganalisa warna di satu area, menganalisa bentuk di area lain, menganalisa gerak di area lain lagi, menganalisa kedalaman di area tersendiri, dan sebagainya.

Fakta:

Seperempat bagian otak manusia digunakan untuk mengontrol mata, dan otak hanya membutuhkan waktu 200 sampai 500 milidetik untuk menangkap serta menyimpan informasi yang diterima.

Related

Science 7257330357449553342

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item