Mengapa Lebih Banyak Wanita jadi Bintang Iklan Dibanding Laki-laki? (Bagian 1)


Selama ini, jika kita perhatikan, ada banyak produk yang diiklankan dengan menggunakan sosok wanita. Produk ponsel, misalnya, diiklankan seorang wanita. Padahal, ponsel digunakan pria maupun wanita. Namun, iklan itu sengaja menggunakan sosok wanita, karena mungkin wanita dinilai lebih menarik saat dilihat muncul dalam iklan. 

Jangankan untuk produk yang bisa digunakan pria dan wanita, bahkan produk yang dikhususkan untuk pria pun, kerap kali iklan menggunakan sosok wanita. Ada banyak iklan sepeda motor, misalnya, menggunakan sosok wanita dalam iklan, meski sepeda motor yang diiklankan tersebut ditujukan untuk kaum pria.

Keberadaan dan seringnya wanita muncul dalam iklan menjadikan sebagian besar orang pun menganggap hal itu sebagai hal biasa. Bahkan, dalam beberapa iklan tertentu, sosok wanita dalam iklan kadang hanya mengenakan busana minim. Di luar negeri, iklan bahkan kadang menampilkan wanita yang telanjang, meski tidak dengan cara vulgar.

Bagaimana jika sosok wanita dalam iklan itu digantikan laki-laki? Bagaimana jika sosok telanjang dalam iklan bukan lagi wanita, tapi laki-laki? Tampaknya, polemik akan menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut.

Suitstudio, produsen pakaian formal untuk wanita pernah melakukan hal itu—menggunakan laki-laki telanjang dalam iklan—untuk mengiklankan produk pakaian mereka. Melalui kampanye #NotDressingMen, Suitstudio menempatkan laki-laki sebagai ‘hiasan’ iklan, yang tentunya tidak kalah menarik perhatian dibanding perempuan yang menjadi objek utama dalam upaya berjualan mereka.

Komentar terhadap iklan Suitstudio pun segera bermunculan di media sosial. Ada yang dengan menyambut baik kampanye tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang mengkritiknya. Sama seperti komplain terhadap kemunculan perempuan-perempuan tanpa baju dalam iklan, para pengkritik menilai Suitstudio tengah mengobyektifikasi laki-laki lewat #NotDressingMen.

Meski terdapat kritik semacam itu, pihak Suitstudio tidak merasa ada yang bermasalah dengan iklan mereka. Dalam Hindustan Times, Kristina Barricelli, vice president Suitstudio AS menyampaikan tanggapannya terhadap komplain sebagian khalayak. 

“Masalahnya ada pada sejarah belakangan ini, kita belum melihat laki-laki diobyektifikasi pada latar. Betapa anehnya!” ungkap Barricelli, “Kami suka laki-laki telanjang dan saya cukup yakin banyak perempuan yang juga menyukainya.”

Alih-alih menelan tuduhan mengobyektifikasi, Suitstudio berdalih bahwa kampanye mereka bertujuan mengedepankan kesetaraan. Tidak ada yang salah dengan pemunculan tubuh telanjang bagi mereka. Perusahaan tersebut juga mengklaim bahwa seks memegang peran besar dalam dunia fashion. 

Bila perempuan memiliki laki-laki tampan dan telanjang di apartemennya, artinya perempuan itu tidak mengobyektifikasi laki-laki tersebut, tidak ada yang tahu apa yang dilakukannya terhadap si laki-laki, demikian argumen Suitstudio. Dalam iklan setelan perempuan ini, Suitstudio tidak memperkarakan laki-laki telanjang yang posisinya serupa dengan sofa, setelan yang dipakai perempuan, ataupun objek-objek lainnya.

Menjual pesona laki-Laki dari waktu ke waktu

Ucapan Barricelli soal jarangnya obyektifikasi laki-laki pada latar perlu dicek kembali kebenarannya. Di aneka video klip, iklan-iklan, atau film, entah sudah berapa banyak laki-laki yang menjadi pemanis visual sekunder. Tengok iklan Gilly Hicks pada 2009 yang menampilkan perempuan muda—yang hanya berkutang dan celana dalam—memegang bokong dua laki-laki telanjang di sampingnya yang menghadap ke belakang. 

Gilly Hicks sendiri merupakan produsen pakaian dalam perempuan yang berada di bawah perusahaan Abercrombie & Fitch. Dari tahun 1990-an, ada iklan Gianni Versace dan Valentino yang memajang laki-laki bugil ketika berjualan produk untuk perempuan.

Sebenarnya, iklan dengan laki-laki telanjang sudah ada sejak akhir dekade 1960-an dan mereka tidak berposisi sebagai penghias semata. Dalam buku The Story of Men's Underwear (2012), dikatakan bahwa Selimaille, produsen pakaian dalam laki-laki dari Perancis, memajang gambar mahasiswa usia 25 yang telanjang bulat dengan tangan menutupi kelaminnya. 

Iklan yang fotonya dijepret oleh Jean-Francois Bauret ini disebut-sebut sebagai iklan dengan laki-laki telanjang pertama. Selain di Nova Magazine, poster iklan ini juga ditampilkan di Paris Metro. Tidak semua bereaksi positif atas peluncuran iklan Selimaille. Sekitar 300 poster dirusak oleh orang-orang yang berkeberatan dengan iklan tersebut setiap harinya.

Kemunculan laki-laki telanjang dalam iklan terus bertambah seiring dengan melebarnya batas toleransi terhadap ekspresi tubuh dan seksualitas dari masa ke masa. Hanya saja, jumlahnya belum menyaingi perempuan tanpa busana, baik dalam iklan maupun produk budaya populer lainnya. 

Baca lanjutannya: Mengapa Lebih Banyak Wanita jadi Bintang Iklan Dibanding Laki-laki? (Bagian 2)

Related

Business 264108131987137998

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item