Kisah dan Perjalanan Panjang Penemuan Galaksi Bima Sakti (Bagian 1)


Naviri Magazine - Bila kita memiliki kesempatan untuk pergi ke daerah yang jauh dari cahaya lampu perkotaan, dan cuaca betul-betul cerah tanpa awan, kita akan dapat melihat selarik kabut yang membentang di langit. "Kabut" itu ikut bergerak sesuai dengan gerakan semu langit, terbit di timur dan terbenam di barat.

Selarik kabut di langit itu kita kenal dengan nama Bima Sakti atau "Jalur Susu'' bagi orang Yunani dan Romawi kuno. Kabut ini membentang melintasi seluruh bola langit.

Keberadaan kabut ini telah dijelaskan oleh berbagai peradaban semenjak lama. Di kalangan masyarakat Jawa kuno, pada musim kemarau kabut ini melewati zenith, membentang dari timur ke barat, menyerupai sepasang kaki yang mengangkangi Bumi.

Kaki ini adalah milik Bima, anggota keluarga Pandawa yang diceritakan dalam pewayangan Mahabharata. Demikian besar tubuhnya dan betapa saktinya ia, sehingga kabut itu dinamakan Bima Sakti, sebuah nama yang hingga saat ini masih kita gunakan untuk menamai gumpalan kabut tersebut.

Nun jauh dari Jawa, di Yunani, masyarakat di sana memberikan nama lain untuk objek yang sama. Mitologi Yunani menceritakan kelahiran Herakles (dinamakan Hercules dalam mitologi Romawi), anak raja diraja para dewa Zeus dengan Alcmene yang hanya seorang manusia biasa.

Hera, istri Zeus yang pencemburu, menemukan Herakles dan menyusuinya. Herakles sang bayi setengah dewa menggigit puting Hera dengan kuat. Hera yang terkejut kesakitan melempar Herakles, dan tumpahlah susu dari putingnya, berceceran di langit dan membentuk semacam jalur berkabut.

Tumpahan susu ini kemudian dinamakan 'Jalan Susu'. Demikianlah imajinasi orang-orang Yunani menamakan kabut tersebut, atau galaxias dalam Bahasa Yunani.

Oleh orang-orang Romawi kuno, yang mitologinya kurang lebih sama dengan mitologi Yunani, galaxias diadaptasi menjadi Via Lactea atau 'Jalan Susu' dalam Bahasa Latin. Dari sini pula kita memperoleh nama 'Milky Way' yang juga berarti 'Jalan Susu' dalam Bahasa Inggris.

Hakikat kabut ini tidak banyak dibicarakan dalam kosmologi Aristotelian, dan Aristoteles sendiri menganggap kabut ini adalah fenomena atmosfer belaka yang muncul dari daerah sublunar.

Namun, ketika Galileo mengembangkan teknologi teleskop dan mengarahkannya ke kabut 'Jalan Susu', ia melihat ratusan bintang. Di daerah 'berkabut' terdapat konsentrasi bintang yang lebih padat daripada daerah yang tidak dilewati oleh pita 'Jalan Susu'.

Rupanya kabut ini tak lain adalah kumpulan dari cahaya bintang-bintang yang jauh dan kecerlangannya terlalu lemah untuk bisa ditilik oleh mata manusia, sehingga agregat dari pendaran cahaya mereka terlihat bagaikan semacam kabut atau awan.

Bagaimana menjelaskan Kabut 'Jalan Susu' atau 'Bima Sakti' dalam konteks susunan jagad raya?

Seorang pembuat jam yang mempelajari astronomi secara mandiri, Thomas Wright dari Durham, menjelaskan gejala ini sebagai akibat dari posisi kita dalam sebuah kulit bola. Thomas Wright menuliskan ini pada tahun 1750 dalam bukunya, 'An original theory or new hypothesis of the Universe'.

Bintang-bintang tersebar merata pada sebuah kulit bola. Andaikan Matahari kita terletak pada titik A, maka bila kita melihat ke arah B dan C akan terlihat lebih sedikit bintang daripada bila kita melihat ke arah D dan E.

Kabut 'Jalan Susu' yang merupakan daerah di langit dengan konsentrasi bintang yang lebih tinggi inilah yang kita lihat sebagai arah D dan E.

Sebagai alternatif, Thomas Wright juga memodelkan bintang-bintang yang terdistribusi menyerupai cincin pipih, dan ini juga dapat menjelaskan keberadaan kabut 'Jalan Susu'.

Bila Matahari terletak di permukaan cincin ini, kita akan melihat lebih banyak bintang bila melihat ke arah permukaan cincin, namun tidak akan banyak bintang yang dapat kita amati bila kita melihat ke arah yang tegak lurus permukaan cincin.

Filsuf Jerman, Immanuel Kant, mengatakan bahwa "Nebula'' Andromeda adalah sistem bintang yang mandiri dan menyerupai sistem Bima Sakti. Immanuel Kant membaca buku Thomas Wright dan kemudian memodifikasi ide Wright, dan mengatakan bahwa bintang-bintang terdistribusi membentuk cakram pipih.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa cakram pipih ini merupakan sebuah sistem gravitasi yang mandiri, dan di luar sistem ini juga terdapat sistem-sistem lain yang berbentuk serupa.

Lebih lanjut, Kant berspekulasi bahwa objek-objek menyerupai awan yang disebut juga nebula, dari Bahasa Yunani yang berarti "awan", yang beberapa di antaranya diamati oleh astronom Charles Messier, adalah sistem bintang mandiri yang lokasinya jauh dari sistem bintang 'Jalur Susu' tempat Matahari kita berada.

Baca lanjutannya: Kisah dan Perjalanan Panjang Penemuan Galaksi Bima Sakti (Bagian 2)

Related

Science 581641106098751854

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item