Ulasan Lengkap: Hukum Merokok Dalam Pandangan Islam (Bagian 1)


Naviri Magazine - Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. 

Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lain lebih cenderung menfatwakan haram. 

Kontroversi hukum merokok 

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat, termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain, ketika merokok dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu, dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. 

Dalam tinjauan fiqh, terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang. Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai berikut: 

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195) 

Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331) 

Bertolak dari dua nash di atas, ulama sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat atau tidak, dan terdapat pula manfaat atau tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. 

Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya. Seandainya semua sepakat bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. 

Demikian pula seandainya semua sepakat bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram. 

Beberapa pendapat itu, serta argumennya, dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum. Pertama; hukum merokok adalah mubah atau boleh, karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan. 

Kedua; hukum merokok adalah makruh, karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram. 

Ketiga; hukum merokok adalah haram, karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung, dan lainnya, setelah sekian lama membiasakannya. 

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kuantitas yang dikonsumsinya. 

Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal, terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260), yang sepotong teksnya sebagai berikut

“Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para sahabat Nabi SAW.”

Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram, sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. 

Namun, kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya, atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. 

Baca lanjutannya: Ulasan Lengkap: Hukum Merokok Dalam Pandangan Islam (Bagian 2)

Related

Moslem World 7066314882549767688

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item