Ikan-ikan Aligator dari Benua Amerika Masuk ke Sungai Jogja, Kok Bisa?


Naviri Magazine - Sejumlah pemancing di Jogja mendapatkan ikan jenis aligator ketika sedang memancing di perairan Jogja. Ikan ini adalah jenis ikan invasif yang sangat berbahaya bagi keseimbangan ekosistem lokal perairan Jogja.

Ikan aligator ini diduga berasal dari para pemelihara yang tidak kuat lagi memberi pakan, sehingga melepaskannya ke alam liar. Penemuan ikan aligator di perairan Jogja semakin sering, seiring meningkatnya tren memelihara ikan hias akhir-akhir ini. Hal itu ramai diperbincangkan di forum-forum online para pemancing di Jogja.

“Kemarin aku di kali Bedog juga dapat (ikan aligator),” kata salah seorang penghobi pancing di Yogyakarta, Muhammad Ichsanbudi.

Kepala Museum Biologi UGM yang juga pakar Herpetologi, Donan Satria Yudha, mengatakan bahwa ada beberapa spesies ikan aligator, dan ikan-ikan ini bukan berasal dari perairan Indonesia, melainkan perairan benua Amerika.

“Saya enggak tahu masuk Indonesianya mulai kapan, yang jelas itu pasti ikan peliharaan karena bentuknya seperti buaya tapi tidak berbahaya, jadi menarik untuk dipelihara,” kata Donan Satria Yudha ketika dihubungi.

Ikan aligator termasuk ikan yang rakus, karena tingkat pendewasaan saluran pencernaannya sangat cepat. Sehingga ketika sudah tidak bergantung pada kuning telurnya, dia akan menghabiskan banyak makanan. Karena itu kemudian banyak pemelihara ikan aligator yang tidak kuat memberi makan sehingga dilepaskan ke alam liar.

“Karena tidak bisa diberi pakan pelet, makanannya itu daging seperti ikan-ikan kecil,” ujarnya.

Kemungkinan lain bisa juga ikan tersebut lepas ketika pemelihara sedang membersihkan akuariumnya.

Jadi Ancaman Serius

Ada beberapa alasan kenapa ikan aligator menjadi ancaman serius untuk ekosistem perairan lokal. Pertama karena ikan aligator merupakan salah satu predator puncak di ekosistem air. Selain itu, ikan ini juga memiliki karakter oportunistik, ia akan memakan apa saja yang ada di sekitarnya, dari udang, algae, kepiting, sampai ikan-ikan lain yang lebih kecil.

“Jadi pasti jelas akan mengalahkan ikan-ikan lokal, apalagi ikan-ikan yang memiliki pakan spesifik,” ujar Donan.

Proses perkembangbiakannya juga sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat bisa menguasai sebuah perairan. Satu induk betina saja dalam setahun bisa menghasilkan 400 ribu telur. Jika setengahnya saja yang menetas dan tumbuh menjadi dewasa, maka ada 200 ribu ikan aligator dewasa di sebuah perairan hanya dari satu indukan betina dewasa.

Tidak hanya itu, telur ikan aligator juga mengandung racun. Ini menjadi ancaman tersendiri bagi ikan atau hewan lokal lain yang memakan telurnya.

“Sehingga ikan atau reptil lain juga tidak bisa mengendalikan populasinya secara alami,” lanjutnya.

Karena pendewasaan saluran pencernaannya sangat cepat, ikan aligator jadi sangat rakus sehingga menjadi kompetitor berat juga untuk ikan-ikan lokal. Ikan ini juga kuat hidup di perairan yang kadar oksigennya rendah, karena gelembung renangnya memiliki jaringan sel darah yang kompleks mirip paru-paru.

“Itu sangat-sangat berpotensi invasif, potensi invasifnya sangat tinggi,” kata Donan.

Menurut Donan, jika pemelihara tidak mampu lagi memberi pakan, lebih baik ikan aligator ini dieuthanasia atau dibunuh dengan meminimalkan rasa sakit. Biasanya, proses euthanasia dilakukan dengan memberikan suntikan yang mematikan.

Namun jika tidak tega membunuhnya, ada cara lain, misalnya dengan menyerahkan ikan tersebut ke lembaga-lembaga yang memang fokus menangani satwa, seperti kebun binatang, komunitas ikan, atau akademisi di lembaga-lembaga penelitian ikan.

“Jadi jangan berpikir, biar bebas saya buang saja ke sungai,” lanjutnya.

Sayangnya, hal ini menurutnya masih kurang dipahami oleh masyarakat. Sehingga menurut dia perlu dilakukan penyuluhan atau sosialisasi untuk mengedukasi para pemelihara ikan, khususnya ikan-ikan yang bukan berasal dari perairan Indonesia seperti ikan aligator.

Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin dampak invasi dari ikan aligator semakin besar. Seperti halnya dengan ikan mujair dan ikan nila yang sebenarnya bukan ikan lokal, namun kini sangat banyak ditemui di perairan Yogyakarta.

“Kalau kita merunut sejarah, nila dan mujair itu bukan asli Indonesia. Sudah banyak salah kaprah, karena sudah dianggap ikan lokal jadi banyak disebarkan,” kata Donan.

Sebenarnya, pemerintah sudah tegas melarang pemeliharaan dan melepaskan ikan aligator ke alam. Aturan itu tertuang dalam UU 31 tahun 2004 yang kemudian diubah menjadi UU 45 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 tahun 2014.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa memelihara ikan aligator termasuk ke dalam perbuatan melanggar hukum. Siapapun yang kedapatan melanggar aturan tersebut akan dikenai hukuman kurungan dan denda.

Hukumannya juga tidak tanggung-tanggung, mereka yang memelihara ikan aligator dapat dikenai hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 1,5 miliar. Sedangkan mereka yang melepasliarkan ke perairan umum bisa dikenai hukuman pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 2 miliar.

“Tapi masih saja ada yang memelihara, entah karena enggak tahu atau memang ngeyel,” kata Donan Satria Yudha. 

Related

News 8081026579671775369

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item