Di Masa Lalu, Ukuran Matahari Ternyata Lebih Besar Dibanding Sekarang


Naviri Magazine - Angin yang besar ditemukan pada bintang bermassa kecil dan besar, tapi hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya angin besar di bintang seperti Matahari.

Teori yang dipercaya saat ini menyatakan bahwa semakin tua, bintang akan semakin terang. Sebab inti bintang akan memadat seiring waktu, sehingga semakin memanas. Berdasarkan teori ini, Matahari diperkirakan 30 kali lebih redup pada 4,5 miliar tahun yang lalu.

Namun, Steinn Sigurdsson dari Pennsylvania State University mengatakan, "Matahari yang lebih redup menyuguhkan sebuah paradoks. Temperatur Bumi dan Mars diprediksi akan terlalu dingin untuk bisa memiliki air dalam bentuk cair."

Sigurdsson dan timnya melakukan pemodelan dengan model komputer evolusi bintang MESA. Model ini dikembangkan berdasarkan kode open source yang dibuat oleh Bill Paxton dari Kavli Institute of Physics di Amerika Serikat.

Berdasarkan pemodelan yang dilakukan, Sigurdsson menjelaskan bahwa pada awalnya Matahari berukuran lebih besar dari sekarang. Ukuran Matahari kemudian mengecil karena massa yang hilang diterbangkan oleh angin Matahari.

Sigurdsson mengatakan, meski lebih besar, selisihnya diperkirakan hanya 2-5 persen. Jika terlalu besar, Matahari akan berevolusi menjadi bintang yang berbeda dari saat ini. Sebaliknya, jika terlalu kecil, Bumi dan Mars takkan punya air dalam bentuk cair.

Peneliti menuturkan, jika kecepatan angin Matahari konstan sepanjang waktu, Matahari akan kehilangan 0,05 persen massanya. Namun demikian, umumnya ilmuwan percaya bahwa angin Matahari di masa lampau jauh lebih kuat dari saat ini.

Seberapa kuat? Masih diperdebatkan. Namun, untuk bisa memanaskan planet-planet seperti saat ini, ilmuwan berpendapat bahwa Matahari harus kehilangan massanya pada ratusan juta tahun pertama hidupnya. Jadi, diperkirakan angin Matahari saat itu 1.000 kali lebih kuat.

Hasil pemodelan Sigurdsson masih perlu diuji. Pasalnya, ada teori lain yang memungkinkan Bumi dan Mars bisa memiliki air. Ilmuwan Carl Sagan and George Mullen misalnya, mengatakan bahwa Bumi dan Mars bisa saja lebih hangat karena gas rumah kaca.

Sagan dan Mullen berteori, Bumi pada mulanya kaya ammonia yang lalu dihancurkan oleh ultraviolet. Bumi juga mungkin saja memiliki gas karbon dioksida (CO2). Tapi dukungan untuk hal ini kurang kuat sebab CO2 dalam jumlah besar tak ditemukan pada sampel batuan tertua.

Teori gas rumah kaca sendiri punya kelemahan. Teori ini lemah untuk aplikasinya pada Mars. Mars yang ada pada jarak cukup jauh dari Matahari membutuhkan banyak sekali CO2. Konsentrasi CO2 yang terlalu banyak justru akan memantulkan panas

Berkomentar tentang hasil pemodelan Sigurdsson, Renu Malhotra dari Lunar Planetary Lab di Arizona State University mengungkapkan, "Sangat menantang untuk menemukan dukungan kuat untuk adanya bintang muda massif dalam observasi astronomi bintang muda seperti Matahari."

Namun, Malhotra mengatakan, jika memang Matahari pernah kehilangan massanya, pasti ada bekasnya. Beberapa meteorit misalnya, menunjukkan kerusakan kristal akibat angin Matahari, meski tak diketahui besarnya.

Maholtra, seperti dikutip Space, mengatakan, penyelidikan bisa dilakukan dengan melihat satelit ireguler seperti satelit Saturnus, Phoeboe. Kalau Matahari kehilangan massa, ada kemungkinan yang lebih besar bagi planet untuk "menangkap" satelit.

Sigurdsson sendiri akan berupaya menyelidiki Matahari, spesifiknya dengan kajian helioseismologi atau mempelajari getaran yang tercipta akibat aktivitas di dalam Matahari. "Inti Matahari, harapannya, akan memberikan beberapa tanda," tuturnya.

Related

Science 145793186448547830

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item